Kamis, 23 Desember 2010

TAHUKAH ANDA BAHWA MALAIKAT,MANUSIA DAN JIN TIDAK DAPAT MENGETAHUI YANG GHAIB?

Banyak sekali orang yang tertipu dan keliru kemudian mengira jika bangsa jin mengetahui yang ghaib, terutama bagi mereka yang terjun dalam kancah sihir dan perdukunan. Akibatnya, kepercayaan dan ketergantungan mereka terhadap jin sangatlah besar sehingga menggiring mereka kepada kekufuran. Simak bahasan berikut.

Mempercayai hal-hal yang ghaib merupakan salah satu syarat dari benarnya keimanan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الم. ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ. الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ. وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِاْلآخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَ. أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

“Alif laam miim. Kitab (Al-Qur`an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Qur`an) yang diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu. Serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Rabb mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (Al-Baqarah: 1-5)

Ghaib adalah segala sesuatu yang tersembunyi dan tidak terlihat oleh manusia, seperti surga, neraka dan apa yang ada di dalamnya, alam malaikat, hari akhir, alam langit dan yang lainnya yang tidak bisa diketahui manusia kecuali bila ada pemberitaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Lihat Tafsir Al-Qur`anul ‘Azhim, 1/53)

Alam jin dan wujud jin dalam bentuk asli seperti yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan adalah ghaib bagi kita. Namun golongan jin dapat berubah-ubah bentuk dengan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan amat mungkin bagi mereka melakukan penampakan, sehingga kita dapat melihatnya dalam wujud yang bukan aslinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ

“Sesungguhnya ia (setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (Al-A’raf: 27)

Dari Abu As-Sa`ib, maula Hisyam bin Zuhrah, beliau bercerita bahwa dirinya pernah berkunjung ke rumah Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu, katanya: “Aku mendapatinya tengah mengerjakan shalat, akupun duduk menunggunya hingga beliau selesai. Tiba-tiba aku mendengar adanya gerakan pada bejana tempat minum yang ada di pojok rumah. Aku menoleh ke arahnya dan ternyata ada seekor ular. Aku segera meloncat untuk membunuhnya, namun Abu Sa’id memberi isyarat kepadaku agar aku duduk. Ketika ia selesai dari shalatnya, ia menunjuk ke sebuah rumah yang ada di kampung itu sambil berkata: ‘Apakah engkau lihat rumah itu?’ ‘Ya,’ jawabku. Ia kemudian menuturkan, ‘Dahulu yang tinggal di rumah itu adalah seorang pemuda yang baru saja menjadi pengantin. Kala itu kami berangkat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Khandaq dan pemuda itupun ikut bersama kami. Saat tengah hari, pemuda itu meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pulang menemui istrinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkannya sambil berpesan: ‘Bawalah senjatamu karena aku khawatir engkau bertemu dengan orang-orang dari Bani Quraidhah.’ Pemuda itu mengambil senjatanya, kemudian pulang menemui istrinya. Setibanya di rumah, ternyata istrinya sedang berdiri di antara dua daun pintu. Ia mengarahkan tombaknya kepada istrinya untuk melukainya karena merasa cemburu karena istrinya berada di luar rumah. Istrinya berkata kepadanya: “Tahan dulu tombakmu, dan masuklah ke dalam rumah sehingga engkau akan tahu apa yang menyebabkan aku sampai keluar rumah!”

Pemuda itu masuk, dan ternyata terdapat seekor ular besar yang melingkar di atas tempat tidur. Pemuda itu lantas menghunuskan tombaknya dan menusukkannya pada ular tersebut. Setelah itu, ia keluar dan menancapkan tombaknya di dinding rumah. Ular itu (yang belum mati, red.) menyerangnya dan terjadilah pergumulan dengan ular tersebut. Tidak diketahui secara pasti mana di antara keduanya yang lebih dahulu mati, ular atau pemuda itu.’

Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu melanjutkan ceritanya: ‘Kami menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melaporkan kejadian itu kepadanya dan kami sampaikan kepada beliau: ‘Mohonlah kepada Allah agar menghidupkannya demi kebahagiaan kami.’ Beliau menjawab: ‘Mohonlah ampun untuk shahabat kalian itu!’

Selanjutnya beliau bersabda: ‘Sesungguhnya di Madinah terdapat golongan jin yang telah masuk Islam, maka jika kalian melihat sebagian mereka –dalam wujud ular– berilah peringatan tiga hari. Dan apabila masih terlihat olehmu setelah itu, bunuhlah ia, karena sebenarnya dia adalah setan.” (HR. Muslim no. 2236 dan 139 dari Abu Sa`ib, maula Hisyam bin Zuhrah)1

Para Rasul Tidak Mengetahui yang Ghaib

Telah disebutkan sebelumnya bahwa sekumpulan jin datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian mendengarkan bacaan Al-Qur`an. Ketika itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui kehadiran mereka kecuali setelah sebuah pohon memberitahunya –dan Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Kuasa untuk menjadikan pohon dapat berbicara– seperti yang disebutkan Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya dari shahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu. Ini menunjukkan bahwa beliau tidak mengetahui perkara ghaib kecuali yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan. (Nashihati li Ahlis Sunnah Minal Jin)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ لاَ أَقُوْلُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللهِ وَلاَ أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلاَ أَقُوْلُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يُوْحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي اْلأَعْمَى وَالْبَصِيْرُ أَفَلاَ تَتَفَكَّرُوْنَ

“Katakanlah: ‘Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak pula aku mengetahui yang ghaib dan tidak pula aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengetahui kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.’ Katakanlah: ‘Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?’ Maka apakah kamu tidak memikirkannya?” (Al-An’am: 50)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

قُلْ لاَ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوْءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيْرٌ وَبَشِيْرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُوْنَ

“Katakanlah: ‘Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman’.” (Al-A’raf: 188)

Para Malaikat Tidak Mengetahui yang Ghaib

Kendatipun para malaikat adalah mahluk yang dekat di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun untuk urusan ghaib ternyata mereka pun tidak mengetahuinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman saat pertama kali hendak menciptakan manusia:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي اْلأَرْضِ خَلِيْفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَ. وَعَلَّمَ آدَمَ اْلأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُوْنِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلاَءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ. قَالُوا سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ

“Dan ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.’ Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!’ Mereka menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana’.” (Al-Baqarah: 30-32)

Kaum Jin Tidak Mengetahui yang Ghaib

Banyak sekali orang yang tertipu dan keliru kemudian mengira jika bangsa jin mengetahui yang ghaib, terutama bagi mereka yang terjun dalam kancah sihir dan perdukunan. Akibatnya, kepercayaan dan ketergantungan mereka terhadap jin sangatlah besar sehingga menggiring mereka kepada kekufuran.

Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tegas telah mementahkan anggapan ini dalam firman-Nya:

فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ إِلاَّ دَابَّةُ اْلأَرْضِ تَأْكُلُ مِنْسَأَتَهُ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَنْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُوْنَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِيْنِ

“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.” (Saba`: 14)

Manusia Tidak Dapat Mengetahui Alam Ghaib

Jika para rasul yang merupakan utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam menyampaikan syariat-Nya kepada manusia tidak mengetahui hal yang ghaib sedikitpun, maka sudah tentu manusia secara umum tidak ada yang dapat mengetahui alam ghaib atau menjangkau batasan-batasannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya memerintahkan agar mengimani perkara yang ghaib dengan keimanan yang benar.

Keyakinan seperti ini agaknya sudah mulai membias. Apalagi saat ini banyak sekali orang yang menampilkan dirinya sebagai narasumber untuk urusan-urusan yang ghaib, mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan masa depan seseorang, dari mulai jodoh, karir, bisnis, atau yang lainnya.

Kata ‘dukun’ barangkali sekarang ini jarang didengar dan bahkan serta merta mereka akan menolak bila dikatakan dukun. Dalihnya, apalagi kalau bukan seputar “Kami tidak meminta syarat-syarat apapun kepada anda”, “Kami tidak menyuruh memotong ayam putih”, dan sebagainya. Padahal praktek seperti itu adalah praktek dukun juga. Bedanya, dukun sekarang ini berpendidikan sehingga bahasa yang digunakannya pun bahasa-bahasa ilmiah, sehingga mereka jelas enggan disebut dukun.

Tak ada seorang pun yang dapat melihat dan mengetahui perkara ghaib, menentukan ini dan itu terhadap sesuatu yang belum dan akan terjadi di masa datang. Jika toh bisa, itu semata-mata bantuan dan tipuan dari setan, sehingga dusta bila itu dihasilkan dari latihan dan olah jiwa.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ صَدَّقَ عَلَيْهِمْ إِبْلِيسُ ظَنَّهُ فَاتَّبَعُوْهُ إِلاَّ فَرِيْقًا مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ. وَمَا كَانَ لَهُ عَلَيْهِمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلاَّ لِنَعْلَمَ مَنْ يُؤْمِنُ بِاْلآخِرَةِ مِمَّنْ هُوَ مِنْهَا فِي شَكٍّ وَرَبُّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَفِيْظٌ

“Dan sesungguhnya Iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka lalu mereka mengikutinya, kecuali sebahagian orang-orang yang beriman. Dan tidak adalah kekuasaan Iblis terhadap mereka, melainkan hanyalah agar Kami dapat membedakan siapa yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat dari siapa yang ragu-ragu tentang hal itu. Dan Rabbmu Maha Memelihara segala sesuatu.” (Saba`: 20-21)

Ada pula sebagian manusia yang memiliki aqidah rusak, di mana mereka meyakini adanya sebagian orang yang keberadaannya ghaib dari pandangan manusia, dan biasanya identik dengan orang-orang yang dianggap telah suci jiwanya. Mereka mengistilahkannya dengan roh suci atau rijalul ghaib.

Ketahuilah bahwa tidak ada istilah manusia ghaib. Tidak ada pula istilah rijalul ghaib di tengah-tengah manusia. Rijalul ghaib itu tiada lain adalah jin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ اْلإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًا

“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (Al-Jin: 6) (Lihat Qa’idah ‘Azhimah, hal. 152)

Alam ghaib tetaplah ghaib, sesuatu yang tidak bisa diketahui dan dilihat manusia kecuali apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala beritakan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا. إِلاَّ مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُوْلٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا

“(Dia adalah) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” (Al-Jin: 26-27)

Kunci-kunci Ghaib adalah Milik Allah Subhanahu wa Ta’ala Semata

Sesungguhnya tak ada seorangpun yang mengetahui perkara ghaib dan hal-hal yang berhubungan dengannya, kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah banyak menegaskan hal ini dalam Al-Qur`an. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ وَمَا يَشْعُرُوْنَ أَيَّانَ يُبْعَثُوْنَ

“Katakanlah: ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah’, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (An-Naml: 65)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي اْلأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوْتُ إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat, dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

ذَلِكَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْعَزِيْزُ الرَّحِيْمُ

“Yang demikian itu ialah Rabb Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.” (As-Sajdah: 6)

Dalam ayat lainnya:

قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُوْنَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُوْنَ

“Allah berfirman: ‘Bukankah sudah Aku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?’.” (Al-Baqarah: 33)

Banyak sekali dalil-dalil yang berhubungan dengan masalah ini. Namun mungkin yang disebutkan di sini, sudah dapat mewakili bahwa Allah-lah yang mengetahui hal ihwal alam ghaib. Sedangkan manusia, tak ada yang bisa mengetahui dan melihatnya kecuali apa-apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala kuasakan.

Mudah-mudahan semua uraian-uraian di atas bermanfaat bagi kita semua. Amin yaa Mujiibas sa`iliin.

Wal ’ilmu ‘indallah.

1 Terjadi perbedaan pendapat dalam hal membunuh ular yang berada di rumah. Sebagian ulama berpendapat bahwa pemberian peringatan terlebih dahulu itu hanya berlaku di Madinah, adapun di tempat selainnya bisa langsung dibunuh. Ini adalah pendapat Al-Imam Malik, dan yang dikuatkan oleh Al-Maziri. Sebagian yang lain berpendapat bahwa pemberian peringatan terlebih dahulu bersifat umum, bukan hanya di Madinah. Kecuali ular Al-Abtar yakni yang berekor pendek dan Dzu Thufyatain, yang mempunyai dua garis lurus berwarna putih di punggungnya, boleh langsung dibunuh walaupun di rumah.

Rabu, 24 November 2010

KISAH TERBELAHNYA BULAN

"Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: "(Ini adalah) sihir yang terus menerus." Dan mereka mendutakan (Nabi) dan mengikuti hawa nafsu mereka, sedang tiap-tiap urusan telah ada ketetapannya (Al Qomar (54): 1-3)


Saudaraku, suatu ketika orang-orang Quraisy meminta bukti kenabian Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw mengarahkan jarinya ke bulan dan mengirisnya. Ajaib tiba-tiba bulan pun terbelah dengan izin Allah SWT. Namun lagi-lagi kaum Quraisy mendustakan mukjizat ini sambil mengatakan, “Sungguh ini adalah sihir.” Demikianlah keingkaran mereka tidak pernah surut walaupun Rasulullah sudah memenuhi permintaan mereka.


Saudaraku, mungkin kita yang di jaman modern ini juga kadang bertanya-tanya. Apakah terbelahnya bulan ini nyata atau hanya sekedar ilusi. Saudaraku, tahukah bahwa ada seseorang di Amerika yang masuk Islam karena ayat ini. Pada saat ia mulai mempelajari agama-agama di dunia, ia memasuki ayat-ayat Al Quran. Sampai di ayat-ayat suci ini, ia mendesah dan berkata, “Bagaimana mungkin aku bisa menerima agama yang penuh dusta ini. Bagaimana mungkin bulan bisa terbelah.” Lalu ia campakkan ayat-ayat Allah ini ke kasurnya. Selang beberapa hari ketika ia sedang menyaksikan televisi tentang perdebatan pendaratan pesawat di bulan, saat itu NASA dengan bangga mengumumkan bahwa pihaknya telah menemukan bahwa bulan pernah mengalami pembelahan satu kali ratusan tahun yang lalu dan secara tiba-tiba bulan menutup kembali. Hal itu mereka buktikan dengan kontur tanah dan geografis di bulan yang menunjukkan ke arah itu.


Orang ini tersentak dan berdiri dari duduknya mendengar ungkapan para ahli dari NASA. “Muhammad benar,” pikirnya. Buru-buru ia pulang ke rumah dan mencari kembali ayat-ayat penuh keagungan yang sempat ia campakkan. Setelah itu ia menyatakan keislamannya.


Saudaraku, mungkin kita telah berulang-ulang membaca ayat-ayat ini, namun barangkali kita satu di antara berjuta yang membaca namun tidak mengetahui maknanya. Saudaraku sudahkah kita membaca ayat-ayat Allah yang agung kemudian mengimaninya?


“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

(Al Fath (48): 5)



Ya Allah, saksikanlah bahwa ini telah hamba sampaikan.

Senin, 09 Agustus 2010

TAKDIR DAN USAHA

Sumber : http://teosufi.blogspot.com/

Takdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini yang meliputi semua sisi kejadiannya baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempatnya maupun waktunya. Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi tentu ada takdirnya, termasuk manusia.
Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Penjelasan tentang takdir hanya dapat dipelajari dari informasi Tuhan, yaitu informasi Allah melalui Al Quran dan Al Hadits. Secara keilmuan umat Islam dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang sudah terjadi.
Untuk memahami konsep takdir, jadi umat Islam tidak dapat melepaskan diri dari dua dimensi pemahaman takdir. Kedua dimensi dimaksud ialah dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan
Pada masa nubuah, wujud "Lauh" yang dikenal oleh para sahabat adalah sebidang papan atau tulang yang biasa ditulisi. Papan dan tulang itu hanya disebut Lauh jika sudah ditulisi. Sedangkan "Qalam"adalah alat tulis atau pena. Pada masa itu "Qalam" berupa bulu unggas yang dipakai untuk menulis setelah dicelupkan ke tinta terlebih dahulu atau sebatang ranting/kayu yang diruncingkan untuk mengores "Lauh". Demikianlah penggambaran yang diberikan oleh Ibnu Manzhur dalam kitab "Lisanul Arab".
Mengenai Lauh Mahfuzh (Lauh yang selalu dijaga) dan pena yang telah menulisinya ada sebuah atsar marfu'dari Ibnu 'Abbas. Beliau berkata, "sesungguhnya Allah menciptakan Lauh Mahfuzh dari mutiara putih. Kedua sampulnya dari permata yaqut merah. Qalamnya adalah cahaya, tulisannya adalah cahaya, dan lebarnya sejarak antara langit dan bumi,"

Tulisan pada Lauh Mahfuzh
Takdir Allah untuk setiap dan semua mahluk bresifat azali. Sebelum Allah menciptakan semua makhluk -temasuk Qalam dan Lauh Mahfuzh- Allah sudah mengetahui apa yang akan dilakukan oleh setiap makhluk. Kemudian pada masa 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi Allah menciptakan Qalam, lalu diperintahkannya Qalam untuk menulis semua takdir. Hal ini dapat kita pahami dari kedua hadist berikut ini:
"Allah menulis takdir pada makhluk 50.000 tahun sebelum diciptakanya semua langit dan bumi." (H.R.Muslim dari Abdullah bin 'Amru bin 'Ash)
"Benda pertama yang diciptakan oleh Allah adalah pena. Allah berfirman, 'Tulislah!' Pena menjawab, 'Apa yang aku tulis?' Allah berfirman, 'Tulislah takdir yang telah terjadi dan akan terjadi selamanya!'." (H.R.at-Tirmidziy dan dinyatakan shahih oleh al-Albaniy)
Hal ini juga telah Allah terangkan di dalam al-Qur'an. Allah berfirman,
"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kamami menciptakanya. Sesungguhnya Allah mengetahuinya apa saja yang ada dilangit dan dibumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah." (Q.S. al-Hajj:70)
Apa yand terjadi diseluruh alam dijadikan oleh Allah dengan iradah dan masyiah-Nya yang berporos pada rahmat dan hikmah-Nya. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki tersesat dengan hikmah-Nya, semua itu dan semua takdir telah ditulis di dalam Lauh Mahfuzh. Tidak ada seorang pun yang terlewatkan. Apa yang telah terjadi dan akan terjadi sampai hari kiamat. Dan saat kejadianya, semuanya persis seperti apa yang tertulis disana. Tidak sesuatu pun yang bergeser. Ini adalah bukti kesempurnaan ilmu, kuasa dan hikmah Allah.

Dimensi Ketuhanan
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Quran yang menginformasikan bahwa Allah maha kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk menciptakan Takdir.
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin (Al Hadid / QS. 57:3). Allah tidak terikat ruang dan waktu, bagi-Nya tidak memerlukan apakah itu masa lalu, kini atau akan datang).
Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan sungguh telah menetapkannya (takdirnya) (Al-Furqaan / QS. 25:2)
Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah (Al-Hajj / QS. 22:70)
Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya (Al Maa'idah / QS. 5:17)
Kalau Dia (Allah) menghendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya (Al-An'am / QS 6:149)
Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat (As-Safat / 37:96)
Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan (Luqman / QS. 31:22). Allah yang menentukan segala akibat (Kausalitas).

Dimensi kemanusiaan
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Quran yang meginformasikan bahwa Allah memperintahkan manusia untuk berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai cita-cita dan tujuan hidup yang dipilihnya.
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia (Ar Ra'd/ QS. 13:11)
(Allah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Al Mulk / QS. 67:2)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Nasrani, Shabiin (orang-orang yang mengikuti syariat Nabi zaman dahulu, atau orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa), siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan beramal saleh, maka mereka akan menerima ganjaran mereka di sisi Tuhan mereka, tidak ada rasa takut atas mereka, dan tidak juga mereka akan bersedih (Al-Baqarah / QS. 2:62). Iman kepada Allah dan hari kemudian dalam arti juga beriman kepada Rasul, kitab suci, malaikat, dan takdir.
... barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir... (Al Kahfi / QS. 18:29)

Implikasi Iman kepada Takdir
Kesadaran manusia untuk beragama merupakan kesadaran akan kelemahan dirinya. Terkait dengan fenomena takdir, maka wujud kelemahan manusia itu ialah ketidaktahuannya akan takdirnya. Manusia tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi. Kemampuan berfikirnya memang dapat membawa dirinya kepada perhitungan, proyeksi dan perencanaan yang canggih. Namun setelah diusahakan realisasinya tidak selalu sesuai dengan keinginannya. Manusia hanya tahu takdirnya setelah terjadi.
Oleh sebab itu sekiranya manusia menginginkan perubahan kondisi dalam menjalani hidup di dunia ini, diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk merubahnya. Usaha perubahan yang dilakukan oleh manusia itu, kalau berhasil seperti yang diinginkannya maka Allah melarangnya untuk menepuk dada sebagai hasil karyanya sendiri. Bahkan sekiranya usahanya itu dinilainya gagal dan bahkan manusia itu sedih bermuram durja menganggap dirinya sumber kegagalan, maka Allah juga menganggap hal itu sebagai kesombongan yang dilarang juga (Al Hadiid QS. 57:23).
Kesimpulannya, karena manusia itu lemah (antara lain tidak tahu akan takdirnya) maka diwajibkan untuk berusaha secara bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu beribadah kepada Allah. Dalam menjalani hidupnya, manusia diberikan pegangan hidup berupa wahyu Allah yaitu Al Quran dan Al Hadits untuk ditaati.
Memahami Takdir Illahi. Di dalam memahami takdir Illahi, setiap manusia harus merujuk pada apa yang terdapat dalam Rukun Iman yang telah dipaparkan dalam Hadis Rasulullah Saw yakni Percaya pada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada rasul-rasul-Nya, kepada hari akhir dan percaya pada Qada dan Qadar-Nya. Keenam poin yang termaktup dalam Rukun Iman di atas harus kita yakini seyakin-yakinya, guna melahirkan dan menumbuhkan ketabahan dan kesabaran yang penuh di dalam menerima ujian dan cobaan dari Allah Swt, karena tidak ada manusia yang tidak luput dari cobaan dan ujian. Dan mewujudkan kepercayaan yang tinggi bahwa dalam penciptaan manusia, Allah Swt menetapkan apa yang disebutkan agama dengan langkah, rezeki, pertemuan dan maut. Serta segala sesuatu yang baik (kenikmatan) atau segala sesuatu yang buruk (bencana maupun musibah).
Lima poin di atas kebanyakan dari manusia khususnya manusia muslim mungkin sudah bisa merealisasikanya dengan baik dan benar melalui amal ibadah kita sehari-hari. Apakah itu amalan yang dikerjakan secara munfarit (sendiri) atau berjamaah, saling sehat-menasehati dan menaburkan kebaikan yang kesemuanya itu terangkum dalam ber-Amar Makruf dan ber-Nahi Mungkar. Dengan satu pengharapan, keridhoan dan pahala dari Allah Swt. Lalu bagaimana dengan poin ke enam mengimani dan mempercayai adanya takdir dalam bentuk Qada & Qadar yang divoniskan Allah pada umat manusia?, bagaimana pula kita memahami dan mengimaninya ? sehingga apapun bentuk takdir apakah itu baik atau buruk, rasa syukur dan optimis tetap diterapkan dalam hidup dan kehidupan ini, dengan satu tekad Allah pun pasti memberikan jalan keluarnya.
Mengimani takdir Ilahi atau Qada & Qadar akan memberikan pelajaran pada manusia, bahwa segala sesuatu yang telah dan yang akan terjadi di jagat raya ini sudah sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan oleh zat yang maha tinggi. Sebagai muslim sejati kita dituntut untuk mentaati, menerima dan mematuhi. Seperti yang difirmankan Allah Swt dalam Qs Al Ahzab-36 “Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak pula bagi perempuan mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia berada dalam kesesatan yang nyata “
Setiap manusia memiliki ketentuan/ketetapan yang telah digariskan Allah dalam hidupnya, seperti yang di tegaskan Allah dalam Qs Ahzab-36 di atas. Namun memahami takdir (Qada & Qadar) acap kali melahirkan ketidakcocokan dan kesalahpahaman. Oleh karena itu untuk menyingkapinya kembali suatu keharusan memperhatikan dengan seksama (Al Quran dan Hadis Saw) yang menjelaskan akan hal tersebut. Agar kita bisa meluruskan segala hal yang terjadi sesuai dengan sikap positif dalam Islam (Positive Thinking).
Kalimat Qada dan Qadar berasal dari bahasa Arab yang memiliki beberapa makna di antaranya Qada yang berati “Hukum” atau “Keputusan”. Hal ini dapat kita pahami dalam Qs An Nisaa-65 “Maka demi Tuhan mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap keputusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. Dalam menerima suatu keputusan/ketetapan apalagi yang datangnya dari Allah Swt keikhlasanlah yang akan dituntut dari seorang hamba. Qada, yang berarti juga “Kehendak” atau “Menjadikan” yang dimaksud di sini telah diterangkan Allah Qs Ali Imran-47 “Maryam berkata yaa Tuhanku apakah mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-laki manapun, Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril) Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendakinya. Apabila Allah berkehendak untuk menciptakan sesuatu maka Allah hanya cukup berkata “Jadilah” lalu jadilah dia”. Hal ini juga dapat kita lihat dalam Qs Fushshilat-12, yang mengupas tentang ketentuan Allah terhadap alam semesta dan jagat raya ini.
Begitu juga dengan kalimat Qadar yang bermakna “ukuran” firman Allah dalam Qs Ar Ra’d-17 yang menjelaskan bagaimana Allah Swt mengumpamakan yang benar itu sebagai air atau logam yang bermanfaat, sedangkan yang buruk/bathil itu sama dengan buih/sisa, tahi logam yang akan lenyap dan tidak ada guna sama sekali bagi manusia. Qadar Allah juga berarti “Kepastian” “Lalu Kami tentukan bentuknya maka Kami sebaik-baik yang menentukan (Qs Al Mursalat-23 ). Sedangkan dalam bahasa Indonesia Qada & Qadar dalam artinya sederhananya biasa kita sebut dengan Takdir Ilahi atau ketentuan Allah Taalla.
Pernah seorang teman mengeluh saat ia mendapat cobaan berkali-kali. “Mengapa ya Tuhan tidak bersikap adil kepada saya? Sampai sekarang saya masih saja menderita. Takdir saya buruk sekali! Mengapa Tuhan tidak kasihan kepada saya?”
Saat itu saya tidak mau menjawab persoalan yang tidak mudah ini. Saya hanya katakan agar ia bersabar terhadap ujian Allah SWT itu. Mudah-mudahan itu akan menjadi kafarat atas berbagai dosa dan jadi tabungan baik di akhirat kelak.
Namun tetap saja ia tidak puas dan masih tetap mengeluh, “Saya sudah lakukan semua perintah Allah. Setiap hari saya berdoa agar saya dilepaskan dari berbagai derita. Namun tetap saja Allah tak mendengar dan tak mau mengabulkan do’a saya.”
Bagaimana Anda menjawab persoalan pelik ini?
Ini memang bukan teka-teki hidup yang mudah kita pahami. Banyak rahasia Allah SWT yang tidak bisa ditembus oleh ketinggian pengetahuan dan teknologi manusia. Apa arti dari semua peristiwa kehidupan ini? Mengapa tiba-tiba turun bencana besar yang menghabiskan segalanya dan menewaskan ribuan manusia? Mengapa Amerika dan Israel yang menguasai dunia? Mengapa orang jahat lebih kaya dan lebih sejahtera hidupnya, sementara orang-orang baik dan suci menderita? Mengapa koruptor besar itu dibebaskan? Mengapa perbuatan baik kita tidak mendapat ganjaran sepadan? Mengapa para Nabi bisa dibunuh? Mengapa mereka tidak menang saja? Apakah Tuhan tidak menolong mereka?
Pasti banyak pertanyaan-pertanyaan besar seperti itu yang susah untuk bisa kita jawab. Sebelum saya melanjutkan diskusi ini, saya ingin mendapat masukan Anda semua, para pembaca.
Silakan berkontribusi ya!
Sambil menunggu pendapat yang lain, saya coba kutip satu masukan menarik tentang apa itu takdir, yang saya peroleh dari buku “Anak, Antara Kekuatan Gen dan Pendidikan”, karangan Prof. Muhammad Taqi Falsafi.
Disitu diambil sebuah ilustrasi tentang seseorang yang mencoba menjatuhkan dirinya dari atas sebuah gedung bertingkat tinggi ke sebuah batu marmer yang keras. Orang tua itu berkata, “Kalau memang sudah ditakdirkan mati, maka saya akan mati. Dan jika ditakdirkan hidup, pasti saya akan tetap hidup.”
Menurut Prof. Falsafi, sungguh orang ini telah keliru besar memahami persoalan takdir. Katanya, Allah SWT telah mempunyai takdir-takdir paksaan dalam masalah ini dan juga punya takdir ikhtiar di sisi yang lain.
Adapun takdir paksaan dalam masalah ini adalah:
1. Qadha dan qadar Allah telah menjadikan marmer sebagai batu keras dan kuat
2. Tengkorak kepala manusia diciptakan (berdasarkan qadha dan qadar Allah) dari tulang yang lembut dan berpotensi untuk pecah.
3. Qadha dan qadar Allah telah menetapkan adanya hukum gravitasi yang akan membuat benda jatuh ke tanah.
4. Qadha dan qadar Allah memutuskan bahwa setiap orang yang melemparkan diri dari ketinggian ke tanah yang keras, niscaya tulangnya akan hancur berantakan dan otaknya berhamburan keluar.
5. Qadha dan qadar Allah juga memutuskan bahwa setiap manusia harus mati ketika otaknya hancur.
6. Qadha dan qadar Allah jua telah memutuskan bahwa manusia mempunyai kehendak dan ikhtiar/pilihan. Ia bisa menjatuhkan dirinya lalu mati, atau menahan diri untuk tidak melakukan bunuh diri itu, lalu turun menuruni tangga dengan selamat.
Lalu beliau mengutip satu riwayat dari Ibnu Nabatah, bahwa Ali bin Abi Thalib kw, pernah pada suatu hari berpindah dari satu tembok ke tembok yang lain. Para sahabat menegur beliau, “Wahai Amirul Mukminin, apakah Anda lari dari qadha Allah?” Imam Ali menjawab, “Saya lari dari qadha Allah menuju qadar Allah Azza wa Jalla.”
Maka, kalau kedua kalimat di atas dikonotasikan dengan Allah akan menjadi Qadha Allah dan Qadar Allah yang menggambarkan konotasi yang saling mengisi dan melengkapi yang bersifat tetap, istilah agamanya dikenal dengan “Sunatullah” atau segala sesuatu bergerak sesuai dengan ketentuan dan kehendak dari sang maha pencipta dan maha mengetahui. Jelasnya kita sebagai manusia yang diberi akal, pikiran dan hati dapat menentukan pilihan dalam berbagai masalah, sebagai khalifah dalam kebebasan tersebut yang diberikan Allah dalam hal iman atau kafir, baik atau buruk, sorga atau neraka. Namun dalam hal tertentu pula baik di dunia maupun di akhirat akan digariskan pula oleh Allah Swt.
Di dalam memahami Takdir Illahi atau Qada & Qadar Al Quran Nul Karim dan sunah Rasulullah Saw memberikan beberapa tahapan yang harus dikaji lewat pemahaman yang mendalam dari manusia, agar manusia itu tidak terjerembab masuk ke lumpur dosa dan rasa keputus asaan akibat rasa pesimis dalam menerima takdir tersebut. Di antaranya : Al-Iim (pengetahuan) yaitu mengimani dan meyakini bahwa Allah itu maha tahu atas segala sesuatu apa-apa yang ada di langgit dan di bumi. Baik secara umum maupun secara terperinci dan detail, baik perbuatan yang di nampakan maupun yang tersembunyi, baik perbuatan-Nya, perbuatan makhlik-Nya dan tak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi-Nya.
Al Kitabah ( Penulisan ) yaitu mengimani bahwa Allah Swt telah menuliskan ketetapan segala sesuatu dalam Lauh Mahfuzh yang ada di sisi-Nya. Allah Swt berfirman dalam Qs Al Hajj-70 “ Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langgit dan di bumi, bahwa yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab ( Lauh Mahfuzh ) bagi Allah. Mengenai Ayat ini pernah di pertanyakan pada Rasulullah Saw, mengapa kita mesti berusaha dan tidak pasrah, nrimo saja dengan takdir, garis, nasib yang telah tertulis yaa Rasulullah ?. Beliau Saw memjawab, berusahalah kalian, masing-masing akan di mudahkan menurut takdir yang telah di tentukan baginya. Seperti yang di firmankan Allah Swt dalam Qs Al Lail ayat 5-11 “Adapun orang yang memberikan hartanya di jalan Allah bertaqwa, membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga). Maka, kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah dan adapun orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup maka kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila dia telah binasa (mati). Manusia hanya bisa berusaha semaksimal mungkin, Allah Swt yang menentukan segalanya. Musibah dan bencana dalam bentuk dan rupa apapun merupakan takdir Illahi yang akan di alami setiap orang tidak ada yang bisa mengelak dari hal ini.
Pemahaman yang lain yang harus kita miliki dalam mengimani takdir Ilahi adalah Al Masyi’ah (kehendak) dari Allah Swt lihat Qs At Takwir-28-29 yang menerangkan bahwa kehendak Allah yang berlaku secara mutlak terhadap alam semesta ini. Al Khalq (Penciptaan) yaitu mengimani bahwa Allah Swt pencipta dari segala sesuatu, apa yang ada di langgit dan di bumi penciptanya tiada lain adalah Allah Swt sampai pada kematian dengan sebab apapun di ciptakan Allah Aza Wajalla. (lihat Qs Al Mulk-2.)
Dengan segala keterbatasan dan kekuarangan yang kita punyai sebagai manusia di sela-sela kelebihan yang di miliki Allah, hendaknya selalu menjadi renungan bagi diri untuk selalu mematuhi segala perintah dan larangan-Nya. Semoga takdir dan keadaan yang buruk dan menyusahkan di jauhkan Allah dalam kehidupan kita. Dengan memantapkan Ikhtiar dengan sungguh-sungguh serta suatu keyakinan bahwa apa-apa yang kita inginkan tidak akan datang dengan sendirinya. Namun, untuk meraih itu semua di butuhkan usaha dengan benar dan penuh kesabaran sambil bertawakal dan menyerahkan diri pada Allah Swt yang mengendalikan kebaikan dan keburukan itu.
Kalau hal ini sudah tertanam dalam jiwa, hati dan pikiran serta selalu berlaku sabar, maka pemahaman kita terhadap Takdir Ilahi dalam warna Qada & Qadar Insya Allah akan membwa kita pada jenjang iman dan taqwa di bawah lindungan sang Ilahi Rabbi, menanamkan kesadaran dalanm diri bahwa memang Dialah di atas segala-galanya. Serta senantiasa menyadari dan menerima realita, membangun kesabaran yang mantap yang akan menjadi pemicu dalam berusaha dengan bekal keoptimisan diiringi dengan doa dan tawakal pada-Nya. Diri kita ini seakan tiada berarti, ibarat sebutir debu di tenggah padang pasir yang luas tak bertepi, berhadapan dengan kemaha kuasaan dan kemaha perkasaan Allah Aza Wajalla… Allah Huu A’llam.
Diposkan oleh maman di 01:12 0 komentar Link ke posting ini

NUR ALLAH
Pengenalan Nur (Cahaya)
Nur atau cahaya itu ialah sesuatu yang menyebabkan kita nampak dengan jelas akan sesuatu. Baik dengan mata kepala (nazariah) kita atau mata hati (Basariah). Ia adalah perlu untuk kehidupan manusia terutama dalam kehidupan yang berhubung dengan agama dan penerimaan petunjuk daripada Allah s.w.t.

Hakikat Nur
Nur bermaksud cahaya, lawannya gelap. Selain itu nur juga berarti petunjuk atau hidayah. Allah s.w.t berfirman di dalam Al-Quran. Di dalam Al-Quran, terdapat 43 perkataan An-Nur yang membawa pelbagai makna. Antaranya :
1 Petunjuk dan Keimanan
Allah Pelindung bagi orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang orang yang kafir, pelindung mereka adalah Thagut (syaitan), mengeluarkan mereka daripada Nur petunjuk dan iman kepada kegelapan iaitu kekufuran.1
2 Waktu Siang
Maha suci Allah yang menjadikan langit dan bumi dan telah menjadikan kegelapan dan cahaya.2
2 Nabi Muhammad saw
Telah datang kepada kamu nur yaitu Nabi Muhammad dan kitab yang nyata.3
3 Taurat dan Injil
Dan kami datangkan Injil didalamnya ada petunjuk dan Nur.4 Dan kami datangkan kepadanya taurat di dalamnya ada petunjuk dan Nur.5

PEMBAHASAN AYAT 35 DARI SURAH AN-NUR
Allah pemberi cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang besar yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita. Pelita itu di dalam kaca dan kaca itu seakan-akan bintang yang begemerlapan yang dinyalakan dari pohon yang banyak berkahnya, yaitu pohon zaitun yang tidak tumbuh di sebelah Timur dan tidak pula tumbuh di sebelah Barat. Yang minyaknya sahaja hampir-hampir menerangi, walaupun tidak di sentuh api. Cahaya di atas cahaya berlapisan, Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dikehendaki dan Allah membuat perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.6
Terjemahan Ayat Dalam Bahasa Inggris
Allah is the Light of the heavens and the earth. The parable of His Light is as (if there were) a niche within it a lamp : the lamp is in the glass, the glass as it were a brilliant star, lit from a blessed tree, an olive, neither of the east nor of the west, whose oil would almost glow forth (of itself) through no fire touched it. Light upon Light! Allah guides to His Light whom He wills. And Allah sets forth parables for mankind, and Allah is Knower of everything.
Pendapat Ulama Tafsir Berkenaan Perumpamaan Pada Ayat 35 Surah An-Nur Kenyataan Pada Ayat
1. Allah, Dialah cahaya langit dan bumi
2. Bandingan nur-Nya adalah seperti sebuah "Misykaat"
3. Allah memimpin sesiapa yang dikehendaki-Nya kepada nur-Nya itu
4. Allah mengemukakan berbagai-bagai perumpamaan untuk umat manusia
5. Allah Maha Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu

Perumpamaan Pada Ayat
1. Nur-Nya adalah seperti sebuah Misykat
2. Misykat yang berisi sebuah lampu (Misbah)
3. Lampu itu di dalam kaca (Zujajah)
4. Kaca itu pula jernih terang laksana bintang yang bersinar cemerlang (Kaukabun Durriyun)
5. Lampu itu dinyalakan dengan minyak dari pokok yang banyak manfaatnya (Syajarah Mubarakah)
6. Yaitu pokok zaitun yang bukan sahaja disinari matahari semasa naiknya dan bukan sahaja semasa turunnya (La Syarqiyyah Wa La Gharbiyyah)
7. Hampir-hampir minyaknya itu dengan sendirinya memancarkan cahaya walaupun ia tidak disentuh api (Yakaadu zaituha yudhi-u walau lam tamsashu naar)
8. Cahaya berlapis cahaya (Nur ‘ala Nur)

Tafsiran Ayat
Allah yang empunya cahaya dan dengan cahaya itu penduduk yang ada di langit dan di bumi ini dipimpinNya dan ditunjuki-Nya dengan bukti-bukti wujud alam semesta dan bukti pengajaran yang dibawa oleh para utusanNya. Maka dengan cahaya-Nya itulah manusia akan terpimpin ke jalan yang hak dan terhindar dari kesesatan.
Perumpamaan bukti yang dipancarkan keseluruh alam ini ibarat cahaya dari sebuah lampu pelita yang terletak di dalam sebuah lubang dinding, atau pembuluh seperti lampu suluh.
Dan pelita atau lampu itu sifatnya seperti berikut :
Pelita yang bercahaya itu berada di dalam sebuah kaca atau gelas yang terang dan bersinar. Kaca yang menutupi pelita itu seolah-olahnya seperti sebuah bintang yang amat besar daripada jenis bintang-bintang di langit seperti bintang timur (zuhrah) ataupun bintang musytari.
Pelita itu menyala dengan perantaraan minyak zaitun yang membasahi sumbunya, dari sebatang pohon yang menghasilkan buah zaitun, dan pohon itu dinamakan Syajarah Al-Mubarakah (pohon yang berkat) kerana buah zaitun itu minyaknya mempunyai kegunaan atau faedah yang sangat banyak. Pohon zaitun itu pula tumbuhnya di lereng-lereng gunung atau di padang-padang pasir yang luas, terdedah di bawah sinaran matahari, tidak terlindung oleh sesuatu apa pun selama terbit matahari itu hingga terbenam. Dan minyak zaitun itu pula sangat jernih. Lafaz La Syarqiyyah Wala Gharbiyyah (tidak di timur dan di barat) maksudnya, pohon zaitun itu kebanyakannya tumbuh di negeri-negeri daerah timur tengah seperti Syam (sekarang Syria) dan dia bukanlah negeri timur atau negeri barat. Oleh kerana minyak zaitun itu terlalu jernih, kelihatanlah dari jauh seolah-olah dia yang menyinarkan cahaya, dan kalau disentuh oleh api, maka akan bertambah-tambah lagi terang cahayanya. Maka inilah yang dinyatakan oleh Allah swt dengan firmannya Nur ‘Ala Nur (Cahaya Atas Cahaya).
Dimaksudkan di sini Cahaya Allah itu diumpamakan sebagai petunjuk daripada Al-Quran, dan ia adalah seperti pelita yang terang benderang menerangi umat manusia yang hidupnya di dalam gelap gelita, yakni kejahilan. Cahaya Al-Quran itulah laksana cahaya lampu, dan lampu itu berada di dalam sebuah kaca atau gelas yang sangat jernih, sedang cahayanya pula seperti cahaya bintang yang berkilau-kilauan di atas langit. Lampu itu dinyalakan oleh minyak zaitun, yang tumbuh pohonnya kebanyakan di negeri yang bukan barat dan bukan timur.
Sedang minyaknya sangat jernih pula, sehingga kerana kejernihannya seolah-olahnya bercahaya dengan sendiri maskipun ia tidak disentuh oleh api – ibarat lampu elektrik zaman ini. Wujudnya tenaga elektrik itu tidaklah ditentukan datangnya dari barat ataupun dari timur. Maka dari elektrik, lampu nyala dengan sendirinya tanpa menggunakan api. Begitulah dibaratkan hati seorang manusia mukmin itu dapat menerima petunjuk sebelum di didatangi ilmu pengetahuan. Apabila dia didatangi ilmu pengetahuan, semakain mendapat petunjuk pula dan inilah yang diakatakan Cahaya Atas Cahaya.

ulasan selengkapnya masih panjang ....

Jumat, 09 Juli 2010

PENGENALAN DIRI & DAMBAAN SPIRITUAL

TINGKAT-TINGKAT KEPRIBADIAN MANUSIA

Abdul Fattah Rashid Hamid Ph.D., Seorang psikolog Muslim lulusan St. Louis University USA , dalam bukunya “ Pengenalan Diri dan Dambaan Spiritual” menyebutkan bahwa perjalanaan setiap Individu dalam menuju kesempurnaan kepribadiannya akan melewati tingkatan kepribadian sebagai berikut :

Kepribadian Tingkat I : AN-NAFS al- AMARAH
Pada tingkat ini manusia condong pada hasrat dan kenikmatan dunia. Minatnya tertuju pada pemeliharaan tubuh, kenikmatan selera-selera jasmani dan pemanjaan Ego. Di tingkat ini Iri, Serakah, Sombong, Nafsu Seksual, Pamer, Fitnah, Dusta, Marah dan sejenisnya, menjadi paling dominan.

Kepribadian Tingkat II : AN-NAFS al-LAWWAMAH
Pada tingkat ini manusia sudah mulai melawan nafsu jahat yang timbul, meskipun ia masih bingung tentang tujuan hidupnya. Jiwanya sudah melawan hasrat-hasrat rendah yang muncul. Diri masih menjadi subjek yang dikendalikan hasrat-hasrat yang bersifat fisik, ia masih sering tertipu oleh muslihat dunia yang sementara ini.

Kepribadian Tingkat III : AN-NAFS al- MULHIMA
Pada tingkat ini manusia sudah menyadari cahaya sejati tidak lain adalah petunjuk Allah. Semangat Takwa dan mencari Ridha Allah adalah semboyannya. Ia tidak lagi mencari kesalahan-kesalahan orang lain tetapi ia selalu introspeksi untuk menjadi hamba Allah yang lurus. Ia selalu berzikir dan mengikuti sunnah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.

Kepribadian Tingkat IV : AN- NAFS al-QANAAH
Pada tingkat ini hati telah mantap, merasa cukup dengan apa yang dimilikinya dan tidak tertarik dengan apa yang dimiliki oleh orang lain. Ia sudah tidak ingin berlomba untuk menyamai orang lain .
Ketinggalan ‘status ‘baginya bukan berarti keterbelakangan dan kebodohan. Ia menyadari bahwa ketidakpuasan atas segala sesuatu yang telah ditetapkan ALLAH menunjukkan keserakahan dan ketidakmatangan pribadi. Pada tingkat ini , manusia mengetahui bahwa seseorang tidak dapat memperoleh kebaikan apapun kecuali dengan kehendak ALLAH. Hanya ALLAH yang mengetahui apa yang terbaik dalam situasi apapun.

Kepribadian Tingkat V : AN-NAFS al- Mut’MAINNAH
Pada tingkat ini manusia telah menemukan kebahagiaan dalam mencintai ALLAH SWT. Ia tidak ingin memperoleh pengakuan dalam masyarakat atau apapun tujuannya. Jiwanya telah tenang, terbebas dari ketegangan, karena pengetahuannya telah mantap bahwa segala sesuatu akan kembali pada ALLAH. Ia benar-benar telah memperoleh kualitas yang sangat baik dalam ketenangan dan keheningan.

Kepribadian Tingkat VI : An-NAFS al- RADIYAH
Ini adalah ciri tambahan bagi jiwa yang puas dan tenang. Ia merasa bahagia karena ALLAH Ridha padanya . Ia selalu waspada akan tumbuhnya keengganan yang paling sepele terhadap kodratnya sebagai abdi Tuhan. Ia menyadari bahwa islam adalah fitrah insan dan ia pun haqqul yaqin pada firman ALLAH : “.....Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu...”Ia patuh pada Allah semata-mata hanya sebagai perwujudan rasa terimakasih nya.

Kepribadian Tingkat VII : An-Nafs al-KAMILAH
Ini adalah tingkat manusia yang telah sempurna (al-insan al –Kamil)
Kesempurnaannya adalah kesempurnaan moral yang telah bersih dari semua hasrat kejasmanian sebagai hasil kesadaran murni akan pengetahuan yang sempurna tentang ALLAH. “Selubung diri “ nya telah terbuka hanya mengikuti kesadaran Illahi. Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah contoh manusia yang telah sampai pada tingkat ini. Kepribadiannya mengungkapkan segala hal yang mulia dalam kodrat manusia .

Ditingkat manakah diri kita berada? Marilah kita berjihad dalam diri untuk sama-sama memperbaiki peringkat kepribadian kita. Seorang ahli hikmah berkata ;“Barangsiapa hendak memperbaiki jiwa hendaklah bersungguh-sungguh menekan diri sampai terbebas dari keburukannya “
Wallahualam bishawab

(Sumber : Ir Permadi Alibasyah : “Bahan Renungan Kalbu” )

Rabu, 07 Juli 2010

Beberapa Hadits Qudsi

Qudsi 1.) Abu dzar al Ghifari ra, menerangkan bahwa nabi saw bersabda tetang apa yang beliau riwatkan dari Rabb-nya Azza wa jalla, sesungguhnya dia berfirman, "Wahai hamba-Ku sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman kepada diri-Ku dan Aku menjadikan kezaliman itu haram di antara kamu, oleh karena itu janganlah kamu saling menzalimi "Wahai hamba-Ku kamu semua tersesat kecuali Ku-beri petunjuk, oleh karena itu mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku memberikannya kepadamu "Wahai hamba-Ku, kamu semua lapar, kecuali yang Ku-beri makan, oleh karena itu mintalah kepada-Ku, niscaya Aku memberikannya kepadamu "wahai hamba-Ku , kamu semua telanjang kecuali Ku-beri pakaian , oleh karena itu mintalah pakaian kepada-Ku nicaya Aku memberikannya kepadamu "Wahai hamba-Ku sesungguhnya kamu semua berbuat salah di malam dan siang hari . sedangkan Akum mengampuni semua dosa, oleh karen itu mohonlah ampun kepada- Ku niscaya Aku mengampunimu "wahai hamba-Ku kamu tidak akan mampu memberi mudharat untuk-Ku sehingga bisa menimpakan mudharat kepada-Ku dan kamu tidak akan mampu memberi manfaat untuk-Ku sehingga bisa memberi manfaat kepada-Ku "wahai hamba-Ku meskipun yang pertama dan terakhir , baik jin maupun manusia diantara kamu berada pada hati orang yang paling bertaqwa diantara kamu, maka hal itu tidak akan menambah apapun terhadap kekuasaan-Ku. "Wahai hamba-Ku meskipun yang pertam dan terakhir baik jin maupun manusia berada pada hati orang yang paling jahat diantara kamu, maka hal itu tidak akan mengurangi apapun dari kekuasaan-Ku "Wahai hamba-Ku mesikipun orang yang pertama dan terakhir , baik jin maupun manusia, berkumpul disebuah bukit dan mohon kepada-Ku lalu Aku mengabulkan permohonan mereka masing-masing , maka hal itu tidak akan mengurangi sediktpun apa-apa yang ada pada-Ku, kecuali seperti jarum yang dicelupkan ke laut dandiangkat lagi. Wahai hamba-Ku sesungguhnya Aku mencatat amalmu dan membalasnya. oleh karena itu barang siapa mendapatkan kebaikan , maka hendaklah ia memuji Alloh, dan barang siapa mendapatkan selain itu, maka janganlah mencela, selain dirinya sendiri (HR Muslim)
2.)Dari anas ra, dari nabi saw, beliau menceritakan yang difirmankan oleh tuhan yang maha mulia lagi maha agung " Apabila seseorang mendekatkja diri kepada-Ku sejengkal maka aku akan mendekat sehasta, apabila ia mendekatkan diri kepada-Ku sehasta maka Aku mendekat sedepa, dan apabila ia datang kepada-Ku dengan berjalan maka Aku datang dengan berlari (Hr Bukhari )

3. Dari abu dzar ra ia berkata ; Rasulullah saw bersabda Alloh Azza wa jalla berfirman,; siapa saja yang mengerjakan satu kebaikan , ia akan dibalas dengan sepuluh kali lipat atau lebih, dan siapa saja yang mengerjakan satu kejahatan, ia akan dibalas dengan satu kejahatan atau Aku akan mengampuninya, siapa yang mendekat kepada- Ku sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta,Siapa saja yang mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku akan mendekat kepadanya sedepa, siapa saja yang datang kepadaKu dengan berjalan , maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari, dan siapa saja yang menghadap kepada-Ku dengan dosa seisi bumi banyaknya , sedangkan ia tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, maka Aku akan menerimanya dengan ampunan sebanyak isi bumi juga (HR Muslim)

4. Dari Said bin Abdul Aziz dari Rabi'ah bin Yazid dari Abu Idris al-Khawlani dari Abu Zar, iaitu Jundub bin Junadah r.a. dari Nabi s.a.w., dalam sesuatu yang diriwayatkan dari Allah Tabaraka wa Ta'ala, bahawasanya Allah berfirman - ini adalah Hadis Qudsi:
"Hai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku mengharamkan pada diriku sendiri akan menganiaya dan menganiaya itu Kujadikan haram di antara engkau sekalian. Maka dari itu, janganlah engkau sekalian saling menganiaya.
Wahai hamba-hambaKu, engkau semua itu tersesat, kecuali orang yang Kuberi petunjuk. Maka itu mohonlah petunjuk padaKu, engkau semua tentu Kuberi petunjuk itu.
Wahai hamba-hambaKu, engkau semua itu lapar, kecuali orang yang Kuberi makan. Maka mohonlah makan padaKu, engkau semua tentu Kuberi makanan itu.
Wahai hamba-hambaKu, engkau semua itu telanjang, kecuali orang yang Kuberi pakaian. Maka mohonlah pakaian padaKu, engkau semua tentu Kuberi pakaian itu.
Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya engkau semua itu berbuat kesalahan pada malam dan siang hari dan Aku inilah yang mengampunkan segala dosa. Maka mohon ampunlah padaKu, pasti engkau semua Kuampuni.
Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya engkau semua itu tidak dapat membahayakan Aku. Maka andaikata dapat, tentu engkau semua akan membahayakan Aku. Lagi pula engkau semua itu tidak dapat memberikan kemanfaatan padaKu. Maka andaikata dapat, tentu engkau semua akan memberikan kemanfaatan itu padaKu.
Wahai hamba-hambaKu, andaikata orang yang paling mula-mula - awal - hingga yang paling akhir, juga semua golongan manusia dan semua golongan jin, sama bersatu padu seperti hati seseorang yang paling taqwa dari antara engkau semua, hal itu tidak akan menambah keagungan sedikitpun pada kerajaanKu.
Wahai hamba-hambaKu, andaikata orang yang paling mula-mula - awal - hingga yang paling akhir, juga semua golongan manusia dan semua golongan jin, sama bersatu padu seperti hati seseorang yang paling curang dari antara engkau semua, hal itu tidak akan dapat mengurangi keagungan sedikitpun pada kerajaanKu.
Wahai hamba-hambaKu, andaikata orang yang paling mula-mula - awal - hingga yang paling akhir, juga semua golongan manusia dan semua golongan jin, sama berdiri di suatu tempat yang tinggi di atas bumi, lalu tiap seseorang meminta sesuatu padaKu dan tiap- tiap satu Kuberi menurut permintaannya masing-masing, hal itu tidak akan mengurangi apa yang menjadi milikKu, melainkan hanya seperti jarum bila dimasukkan ke dalam laut - jadi berkurangnya hanyalah seperti air yang melekat pada jarum tadi.
Wahai hamba-hambaKu, hanyasanya semua itu adalah amalan-amalanmu sendiri. Aku menghitungnya bagimu lalu Aku memberikan balasannya. Maka barangsiapa mendapatkan kebaikan, hendaklah ia memuji kepada Allah dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, hendaklah jangan menyesali kecuali pada dirinya sendiri."
Said berkata: "Abu Idris itu apabila menceriterakan Hadis ini, ia duduk di atas kedua lututnya." (Riwayat Muslim)

5. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: "Siapa orang yang lebih menganiaya daripada seseorang yang mencuba-cuba menciptakan sebagaimana yang Aku menciptakannya. Baiklah mereka itu membuat seekor semut kecil atau baiklah membuat sebuah biji atau baiklah mereka itu menciptakan sebiji sya'ir." (Muttafaq 'alaih)

6.Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah Ta'ala berfirman:"Tidak ada balasan bagi seseorang hambaKu yang mu'min di sisiKu, di waktu Aku mengambil - mematikan - kekasihnya dari ahli dunia, kemudian ia mengharapkan keredhaan Allah, melainkan orang itu akan mendapatkan syurga." (Riwayat Bukhari)
7. Dari Anas r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah 'Azza wa jalla berfirman:"Jikalau Aku memberi cubaan kepada hambaKu dengan melenyapkan kedua matanya - yakni menjadi buta, kemudian ia bersabar, maka untuknya akan Kuberi ganti syurga kerana kehilangan keduanya yakni kedua matanya itu." (Riwayat Bukhari)

Senin, 07 Juni 2010

NAMIMAH (FITNAH/ADU DOMBA)

http://tanbihul_ghafilin.tripod.com/namimah.htm

Abul Laits Assamarqandi meriwayatkan dengan sanadnya dari Hudzaifah r.a. berkata: Saya telah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak akan masuk syurga tukang fitnah." Diriwayatkan juga dari Abu Hurairah r.a. berkata Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apakah kamu tahu siapakah sejahat-jahat kamu?" Jawab sahabat: "Allah s.w.t. dan Rasulullah s.a.w. yang lebih tahu." Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sejahat-jahat kamu ialah orang yang bermuka dua, yang menghadap kepada ini dengan wajah dan datang kesana dengan wajah yang lain."

Abul Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibn Abbas r.a. berkata: "Rasulullah s.a.w. berjalan melalui dua kubur yang baru ditanam, lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya kedua kubur ini sedang disiksa dan tidak disiksa kerana dosa besar, adapun yang satu maka tidak bersih jika cebok dari kencingnya dan yang kedua biasa berjalan membangkitkan fitnah. Kemudian Rasulullah s.a.w. mengambil dahan pohon yang hijau lalu dibelah dan menancapkan diatas kubur masing-masing. Sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, mengapakah engkau berbuat itu?" Jawab Rasulullah s.a.w.: "Semoga Allah s.w.t. meringankan keduanya selama dahan ini belum kering."

Maksud bukan dosa besar itu dalam pandangan kita padahal akibatnya besar sebab bila cepat dalm memcebok (mencuci) sesudah buang air kecil lalu masih menitis bererti tidak sah memakai pakaian yang najis, kerana itu tidak memperhatikan bersuci itu besar akibatnya disisi Allah s.w.t. kerana diakhirat itu tidak ada tempat selain syurga atau neraka, maka bila dinyatakan tidak masuk syurga maka bererti masuk neraka.

Maka wajib atas orang yang adu dumba atau pemfitnah supaya segera bertaubat sebab adu domba itu suatu kehinaan didunia dan siksa didalam kubur dan neraka dihari kiamat tetapi bila ia bertaubat sebelum mati maka insyaallah akan diterima taubatnya oleh Allah s.w.t.

Alhasan berkata Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sejahat-jahat manusia ialah yang bermuka dua, mendatangi dengan satu wajah dan yang satu wajah dan siapa yang mempunyai dua lidah didunia maka Allah s.w.t. akan memberikannya dua lidah api dari api neraka."

Qatadah berkata: "Sejahat-jahat hamba Allah ialah tiap tukang menghina, tukang maki dan tukang mengadu (adu domba/fitnah). Siksa kubur kerana tiga perkara iaitu:

Sepertiga kerana ghibah
Sepertiga kerana tidak membersihkan selepas buang air kecil
Sepertiga kerana adu domba/fitnah

Hammad bin Salamah berkata: "Seorang menjual budak, lalu berkata kepada pembelinya: "Budak ini tidak ada cirinya kecuali suka adu domba." Maka dianggap ringan oleh pembeli dan tetap dibeli, dan setelah beberapa hari ditempat majikannya, tiba-tiba budak itu berkata kepada isteri majikannya: "Suamimu tidak cinta kepadamu dan ia akan berkahwin lagi, apakah kau ingin supaya ia tetap kasih kepadamu?" Jawab isteri itu: "Ya." "Lalu kalau begitu kau ambil pisau cukur dan mencukur janggut suamimu yang bahagian dalam (dileher) jika suamimu sedang tidur." kata budak itu. Kemudian ia pergi kepada majikannya (suami) dan berkata kepadanya: "Isterimu bermain dengan lelaki lain dan ia merencanakan untuk membunuhmu, jika engkau ingin mengetahui buktinya maka cuba engkau berpura-pura tidur." Maka suami itu berpura-pura tidur dan tiba-tiba datang isterinya membawa pisau cukur untuk mencukur janngut suaminya, maka oleh suaminya disangka benar-benar akan membunuhnya sehingga ia bangun merebut pisau itu dari tangan isterinya lalu membunuh isterinya. Oleh kerana kejadian itu maka datang para wali (keluarga) dari pihak isterinya dan langsung membunuh suami itu sehingga terjadi perang antara keluarga dan suku suami dengan keluarga dan suku dari isteri."

Yahya bin Aktsam berkata: "Tukang fitnah itu lebih jahat dari tukang sihir sebab tukang fitnah dapat berbuat dalam sesaat apa yang tidak dilakukan oleh tukang sihir dalam satu bulan dan perbuatan tukang fitnah lebih bahaya dari perbuatan syaitan naknatullah sebab syaitan laknatullah hanya berbisik dan khayal bayangan tetapi tukang fitnah langsung berhadapan dan berbuat. Dan Allah s.w.t. telah berfirman (Yang berbunyi): "Hammalatal hathab. Ahli-ahli tafsir banyak yang mengertikan hathab itu fitnah/adu domba. Sebab fitnah itu bagaikan kayu untuk menyalakan api permusuhan dan peperangan.

Aktsam bin Shaifi berkata: "Oranag yang rendah hina itu ada empat iaitu:
Tukang fitnah
Pendusta
Orang yang berhutang
Anak yatim

Utbah bin Abi Lubabah dari Abu Ubaidillah Alqurasyi berkata: "Seorang berjalan tujuh ratus kilometer kerana akan belajar tujuh kalimat dan ketika ia sampai ketujuannya ia berkata: "Saya datang kepadamu untuk mendapatkan ilmu yang diberikan oleh Allah s.w.t. kepadamu,
Beritakan kepadaku apa yang lebih berat dari langit?"
Dan apakah yang lebih luas dari bumi?
Dan apakah yang lebih keras dari batu?
Dan apakah yang lebih panas dari api?
Dan apakah yang lebih dalam dari laut?
Dan apakah yang lebih rendah (lemah) dari anak yatim?
Dan apakah yang yang lebih jahat dari racun?

Jawabnya ialah:
Membuat tuduhan palsu terhadap orang yang tidak berbuat, maka itu lebih berat dari langit
Hak kebenaran itu lebih luas dari bumi
Hati yang qana'ah (beriman) lebih dalam dari laut
Rakus itu lebih panas dari api
Hajat kepada keluarga yang dekat jika tidak tercapai lebih sejuk dari zamharir
Hati orang kafir lebih keras dari batu
Fitnah dan adu domba jika kedapatan (diketahui) pada yang difitnah lebih hina dari anak yatim
Dan fitnah itu lebih jahat dari racun yang membinasakan

Nafi' dari Ibn Umar r.a. berkata Rasulullah s.a.w. bersabda: "Setelah Allah s.w.t. menjadikan syurga lalu diperintah: "Bicaralah." Maka berkata syurga: "Sungguh bahagia siapa yang masuk kedalamku." Maka firman Allah s.w.t.: "Demi kemuliaan dan kebesaranKu tidak boleh tinggal padamu lapan jenis orang iaitu:

Orang yang selalu minum khamar (arak)
Orang yang tetap menjadi pelacur
Tukang fitnah/ adu domba
Germo (orang lelaki yang membiarkan isterinya berzina)
Polisi (siapa yang tahu maknanya diharap email kepada webmaster)
Wadam (wanita Adam, lelaki yang berlagak wanita)
Pemutus hubungan kekeluargaan
Orang yang bersumpah dengan nama Allah akan berbuat kemudian tidak menepati sumpahnya

Alhasan Albashri berkata: "Siapa yang menyampaikan khabar berita orang lain kepdamu, maka ketahuilah bahawa orang itu akan menyampaikan khabarmu kepada orang lain." Umar bin Abdil Azizi didatangi seseorang lalu menceritakan hal orang lain, maka ditanya oleh Umar: "Jika kau suka maka kami akan menyelidiki kebenaran keteranganmu itu, jika kau dusta akan kau termasuk didalam ayat (Yang berbunyi): "In jaa akum faasiqun binaba'in fatabayyanu." (Yang bermaksud): "Jika datang kepadamu seorang fasiq membawa berita maka selidikilah." Dan jika kamu benar kau termasuk ayat (Yang berbunyi): "Hammaazin masysyaa'in binamin." (Yang bermaksud): "Tukang ejek dan suka berjalan mengadu (memfitnah)." Dan jika kau suka kami maafkan kepadamu." Maka jawab orang itu: "Maafkan saya ya Amirul Mukminin dan saya tidak akan mengulangi lagi."

Abdullah bin Almubarak berkata: "Anak zina tidak dapat menyimpan amanat pembicaraan dan orang bangsawan ialah yang tidak mengganggu tetangganya." Yakni siapa yang suka memfitnah dan adu domba maka tabiat anak zina sebab Allah s.w.t. berfirman (Yang berbunyi): "Hammaazin masysyaa'in binamin, mannaa'in lil khairi mu'tadin atsiim utullin ba'da dzalika zaniem." (Yang bermaksud): "Tukang mengejek dan berjalan memfitnah, bakhil tidak berbudi melampaui batas pendurhaka, sombong selain dari semua itu ia anak zina."

Seorang hakiem (cendiakawan) didatangi oleh kawannya, tiba-tiba kawan itu menceritakan hal kawan yang lain, maka ditegur oleh cendiakawan itu: "Kamu telah lama tidak datang dan kini datang membawa tiga dosa iaitu:

Pertama membencikan kepadaku kawanku
Kau telah merisaukan fikiranku
Saya menuduh engkau berdusta

Ka'bul-ahbaar berkata: "Terjadi kemarau pada Bani Israil maka keluar Nabi Musa a.s. membawa Bani Israil untuk berdoa minta hujan sebanyak tiga kali tetapi tidak juga hujan sehingga Nabi Musa a.s. berdoa: "Tuhanku, hambaMu telah keluar sampai tiga kali tetapi belum juga Engkau terima." Maka Allah s.w.t. menurunkan wahyu: "Aku tidak menerima doamu bersama kaummu kerana diantara kamu ada seorang tukang fitnah." Nabi Musa a.a. bertanya: "Siapakah itu, supaya kami dapat mengeluarkan dari anatara kami?" Jawab Allah s.w.t.: "Hai Musa, Aku melarang kamu dari namimah (adu-domba), apakah Aku akan mengadu-adu, taubatlah kamu semuanya." Maka bertaubatlah mereka lalu turunlah hujan.

Sulaiman bin Abdil-Malik ketika ia duduk bersama Azzuhri tiba-tiba ada orang datang maka Sulaiman berkata kepadanya: "Saya mendapat khabar bahawa engkau telah membicarakan dan membusukkan saya." Jawab orang itu: "Tidak, saya tidak berkata itu dan tidak berbuat sedemikian." Sulaiman berkata: "Orang yang menyampaikan berita kepadaku itu benar dan jujur." Azzuhri berkata: :"Tukang adu domba (fitnah) tidak benar dan tidak jujur." Sulaiman berkata kepada Azzuhri: "Benar engkau." Lalu berkata kepada tamunya itu: "selamat jalan."

Seorang cendiakawan berkata: "Jika ada orang menyampaikan kepadamu makian kawanmu, maka dialah yang memaki engkau bukan orang yang disampaikan beritanya kepadamu." Wahb bin Munabbih berkata: "Siapa orang yang memujimu dengan sesuatu yang tidak ada padamu, maka tidak aman daripadanya akan memaki engkau dengan apa-apa yang tidak ada padamu."

Abul Laits berkata: "Jika ada orang memberitahu kepadamu bahawa Fulan menjelekkan kau, maka harus menghadapi dengan enam macam iaitu:

Jangan percaya kerana tukang fitnah atau tukang adu domba itu tidak dapat diterima persaksiannya Sebagaimana firman Allah s.w.t. (Yang berbunyi): "Ya ayyuhalladzina aamanu in jaa'akum faa siqun binaba'in fatabayyanuu an tushibu qauman bijahaalatin fatush bihuu ala maa fa'altum naa dimiin." (Yang bermaksua): "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu seorang fasiq (satu kaum) membawa berita, maka hendaklah kamu selidiki, jangan sampai kamu membalas kepada suatu kaum dengan kebodohan, maka kamu kelak akan merasa menyesal. (Surah Alhujuraat ayat 6)
Engkau harus mencegahnya dari fitnah itu sebab nahi unkar itu wajib
Engaku harus membenci kepadanya sebb telah berbuat maksiat
Engkau jangan bersangka jahat terhadap saudaramu yang difitnah itu sebab jahat sangka terhadap seseorang muslim itu haram. Firman Allah s.w.t. (Yang berbunyi): "Inna ba'dhadh dhanni itsmun." (Yang bermaksud): "Sebahagian dari sangka-sangka itu dosa."
Jangan kamu selidiki keadaan orang yang difitnah itu sebab Allah s.w.t. melarang menyelidiki kesalahan orang
Apa yang tidak kau suka dari perbuatan orang yang mengadu-adu itu maka jangan sampai berbuat seperti itu, yakni engkau jangan memberitahu kepada sesiapapun apa yang dikatakan oleh tukang fitnah itu

Rabu, 19 Mei 2010

SIKAP

Banyak hal yang mungkin terjadi dalam hubungan diantara manusia. Semua akan diperlihatkan dan menjadi pelajaran bagi kita semua. Allah menjadikan manusia ini dalam berbagai watak agar menjadi pedoman dan pelajaran bagi manusia-manusia lainnya. Kelebihan dan kekurangan manusia itu selalu ada dan antara satu orang dengan orang lain selalu terjadi hal yang menimbulkan dugaan-dugaan.

Dalam Al-Quran dijelaskan:
“Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula) seperti kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan.” (QS An-Nisa’:104).

Ketika seseorang tidak bersepakat dengan yang lainnya maka pada saatnya akan menimbulkan masalah. Salah satunya tidak mampu menerima dan itu memberi kesempatan kepada syaithan untuk mengotori hati manusia dan membawanya kearah pendustaan kepada kebesaran Allah swt. Antara satu orang dengan orang lain tidak semua isi hati dapat diketahui. Apakah itu disebut munafik ataupun menyembunyikan sesuatu yang harus dirahasiakan. Niat dalam hatinya yang terkadang menimbulkan keraguan.

Adakah kita merasakan sesuatu yang kita sukai kepada seseorang maka itulah pertanda ada hal yang sepakat pada dirinya. Sebaliknya apabila ada sesuatu yang tidak kita sukai maka itulah suatu pertentangan antara seorang dengan orang lain. Dapat pula kita mengetahui diri kita sebagai suatu cermin dari bayangan orang lain yang kita hadapi. Apabila kita melihat seseorang dengan rasa kagum maka sebenarnya orang yang kita kagumi itulah yang sedang mengagumi kita. Apapun perasaan kita kepada orang lain itu pulalah perasaan orang itu terhadap kita. Maka oleh karena hal yang demikian, marilah kita menjaga hati kita terhadap orang lain sehingga apapun yang menimbulkan kerusakan pada hati kita akan terlindungi. Pada hakikatnya Allah swt lah yang merencanakan sesuatu dalam pikiran kita, yang diakibatkan oleh teman, kelelahan, makanan dan sebagainya. Dari penyebab-penyebab itulah Allah swt mengatur kehidupan manusia supaya mereka selalu berpikir supaya menemukan jalan yang terbaik untuk dirinya dan segenap keluarganya.

Wallahu a'lamu bishshawaab.

Sabtu, 24 April 2010

AKAN DIPERLIHATKAN

Hidup di dunia penuh rahasia. Manusia di dunia ini hanya tahu sedikit dari pada yang dapat dilihatnya, didengar, dan dirasakan, tetapi sebenarnya masih terlalu banyak yang harus diketahui sehingga menjadi manusia yang beruntung. Dalam sebuah nasihat disebutkan bahwa orang yang hari demi hari tidak bertambah ilmu pengetahuannya maka baginya lebih baik mati dari pada hidup. Sangatlah beruntung bagi mereka yang secara terus menerus menuntut ilmu dan memiliki rasa ingin tahu yang semakin lama semakin besar sehingga tiada waktu untuk berputus asa atas kegagalan dari keinginannya. Bahwasanya setiap yang diperlihatkan oleh Allah swt kepada dirinya baik secara nyata ataupun bisikan dalam hati nuraninya itulah serangkaian ilmu yang harus dicermati. Peringatan dan nasihat yang datang dalam pikiran itulah yang menjadi bekal untuk melangkah ke arah tujuan hidup yang lebih baik.

Pekerjaan atau perbuatan manusia diatas dunia ini semua akan diperlihatkan kembali ketika hari dikumpulkan seluruh umat manusia yaitu di padang mahsyar. Firman Allah swt dalam Al-Quran:
Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka pekerjaan mereka , ... (Az Zalzalah:6)

Seluruh pekerjaan manusia akan dipertunjukkan kepada dirinya sendiri dihari setelah dibangkitkan dari tidurnya dalam alam kubur. Sebagian dari mereka akan bahagia karena kebanyakan dari pekerjaan mereka itu merupakan kebaikan dan sebagian mereka yang lain dalam keadaan gelisah dan ketakutan karena melihat banyak pekerjaan mereka itu merupakan pekerjaan yang buruk lalu mereka memohon supaya mereka dikembalikan ke dunia kembali. Masya Allah, mana mungkin lagi mereka kembali, bahkan mereka yang memiliki amalan yang baik juga menginginkan untuk kembali untuk menjalani ujian ulang dan untuk mendapatkan nilai kebaikan yang lebih baik.

Allah maha pemurah dan maha pemberi petunjuk. Kebanyakan kita lalai untuk memperhatikan tentang hal ini. Bukankah Allah swt telah menurunkan Al-Kitab supaya manusia mengetahui akan hal-hal yang akan terjadi dihadapan perjalanan hidup mereka. Kemudian ketika Allah swt tidak lagi memberi kesempatan kepada kita untuk melakukan pekerjaan yang terbaik untuk diri kita sendiri, maka jangan salahkan Allah seandainya kita ditempatkan pada tempat yang buruk dihari akhirat nanti.

Petunjuk-petunjuk Allah swt kepada diri kita dan hadir selalu ke dalam hati kita itu bukan hanya dari Kitab atau sunnah Rasul atau nasihat para ulama, tetapi ada sesuatu yang dirasakan oleh hati sanubari kita akan penilaian apakah sesuatu itu baik atau buruk untuk diri kita. Kita juga harus berhati-hati akan mempercayai hati kita sendiri dan seharusnya kita harus memufakatkan diri kita kepada apa yang disyari'atkan oleh Allah sebagai hukum yang diberlakukan pada agama.

Terkadang kita tidak menyadari ketika kita melakukan kebaikan kemudian dengan sendirinya lingkungan kita membaikkan kita. Itu merupakan suatu pertanda bahwa Allah swt selalu menepati janjinya akan keridhaannya kepada pekerjaan kita. Ada juga sebaliknya ketika kita dengan tidak sengaja melakukan hal yang tidak berkenan maka lingkungan kita berkali-kali memperingatkan kita. Oleh hal-hal yang demikian itulah kita senantiasa harus bersujud kepada Allah swt karena kita selalu dilimpahkan rahmat dan perlindungan.

Allah swt berfirman:
Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya-lah mereka bersujud. (Al A'raf: 206)

Begitu juga makhluk yang lain, sebagaimana firman Allah swt:
Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (Al-Hajj:18)

Dalam penciptaan alam semesta ini, Allah swt melaksanakan dengan penuh hikmah. Allah mempersiapkan bumi dan langit sebelum manusia diciptakan. Penciptaan itulah untuk menunjukkan bahwa ada sesuatu yang menjadi pelajaran pada akal fikiran manusia.

Allah swt berfirman: Tidak Aku ciptakan jin dan manusia itu hanyalah semata-mata untuk sujud kepada-Ku.

Allah swt memperlihatkan bahwasanya sesuatu yang diciptakan itu tidaklah sia-sia dan penuh dengan pelajaran. Adanya manusia di atas permukaan bumi ini merupakan sebuah panggung sandiwara yang dimainkan oleh banyak sekali pemain. Peranan dari Malaikat, manusia, jin, dan lain sebagainya itu merupakan persaksian yang akan diperlihatkan semuanya pada hari dikumpulkannya manusia di Padang Mahsyar. Manusia yang taat dan ingkar, manusia yang rajin dan malas, manusia yang damai dan berperang, dan sebagainya dan sangatlah banyak cerita-cerita yang dapat diperlihatkan semenjak diciptakan alam semesta sehingga hari akhirat nanti. Terlalu sedikit dan singkat waktu manusia yang mau bersujud kepada Allah swt di dunia ini. Mereka lalai dengan kesibukan dunia, mereka mencari dan memiliki sedangkan itu tidak semuanya akan dibawa mati.

Allah berfirman: "Hai iblis, apa sebabnya kamu tidak bersama-sama mereka yang sujud itu?" (Al-Hijr:32)

Andaikata Allah swt bertanya kepada manusia : "Hai Iblis, apa sebabnya kamu tidak bersama-sama mereka yang sujud itu?"

Wallahu a'lamu bishshawaab.

Kamis, 22 April 2010

TENTANG TULISAN INI

Aku membaca tulisan ini dan tentunya aku ingin mengetahui apa maksud dari tulisan ini. Dari judul yang aku baca mungkin tulisan ini tidak begitu bermakna. Namun demikian aku ingin terus membaca, karena mungkin pada kalimat-kalimat berikutnya aku dapat menemukan maksud dari tulisan ini. Saat ini aku tidak peduli siapa yang menulis tulisan ini dan aku yakin penulis tulisan ini memang sengaja menulis dan aku sendiri belum mengerti apa tujuan sebenarnya. Kata demi kata sudah aku baca dari kalimat-kalimat sebelumnya. Mataku sesekali berkedip karena terus mempertahankan dan memusatkan pikiran aku pada tulisan ini. Aku berusaha tidak memperdulikan apa yang aku dengar, dan aku sedang meneruskan membaca walaupun nantinya aku tidak dapat menemukan makna sebenarnya dari tulisan ini. Mungkin saja aku perlu mengulangi untuk membaca tulisan ini tetapi aku rasa cukup sekali saja aku membacanya. Seandainya tulisan ini menarik bagiku maka aku akan membacanya sekali lagi. Apakah teman aku sudah mengetahui tentang tulisan ini atau baru aku saja yang pertama membacanya. Entahlah, yang penting aku ingin menemukan makna dari tulisan yang ini. Aku yakin ada sesuatu yang dapat aku ambil manfaat dari membaca tulisan ini karena sampai saat ini aku masih menatap pada huruf-huruf yang tersusun rapi di layar. Aku bersyukur karena dapat membaca, andaikata aku tidak dapat mengenali huruf dan tidak lancar aku dalam membaca tulisan pastinya tulisan ini akan begitu lambat untuk aku pahami. Aku dapat membayangkan apabila tulisan ini dibaca oleh anak baru sekolah. Mereka akan mengejanya huruf demi huruf supaya nanti akan terangkai menjadi satu kata, lalu mereka mengulanginya dan seterusnya mereka membacanya satu kata demi satu kata. Alhamdulillah aku sekarang dapat lancar dalam membaca. Mungkin tulisan ini mudah untuk aku mengerti, sudah puluhan kata-kata yang aku lihat dan aku terjemahkan dengan pikiran aku. Kata-kata yang lalu yang letaknya diatas tidak perlu lagi aku lihat dan pikiran aku masih tertuju pada tulisan ini. Aku bertanya apakah aku bosan membaca tulisan ini? Aku rasa tidak karena aku masih sanggup membacanya lagi. Pikiran aku masih mampu mengamati setiap yang aku lihat dari susunan kata-kata ini. Aku juga merasakan dalam kepala aku walaupun ada sedikit terasa lain tetapi hal ini wajar karena aku memang sedang membaca. Dalam kepala aku memang ada denyutan yang sangat lemah dan itu menandakan ketika aku membaca tulisan ini ada bagian tertentu dalam otakku sedang bekerja. Begitu mata aku melihat huruf-huruf ini maka aku dapat mengetahui bahwa otak aku itu yang membantu mengingat kata-kata ini. Aku tahu bahwasanya aku dapat melihat dan aku juga punya otak untuk memikirkan tulisan ini dan aku sadar otak yang aku punya ini masih baik dalam bekerja. Bukan untuk membaca tulisan ini saja tetapi untuk tulisan-tulisan yang lain. Bahkan otak dan seluruh panca indra yang aku miliki, mata, telinga, hidung dan lain-lain juga sedang bekerja saat ini. Mata aku sedikit lelah tetapi aku harus meneruskan membaca tulisan ini, mungkin layar ini terlalu terang sehingga mata aku seperti kesat dan untung saja kelopak mata aku masih juga dapat bekerja sehingga mata aku dapat berkedip. Aku coba mengedipkan mata ini berkali-kali supaya aku dapat membaca tulisan ini sampai habis. Ini bukan pertanda aku sedang membaca tulisan yang sedih, tetapi memang demikian karena setelah beberapa kalimat apalagi tulisan ini sudah lumayan panjang tentunya mata aku menjadi lelah. Aku tidak peduli apakah mata aku lelah karena aku juga dapat mendengar bagaimana aku menarik nafas aku ketika membaca tulisan ini. Udara berhembus dari hidung dan aku hirup udara baru. Aku memasukkan udara yang baik ke dalam rongga dada ini sehingga aku dapat lancar dalam membaca tulisan ini. Denyut-denyut dalam otak aku juga masih terasa dan itu menandakan bahwa ada aliran darah yang terus mengalir dalam otak aku dan itu sangat membantu aku dalam memikirkan tulisan ini. Aku tahu darah itu dipompa oleh jantung dan saat ini detak jantung aku stabil karena tulisan ini nyaman untuk aku baca. Tulisan ini tidak mengandung unsur-unsur yang membuat aku emosi, mungkin pada saat-saat pertama aku membaca tulisan ini, aku terasa geli dan ingin ketawa sendiri. Aku rasa tulisan ini tidak aneh, ataupun juga aneh karena baru kali ini aku membaca tulisan yang seperti ini. Aku pikir aku akan dapat juga menulis tulisan yang seperti ini menurut versi aku sendiri. Kalau aku nanti menulis dengan versi aku sendiri tentu akan lain, karena ini adalah tulisan orang, bukan tulisan aku. Aku hanya sekedar membacanya saja. Aku ingin menulis tulisan yang lain yang lebih bermakna atau nanti ketika aku menemukan inspirasi untuk menulis. Biarlah aku baca saja tulisan ini dulu sampai habis. Kapan tulisan ini akan habis karena dibawah ini masih banyak kata-katanya. Aku teruskan untuk membaca, mungkin pada akhir tulisan ini aku akan menemukan apa yang tersirat dalam tulisan ini. Aku tahu bahwa aku tidak dapat mempertahankan konsentrasi yang penuh pada tulisan ini karena sesekali aku dapat membayangkan yang lain dibalik tulisan ini. Hebat juga otak dan pikiran aku ini bekerja, karena selain aku sedang membaca tulisan ini aku juga dapat membayangkan hal lain. Sudah berapa tahun lamanya aku memiliki otak yang seperti ini. Aku rasa aku orang yang cerdas karena tulisan ini dapat membantu aku memikirkan tentang otak dan pikiran. Mungkin aku akan mengakhiri membaca tulisan ini, karena waktu aku membaca tulisan ini aku membayangkan hal lain. Yang jelas aku masih sadar bahwa aku sedang mengamati tulisan ini yang cukup panjang. Apabila nanti sudah selesai membaca tulisan ini aku akan merencanakan sesuatu. Aku ingat setelah membaca ini ada sesuatu yang akan aku kerjakan. Tulisan ini belum aku tinggalkan. Aku ingin membacanya sampai habis. Tangan aku dimana ya? Kalau tangan aku tidak bekerja bagaimana aku dapat mengendalikan tulisan ini. Aku dapat membuka tulisan ini dari pertama dan mengeser kalimat ini keatas supaya aku dapat terus memperhatikan kalimat-kalimat yang belum aku baca. Aku rasa sudah cukup aku membaca walaupun aku tidak menemukan makna dari tulisan ini. Namun ada yang lucu setelah aku baca tulisan ini, karena aku ingat beberapa kali waktu aku baca tulisan ini saat pertama aku dapat menilai tulisan ini. Baik atau tidak tulisan ini sudah aku baca sampai pada huruf yang aku lihat ini. Iya, huruf-huruf yang aku lihat dan aku baca ini. Pikiran aku sadar tidak, bahwa aku sedang membaca, dan masih membaca.

Rabu, 21 April 2010

Fadhilat Ayat Kursi

http://pulutkuning.wokeyh.com/?p=605

Dlm sebuah hadis, ada menyebut perihal seekor syaitan yang duduk di atas pintu rumah. Tugasnya ialah untuk menanam keraguan di hati suami terhadap kesetiaan isteri di rumah dan keraguan di hati isteri terhadap kejujuran suami di luar rumah. Sebab itulah Rasulullah tidak akan masuk rumah sehingga Baginda mendengar jawaban salam dari isterinya. Di saat itu syaitan akan lari bersama-sama dengan salam itu.
Hikmat Ayat Al-Kursi mengikut Hadis-hadis:

1) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi bila berbaring di tempat tidurnya, Allah SWT mewakilkan dua orang Malaikat memeliharanya hingga subuh.

2) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir setiap sembahyang Fardhu, dia akan berada dalam lindungan Allah SWT hingga sembahyang yang lain.



3) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir tiap sembahyang, dia akan masuk syurga dan barang siapa membacanya ketika hendak tidur, Allah SWT akan memelihara rumahnya dan rumah-rumah disekitarnya.

4) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir tiap-tiap shalat fardhu, Allah SWT menganugerahkan dia setiap hati orang yang bersyukur, setiap perbuatan orang yang benar, pahala nabi2, serta Allah melimpahkan rahmat padanya.

5) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi sebelum keluar rumahnya, maka Allah SWT mengutuskan 70,000 Malaikat kepadanya – mereka semua memohon keampunan dan mendoakan baginya.

6) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir sembahyang, Allah SWT akan mengendalikan pengambilan rohnya dan dia adalah seperti orang yang berperang bersama Nabi Allah sehingga mati syahid.

7) Barang siapa yang membaca ayat Al-Kursi ketika dalam kesempitan niscaya Allah SWT berkenan memberi pertolongan kepadanya.
Dari Abdullah bin ‘Amr r.a., Rasulullah S.A.W. bersabda, “Sampaikanlah pesanku biarpun satu ayat…”

Minggu, 18 April 2010

JIN BOTOL SYIAH KUALA

Penulis telah mendengar sebuah cerita dari nenek penulis sendiri tentang jin botol pada masa Syekh Abdurrauf masih hidup. Syekh Abdurrauf atau dikenal dengan Teungku Syiah Kuala itu berhasil menangkap seekor jin yang meresahkan masyarakat Bandar Atjeh pada masa itu lalu oleh Teungku Syiah Kuala dimasukkannya ke dalam botol lalu di buang ke tengah laut.

Masyarakat Bandar Atjeh pada saat itu percaya kepada jin yang menunggui muara Krueng Aceh. Menurut cerita orang pada masa itu, jin akan menampakkan diri dengan rupa yang menyeramkan dan ukuran tubuhnya sangat besar hingga mencapai awan. Jin itu juga memiliki syarat supaya ada seorang manusia yang dikorbankan setiap tahunnya, orang itu harus ditenggelamkan ke dalam muara Krueng Aceh sampai mati. Setiap tahun harus ada satu orang yang dilakukan untuk korban. Kepercayaan ini telah berlangsung lama dan seluruh masyarakat di Bandar Atjeh sangat mempercayai tentang hal itu.

Suatu ketika tersiar kabar tentang kemusyrikan masyarakat Bandar Atjeh kepada Syekh Abdurrauf di Singkil. Oleh Syekh Abdurrauf memerintah seorang muridnya untuk datang ke Bandar Atjeh menyampaikan pesan supaya orang di Bandar Atjeh menyuruh jin itu menghadap ke Syekh. Beberapa orang di Bandar Atjeh berhasil melakukannya sehingga jin itupun datang ke tempat Syekh Abdurrauf.

Sesampainya jin itu ke hadapan Syekh Abdurrauf, maka bertanyalah Syekh kepada jin itu. "Apakah kamu jin yang menunggui Muara Krueng Aceh yang ditakuti oleh masyarakat di sana?"

"Benar Syekh, akulah jin yang menyuruh mereka membunuh orang dengan cara ditenggelamkan kedalam muara sungai di sana." jawab jin.

"Kalau kamu makhluk yang hebat, lakukan seperti apa yang aku perintahkan, karena aku ingin lihat sehebat apa kamu dapat menakut-nakuti masyarakat di sana." ucap Syekh dengan tegas kepada jin.

Jin menanggapi, "Baiklah Syekh, apa yang harus aku lakukan?"

"Kata orang-orang disana kamu dapat menjelma menjadi besar sehingga orang-orang disana takut kepada kamu. Sekarang coba buat diri kamu menjadi besar."

Lalu jin itu menuruti perintah Syekh dan diapun menjadi besar sebesar rumah, dan rupanya sangat menakutkan.

"Sudah Syekh."

Jin itupun heran kenapa Syekh tidak takut kepadanya.

Lalu Syekh berkata: "Inikah yang paling besar?"

"Tidak." jawab jin.

"Kalau begitu, buat diri kamu lebih besar lagi, dan lebih menakutkan lagi."

Jin itupun menjadi membesarkan tubuhnya lagi sehingga setinggi pohon kelapa.

"Apakah ini yang paling besar?"

"Belum Syekh." jawab jin lagi.

"Sekarang tunjukkan keadaan diri kamu, semampu kamu untuk menjadi sebesar mungkin."

Sekajap mata jin itu berubah menjadi besar sekali sehingga kepalanya masuk ke dalam awan.

"Apa ini yang paling besar wahai jin?"

Jawab jin: "Ya, ini yang paling besar."

"Sekarang kembalilah kamu seperti semula saat menemui aku, lalu buatlah keadaan kamu menjadi sekecil-kecilnya." perintah Syekh.

"Baik." ujar jin dengan sombongnya.

Jin itupun berubah menjadi sebesar belalang.

"Apakah ini yang paling kecil?" tanya Syekh kepada jin.

"Ya Syekh, inilah yang paling kecil." jawab jin.

"Tidak bisakah kamu lebih kecil lagi?"

"Tidak Syekh."

"Sekarang kamu naik ke atas telapak tangan aku."

Kemudian Syekh menggenggam jin itu dan dengan mudah memasukkannya ke dalam botol yang sudah disiapkan. Keesokan harinya botol itu dibuang ke tengah laut.

Mulai saat itu muara Krueng Atjeh menjadi aman dan tidak ada lagi gangguan jin dan orang-orang di sana tidak perlu mengorbankan manusia lagi untuk mati di sungai.

Wallahu a'lamu bishshawaab.

Sabtu, 17 April 2010

BAGAIKAN MENDUNG TIADA HUJAN

Andaikata kita menghitung-hitung nikmat yang Allah swt anugerahkan kepada niscaya tidak sanggup kita menghitungnya. Allah swt telah menyediakan kebutuhan hidup yang sementara ini di dunia dan memberi kesempatan menikmati jasad tubuh pinjaman-Nya ini supaya kita mengetahui dan mensyukuri akan kebesaran Allah swt. Kenikmatan hidup di atas dunia ini adalah cobaan dan kekhawatiran dan kesakitan di dunia ini adalah ujian, supaya kita tidak lepas pada mengingat kebesaran Allah swt.

Sungguh banyak manusia yang menjalani hidup dengan sia-sia bagaikan mendung tapi hujanpun tidak turun. Manusia hidup bagaikan hewan-hewan ternak yang mementingkan hawa nafsu keduniaan dan berpaling dari keimanan kepada Allah swt dan hari akhirat. Begitu ramai orang yang memiliki ilmu yang tinggi tetapi tidak mengamalkan untuk dirinya itulah bagaikan mendung awan petir halilintar tetapi tiada hujan. Betapa mereka berjual kata-kata yang baik dari ilmu-ilmu yang tinggi dari penemuan yang menakjubkan tetapi tidak sedikitpun dapat memberikan kesejukan kedalam hatinya. Mereka terus mengejar materi dan menuntut kekayaan di dunia ini maka itulah mereka yang menghargakan pahala akhirat dengan harga yang sedikit dan lebih menuntut keuntungan dunia yang fana (rusak).

Ialah orang yang tanpa ketulusan kepada mengharap keridhaan Allah dan seolah hidup di dunia ini merupakan segala-galanya bagi mereka. Mereka mencari kesenangan dan menumpuk-numpuk harta sementara harta dan kesenangan itu tidak dibawanya ke dalam peristirahatannya di dalam kubur dan tidak pula dibawanya ke negeri akhirat. Yang menentukan keselamatan di akhirat nanti hanya hati yang selalu disucikan dengan taqwa kepada Allah serta amalan yang ikhlas kepada Allah. Tidakkah mereka mengumpulkan kayu bakar dengan bersusah payah untuk membakar dirinya sendiri yaitu orang-orang yang bekerja demi mengharap materi duniawi. Mereka yang beribadah untuk dipamerkan kepada orang-orang dan mereka yang bangga kepada manusia dengan ibadahnya. Orang yang berilmu tetapi tidak beramal mengharap kebaikan dari Allah swt, orang yang menumpuk-numpuk kekayaannya tanpa memperdulikan orang-orang miskin, orang miskin yang pembohong, pemimpin yang suka menipu dengan tipu muslihat yang keji, orang yang berniaga tetapi tidak berzakat lagi penipu, orang yang memakan harta-harta anak yatim, orang yang mengetahui tetapi segan untuk menyampaikan nasihat.

Sampai dimana kita menyakini akan Allah swt sementara kita selalu melupakan-Nya. Andaikata Allah swt memperlihatkan dan memperdengarkan keadaan orang dalam kubur maka kita tidak akan makan dengan kenyang, tidak akan tidur sampai nyenyak, tidak akan menyia-nyakan waktu untuk mencari kesenangan, dan tidak akan lalai dari amalan kebaikan dan mengingat Allah swt. Tidakkah kita menyaksikan begitu ramai orang menghabiskan waktunya di tempat yang menyia-nyiakan hidupnya dengan hiburan, permainan dan sekedar duduk-duduk dan ketawa. Ketika azan berkumandang mereka hanya mendengar tetapi tidak memperdulikan. Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Nabi saw pernah bersabda:

“Aku berniat memerintahkan kaum muslimin untuk mendirikan shalat. Maka aku perintahkan seseorang untuk menjadi imam dan shalat bersama manusia. Kemudian aku berangkat dengan sekelompok kaum muslimin yang membawa seikat kayu bakar menuju orang-orang yang enggan shalat berjama'ah, dan niscaya aku bakar rumah-rumah mereka". (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam Al-Quran telah disebutkan:
"Dan kami tidak membinasakan sesuatu negeripun melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberinya peringatan." (QS. Asy-Syu'ara: 208)

Dalam sebuah nasihat disebutkan:
Wahai anak Adam, tidaklah Aku ciptakan kamu percu¬ma dan tidaklah aku tinggalkan kamu begitu saja, serta tidaklah aku lengah dari apa yang kamu kerjakan. Se¬sungguhnya kamu sekalian tidak (akan) mencapai surga dari-Ku, kecuali jika kamu sabar atas apa yang tidak kamu sukai dalam mencari rida-Ku, dan sabar dalam men¬jalankan (taat) perintah-Ku lebih ringan daripada sabar menjauhi maksiat pada-Ku, meninggalkan (cinta) dunia lebih mudah daripada mencari-cari alasan, meninggal-kan aniaya/zalim lebih ringan daripada panasnya api neraka, siksaan dunia lebih ringan daripada siksaan ak¬hirat sebab siksaan dunia dapat putus dan dapat hilang, sedangkan siksaan akhirat tidak dapat putus dan tak da¬pat hilang.

Wahai anak Adam, setiap kamu pasti tersesat, ke¬cuali yang Aku beri hidayah (petunjuk), dan setiap ka¬mu pasti sakit, kecuali orang yang Aku sembuhkan, setiap kamu pasti celaka, kecuali orang yang aku selamat¬kan, setiap kamu dapat menjadi fakir, kecuali orang yang Aku kayakan, dan setiap kamu (suka) berbuat ja¬hat, kecuali orang yang Aku jaga, maka bertobatlah (kembalilah) pada Tuhanmu, pereratlah tali persaudara¬an, dan janganlah kamu merusak penutup (harga diri¬mu) di sisi Dzat yang sangat mengetahui segala rahasia :
« Tidak ada Tuhan selain Dia Yang Maha Gagah dan Maha Bijaksana »

Sesungguhnya Allah swt telah menjanjikan bagi orang mukmin adalah syurga seluas langit dan bumi kepada masing-masing mereka dan itulah sebaik-baik tempat untuk kembali.

Wallahu a'lamu bishshawaab.

UJIAN ATAS KEMAMPUAN

Dalam basmallah dan beban yang dipikulkan kepada manusia di atas dunia ini memiliki suatu makna yang jelas untuk dipahami. Dapatkan kita memikirkan bahwa Allah swt sedang menjanjikan kita suatu kenikmatan syurga di hari akhirat nanti. Dalam kehidupan di dunia ini yang penuh makna dan sebagaian manusia tidak memperdulikan akan makna kehidupan di dunia ini, sebenarnya Allah swt sedang memiliki rencana yang besar terhadap kita. Allah swt yang maha mengatur dan memperlihatkan hikmah kepada kita semua dari semua yang ada pada pandangan mata kita dan alam pikiran kita.

Akankah Allah swt memberi kita sesuatu dengan mudah namun setiap yang kita dapatkan dengan mudah itu nilainya juga mudah dan murah. Tahukan kita bahwasanya ujian yang ditimpakan kepada kita itu merupakan pesan Allah swt dan suatu janji akan memberikan sesuatu yang lebih banyak dan lebih bernilai dari sebelumnya. Apabila kita tetap dalam ketaatan dan keimanan kemudian kita terpelihara dalam ketakwaan, maka Allah swt memiliki rencana yang luar biasa. Seperti halnya nabi dan rasul, yang mana mereka itu untuk dapat melaksanakan sesuatu yang diperintahkan oleh Allah swt, mereka diuji terlebih dahulu, hari demi hari, sambil terus disinar dengan cahaya hidayah sehingga misi hidup di atas dunia ini jelas dan terlaksana.

Antara diri kita dan orang lain kemudian antara orang lain dan diri kita, itu selalu memiliki makna tersendiri. Kita harus tahu bahwasanya semua yang kita ketahui dan kita miliki itu merupakan ujian. Allah swt tidak membebankan sesuatu diluar batas kemampuan kita. Dapatkan kita merasakan ujian dan cobaan Allah swt kepada kita itu merupakan suatu rahmat. Ketika kita dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, Allah swt memberi petunjuk untuk memecahkan persoalan kita. Persoalan yang kita hadapi pertama sekali adalah persoalan mudah untuk kita mengatasinya, dan kemudian Allah swt memberi lagi persoalan yang lebih berat hingga yang paling berat. Kesulitan-kesulitan itu merupakan ujian supaya kita mempunyai kemudahan dalam perjalanan hidup kita untuk hari-hari berikutnya. Diri kita merupakan cobaan dan ujian bagi orang lain. Ketika kita dirawat oleh ibu bapak kita semasa kecil, berbagai persoalan mereka hadapi dalam membesarkan kita. Lambat laun kitapun tumbuh berkembang menjadi dewasa, namun tetaplah diri kita menjadi persoalan bagi orang lain, karena diri kita berada dalam lingkungan mereka. Apabila kita mempunyai perbedaan dan pertentangan dengan orang lain, ataupun diri kita merupakan seorang yang dibutuhkan oleh orang lain, itulah ujian dan cobaan bagi mereka dari diri kita. Sebaliknya bagi diri kita orang lain yang ada disekitar kita atau segala hal yang ada dalam pandangan mata kita, itu semua merupakan ujian dan cobaan bagi diri kita. Apakah kita memiliki tanggapan dari mengetahui akan keadaan mereka semua. Apakah kita suka atau benci akan semua keadaan yang kita lihat dan kita ketahui itu. Lalu bagaimana tindakan kita kepada diri kita atau tindakan kita kepada mereka.

Kita hidup di dunia ini ditakdirkan dalam keadaan yang lemah dan memiliki kemampuan-kemampuan yang terbatas. Allah swt terus membina diri kita dengan berbagai ujian dan cobaan secara bertahap dan semakin lama semakin berat. Allah swt juga maha mengetahui akan kemampuan diri kita karena Allah swt itu maha rahman. Setiap ujian dan cobaan yang kita hadapi itu niscaya Allah maha mengetahui bahwa diri kita sanggup untuk mengatasinya. Ketika kita mampu mengatasi satu persoalan, lalu Allah swt memberikannya lagi persoalan yang baru yang lebih berat. Nilai persoalan yang lebih berat dan semakin berat itulah memiliki kebaikan yang lebih berat dan semakin berat pula pada timbangan mizan di hari pembalasan. Disitulah letaknya bahwa Allah swt itu maha rahiim. Dengan ujian dan cobaan yang didatangkan kepada diri kita secara bertahap itu, karena Allah maha penyayang umatnya karena telah disediakan balasan yang sesuai dengan kemampuan kita pada ujian dan cobaan dunia, itulah balasan di dalam syurga dengan segala macam kebaikan yang tiada pernah diketahui sebelumnya.

Bagi setiap manusia di dunia ini beraneka ragam ujian dan cobaan diberikan oleh Allah swt. Adakalanya seseorang telah gagal dalam menghadapi suatu persoalan karena kemampuan yang dia miliki pada saat itu masih tidak sebanding. Selama seseorang itu masih dalam perlindungan Allah artinya dia belum mati, maka Allah mengujinya lagi dengan persoalan yang lebih berat sedikit lagi karena Allah swt mengetahui untuk kali yang kedua ini dia akan dapat melewati ujian itu dengan baik. Lalu Allah swt memberikan ujian-ujian pada waktu-waktu yang akan datang, sehingga ujian yang paling akhir yaitu kematian. Kematian itulah ujian terakhirnya apakah semua amalan yang diperolehnya ketika dia sehat akan tetap terjaga ataupun ketika saat menjelang kematiannya itu sebagian atau seluruh amalanya itu akan hilang seluruhnya, maka tinggallah kesia-siaan hidup di dunia dengan tiada amalan.

Keimanan seseorang itu adalah anugerah terbesar tetapi keimanan itu juga merupakan ujian dan cobaan. Mungkin secara tidak sengaja kita tersadar akan Allah swt lalu kita beriman. Ujian yang pertama itulah pada mempertahankan keimanan itu. Ilmu dan pengetahuan itulah yang mempertahankan keimanan seseorang sehingga dia akan tetap terjaga keimanannya itu. Dalam perjalanan hidupnya itu, keimanan seperti pohon yang tumbuh, kadangkala hujan, kemarau, angin kencang dan hama penyakit. Semua persoalan yang mengakibatkan terancamnya keimanan seseorang itulah merupakan ujian dan cobaan. Akankah dia memiliki iman yang teguh dan semakin lama ketakwaannya kepada Allah swt itu semakin kuat, ataukah pada akhirnya keimanan dia itu akan musnah, na'uzubillahi minzaalik.

Wallahu a'lamu bishshawaab.