Sabtu, 07 April 2012

Tanya Jawab dan beberapa perbandingan (perihal homosex dan lesbi)

Oh, Ternyata Hukuman Untuk Lesbian, Berbeda dengan Homo


Lesbian, berarti wanita yang punya orientasi seksual dengan wanita juga. Sekilas, memang sama dengan homoseksual atau gay. Yang terakhir disebut, adalah laki-laki yang orientasi seksualnya kepada laki-laki.

Kaum homo, melampiaskan hasrat seksualnya melalui 'jalan belakang' (lewat dubur) alias liwath. Percis, seperti yang dilakukan oleh kaum Luth alaihissalam. Dan, kita semua sudah tahu akhir kehidupan kaum Luth, bagaimana. Allah menghancurleburkan kaum tersebut, yang dijelaskan melakukan fahisah/kemaksiatan yang belum pernah ada di muka bumi sebelumnya.

Hukuman kepada orang yang melakukan liwath, tak syak lagi, dibunuh. Jika seseorang yang sudah baligh melakukan liwath dengan orang baligh lainnya karena sama-sama punya keinginan melakukannya, maka kedua pasangan tersebut harus dibunuh.

Menurut Ibnu Taimiyyah, para sahabat, telah ijma' atas hukuman bunuh yang ditetapkan untuk pasangan liwath.

Lantas, bagaimana dengan lesbian?

Lesbian, bukan zina. Karena, tidak ada jima' (dukhul kelamin laki-laki atas wanita). Maka, hukumannya, bukan had. Melainkan ta'zir.

Berikut penjelasan lebih lengkapnya, dalam tulisan yang berjudul Hukuman Untuk Lesbi

Pertanyaan:
Apa hukuman untuk wanita yang melakukan lesbi?

Jawaban:
Hukuman Untuk Lesbi

Lesbi (arab: sihaq) adalah perbuatan yang haram. Para ulama menggolongkannya sebagai dosa besar. (Az-Zawajir, dosa no. 362). Para ulama sepakat bahwa pelaku lesbi tidak dihukum had. Karena lesbi bukan zina. Hukuman bagi pelaku lesbi adalah ta’zir, dimana pemerintah berhak menentukan hukuman yang paling tepat, sehingga bisa memberikan efek jera bagi pelaku perbuatan haram ini.

Disebutkan dalam Ensiklopedi Fiqh, Ulama sepakat bahwa tidak ada hukuman had untuk pelaku lesbi. Karena lesbi bukan zina. Namun wajib dihukum ta’zir (ditentukan pemerintah), karena perbuatan ini termasuk maksiat. (Mausu’ah Fiqhiyah, 24: 252).

Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika ada dua wanita yang saling menempelkan badannya maka keduanya berzina dan dilaknat.

Berdasarkan riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Apabila ada wanita yang menggagahi wanita maka keduanya berzina.” Tidak ada hukuman had untuk pelakunya, karena lesbi tidak mengandung jima (memasukkan kemaluan ke kemaluan). Sehingga disamakan dengan cumbuan di selain kemaluan. Namun keduanya wajib dihukum ta’zir.” (Al-Mughni, 9:59).

Hanya saja, hadis yang disebutkan Ibnu Qudamah di atas adalah hadis lemah. Sebagaimana dijelaskan Syaikh Al-Albani dalam Dhaif al-Jami’. Karena itu, lesbi tidak disamakan dengan zina. As-Sarkhasi mengatakan, “Andaikan hadis itu sahih, tentu maknanya adalah bahwa keduanya melakukan dosa sebagai orang yang berbuat zina, namun tidak dihukum sebagaimana orang yang melakukan zina.” (Al-Mabsuth, 9: 78)

Keterangan di atas sekaligus menjadi koreksi tentang kekeliruan anggapan, bahwa hukuman lesbi sama dengan hukuman homo. Karena para ulama menegaskan hukuman bagi homo adalah dibunuh, sedangkan hukuman bagi pelaku lesbi adalah hukuman ta’zir dan bukan hukuman mati, dengan sepakat ulama.
Allahu a’lam..

Disadur dari fatwa Islam: Tanya-jawab, oleh Syekh Muhammad bin Shaleh al-Munajid.

http://www.islamqa.com/ar/ref/21058

Catatan:

Ta’zir adalah hukuman yang bentuknya tidak ditetapkan oleh syariat, tetapi dikembalikan kepada kebijakan pemerintah.

Contoh: penjara, denda, dll. Adapun hukuman yang bentuknya ditetapkan oleh syariat disebut had. contoh: potong tangan bagi pencuri, dst.

Hukuman ta’zir berlaku untuk pelanggaran yang hukumannya tidak ditetapkan oleh syariat.

http://thetrueideas.multiply.com/journal/item/3350/Oh_Ternyata_Hukuman_Untuk_Lesbian_Berbeda_dengan_Homo_a.k.a_Gay.?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem



HOMOSEX DAN LESBIAN HARUS DIBUNUH

Perlu diketahui bahwa para ulama kaum muslimin mengatakan bahwa perbuatan homoseksual dan lesbian lebih besar dosa dan hukumannya dari perbuatan zina.

Jika orang yang belum nikah berzina, maka dia akan dihukum dengan 100 kali cambukan, lalu diasingkan dari negerinya selama setahun penuh.

Sedangkan orang yang sudah menikah lalu berzina, maka dia dihukum rajam (dilempari batu) hingga mati.

Adapun pelaku liwath (istilah untuk pelaku homoseksual dan lesbian), maka hukumannya adalah dibunuh dalam keadaan bagaimana pun. Jika seseorang yang sudah baligh melakukan liwath dengan orang baligh lainnya karena sama-sama punya keinginan melakukannya, maka kedua pasangan tersebut harus dibunuh. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ

“Barangsiapa yang mengetahui ada yang melakukan perbuatan liwath (homoseksual atau lesbian) sebagaimana yang dilakukan oleh Kaum Luth, maka bunuhlah kedua pasangan liwath tersebut. ”[1]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa para sahabat telah sepakat (berijma’) bahwa pelaku liwath harus dibunuh. Akan tetapi mereka berselisih bagaimana hukuman bunuhnya? Sebagian ulama mengatakan bahwa pelaku liwath mesti dibakar dengan api karena besarnya dosa yang mereka perbuat. Ulama lainnya mengatakan bahwa pelaku liwath mesti dirajam (dilempar) dengan batu. Ulama lainnya lagi mengatakan bahwa hukuman bagi pelaku liwath adalah dibuang dari tempat tertinggi di negeri tersebut, kemudian dilempari dengan batu. Intinya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ingin menjelaskan bahwa pelaku liwath mesti dibunuh berdasarkan kesepakatan para sahabat. Seperti kita ketahui bersama bahwa ijma’ (kesepakatan) para sahabat adalah hujjah (argumen) yang kuat dan bisa mendukung hadits di atas.

Kenapa hukumannya bisa berat seperti itu?

Hal ini dikarenakan perbuatan liwath adalah perbuatan yang teramat keji –wal ‘iyadzu billah- yang dapat merusak tatanan masyarakat Islam. Seseorang sangat sulit mendeteksi manakah pelaku liwath karena mereka adalah pasangan sejenis, sesama pria atau sesama wanita. Mungkin saja kedua pasangan tersebut adalah shohib dekat. Berbeda dengan pelaku zina. Jika ada laki-laki dan perempuan berdua-duaan di tempat sunyi dan tercium mereka melakukan sesuatu layaknya pasangan suami istri, maka ini bisa diketahui. Namun beda halnya dengan perbuatan liwath. Oleh karena itu, hukumannya pantas seperti itu.

Inilah perlindungan dari Islam yang ingin menjaga tantanan masyarakat agar tidak rusak dengan adanya perbuatan homoseksual dan lesbian. Inilah rahmat dari agama ini yang senantiasa ingin melindungi umatnya dari kerusakan dan ini bukanlah berarti Islam agama yang kejam.

Faedah Ilmu dari Tafsir Al Qur’an Surat Qaaf,

Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, 8/12, Asy Syamilah

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com



JANGAN MENUNDA MENIKAH, MENIKAHLAH MESKI USIAMU BARU 17 TAHUN !!

Melihat prilaku menunda menikah tanpa alasan syar’i ditengah-tengah kaum muslimin baik dengan alasan menyelesaikan kuliah, karir atau alasan tidak syar’i lainnya menjadi salah satu sebab dari banyak sebab tersebarnya kemaksiatan onani, zina bahkan liwath (homo dan lesbi), Naudzubillah, dibarengi kemaksiatan buka aurat, ikhtilat tersebarnya pornografi membuat kerusakkan diatas kerusakkan, menambah tersebar luasnya kemaksiatan. Sebuah fenomena yang membuat lisan ini berucap semoga Allah menjaga kita semua. Sambil berfikir apa yang harus ku tulis disecarik kertas ini, sebagai nasehat untuk kaum muslimin. Ku coba awali dengan sebuah doa dengan berkata semoga Allah memberi hidayah dan menjaga kita semua…

Wahai kaum muslimin……..

Tidak tahukah kalian bahwa diantara penyebab kemaksiatan onani, perzinahan bahkan perbuatan liwat (homo dan lesbi) adalah akibat menunda nikah karena karir, kuliah atau tanpa alasan syari’i lainnya…

Tidak khwatirkah kalian terjatuh kedalamnya…

Karir apa yang kalian cari…, apakah dengan mempertaruhkan agama kau raih karirmu….!!!

Bukankah keselamatan agama dan menjaga keimanan hal yang sangat terpenting bagi kita…

Lalu apa yang menghalangi kalian untuk menikah, padahal dengan menikah dapat menjaga kita dari kemaksiatan….

Wahai kaum muslimin…….

Kuhadirkan perkataan seorang ulama yang menjelaskan hukum dan manfaat menikah sebagai hadiah dariku untuk kalian, Berkata Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al-Utsaimin Rahimahullah :
” Dan berkata sebagian Ahlu Ilmi (ulama -penj) bahwasannya menikah hukummnya wajib secara mutlak karena asal perintah adalah wajib. Hal ini dikarenakan perkataan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ” Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian mampu untuk menikah maka menikahlah ” Al-lam li ‘Amr pada asalnya di dalam ” ‘amr : perintah ” adalah wajib kecuali ada yang memalingkannya dari perintah wajib. Disamping itu bahwasannya meninggalkan menikah disertai kemampuan untuk menikah didalamnya terkandung tasyabuh (menyerupai) orang nasrani yang mereka meninggalkan menikah dengan tujuan untuk menjadi pendeta dan tasyabuh dengan selain dari kaum muslimin haram hukumnya. Dimana terdapat didalam menikah dari kebaikan yang besar dan menolak kerusakkan yang banyak, bahwasannya dengan menikah dapat lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan akan tetapi dengan adanya syarat mampu pada pendapat ini, dikarenakan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengkaitkan yang demikian itu dengan kemampuan sebagaimana perkataannya ” barangsiapa diantara kalian mampu menikah ” dan dikarenakan didalam kaidah umum, setiap kewajiban disertai dengan syarat mampu. Pendapat wajibnya nikah dalam sisiku lebih mendekati kebenaran “. ( Syarhul Mumti’ ‘Ala Zaadil Mustaq’ni, Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin, Kitab Nikah hal : 12 ).

Terlepas disana ada perbedaan pendapat tentang hukum menikah, akan tetapi ulama sepakat bahwa terdapat kemaslahatan yang banyak dengan menikah, diantaranya menjadi sebab terjaganya seseorang dari perbuatan maksiat.

Wahai kaum muslim…..

Bagaimana jika…(semoga Allah menjaga kita semua) dengan menundanya seseorang dari menikah tanpa alasan syar’i sebab terjatuh kedalam perbuatan zina, padahal Allah Ta’ala berfirman

Artinya : ” Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Isra’ : 32)

Berkata Syaikh As-Sa’di Rahimahullah ” Larangan mendekati zina lebih mengena daripada sekedar larangan berbuat zina, dikarenakan yang demikian itu mencakup larangan dari segala muqadimah zina dan perkara yang mendekatkannya.“ ( Tafsir Ar Karimur Rahman, Syaikh As-Sa’di )

Allah Ta’ala juga berfirman pada ayat lain

” Dan orang-orang yang tidak menyembah sesembahan yang lain berserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya)…….. “ ( Qs. Al Furqan 67 – 68 )

Berkata Syaikh Sa’di Rahimahullah : ” Dan nash firman Allah Ta’ala tentang ketiga dosa ini merupakan dosa besar yang paling besar, perbuatan syirik didalamnya terdapat merusak agama, membunuh didalamnya terdapat merusak badan dan zina didalamnya terdapat merusak kehormatan” ( Silahkan lihat Taisirul Karimur Rahman )

Apalagi jika sampai terjatuh kedalam perbuatan liwath, Naudzubillah. Sebuah dosa yang sangat besar, sebuah kekejian yang sangat keji. Sebagaimna Allah Ta’ala berfirman :

” Dan (Kami juga telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, ” mengapa kamu melakukan perbuatan keji (liwath), yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (didunia ini)“ ( Qs. Al A’raaf : 80 )

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” Tidak ada yang paling aku takutkan daripada ketakutanku kepada kalian atas perbuatan kaum luth “ ( HR. Ahmad, tirmidzi dan dari Sahabat Ibnu Abbas Radiyallahu ‘Anhu dishahihkan oleh Syaikh Al – Al Bani Rahimaullah)

Berkata Imam Adz-Zhahabi Rahimahullah : ” Liwath (homo/lesbi) lebih keji dan jelek dari perbuatan zina “ ( Al Kabaair Imam Adz Zhahabi )

Siapa yang menjamin kita akan selamat dari perbuatan maksiat….

Apakah karena karir kau pertaruhkan agamamu ….

Apakah karena mempriroritaskan kuliah dengan ikhtilat kau pertaruhkan kejernihan hatimu….

Apakah karena karir dikantor atau aktivitas profesimu dengan kemaksiatan ikhtilat atau kemaksiatan yang ada didalamnya kau ambil resiko yang membahayakan agamamu dengan menunda menikah…

Tidak inginkah kita hidup dengan kehidupan sempurna sebagai seorang manusia dengan didampingi seorang istri sholehah atau ditemani seorang suami sholeh……..

Tidak inginkah kita merasakan hidup sakinah dengan ditemani seorang istri penyayang lagi penurut atau suami penyabar lagi bijaksana….

Tidak inginkah kita bahagia sebagaimana kebahagian seorang suami istri yang menggandeng buah hatinya pergi kemajelis ilmu…..

Tidak inginkah kita bahagia sebagaimana kebahagian keluarga fulan yang bercanda dengan buah hatinya…..

Tidak inginkah kita bahagia ketika kening kita dikecup anak-anak kita sebagaimana kebahagian sepasang suami istri yang dikecup keningnya oleh buah hatinya sambil berkata : ” Ummi….. Abi… Abdurrahman berangkat dulu yah, sekarang ada setoran Juz Amma sama Ustadz…

Jawablah wahai kaum muslimin….

Kalau kalian ingin bahagia sebagaimana mereka bahagia, kalau kalian ingin menjaga agama kalian sebagaimana mereka menjaga agamanya, lalu apa yang menjadi alasan kalian untuk menunda nikah tanpa alasan syar’i. Apakah kalian merasa aman dengan kemaksiatan yang telah tersebar, yang banyak orang terjatuh kedalamnya. Tahukah kalian yang menjadi alasan kekhawatiran Nabi Ibrahim ‘Alaihissallam akan dirinya terjatuh kedalam perbuatan penyembahan berhala, sehingga beliau berdoa kepada Allah agar dijauhi dari penyembahan berhala, yaitu dikarenakan banyaknya orang yang terjatuh kedalam perbuatan tersebut. Bukankah Allah Ta’ala berfirman mengkabarkan tentang doa Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam

” dan jauhkanlah aku berserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala ” (Qs. Ibrahim : 35).

Berkata Syaikh Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah : ” Ketika Nabi Ibrahim merasa takut terhadap dirinya, maka beliaupun berdoa kepada Rabbnya agar di teguhkan diatas agama tauhid dan agar tidak dipalingkan hatinya sebagaimana dipalingkannya mereka. Karena beliau adalah seorang manusia seperti mereka dan seorang manusia tidaklah merasa aman dari fitnah “ ( Durus Nawaqidul Islam, Syaikh Shaleh Al Fauzan : 37)

Wahai saudaraku fillah, semoga Allah menjaga kita semua.

Tak tahukah kalian, bahwa disana ada seorang akhwat yang karena sangat takutnya terjatuh kedalam perbuatan maksiat atau karena khawatir terhadap keselamatan agamanya dia selalu berdoa ” Ya Allah jauhkanlah aku dari perbuatan maksiat dan karuniakanlah kepada diriku seorang suami sholeh “

Wahai ukhti fillah, tak tahukah kalian bahwa disana ada seorang ikhwan yang karena khawatir terjatuh kedalam perbuatan maksiat dia isi waktu terkabulnya doa dengan berdoa ” Ya Allah jauhkanlah aku dari perbuatan maksiat dan karuniakanlah kepada diriku seorang istri sholehah “

Wahai saudaraku fillah, bagaimana kalau ikhwan atau akhwat tersebut terjatuh kedalam perbuatan maksiat, lalu bagaimana kalau kita yang berada pada kondisi mereka. Bukankah kita merasa sedih kalau kita berbuat maksiat apakah kita tidak merasa sedih kalau saudara kita terjatuh kedalam perbuatan maksiat, lalu dimana ta’awun kita terhadap saudara kita, Bukankah Allah Ta’ala berfirman

” dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan.“ ( Qs. Maidah : 2 )


Bersambung di bawah gan.........



Lesbi Itu Dosa Besar
Dalam Islam, lesbianisme atau homoseksual disebut Sihaq atau Liwath dan termasuk zina. Tak ada perbedaan tentang hukum homoseksual dan lesbian dari para ulama fiqih. Semua mengatakan, hukumnya haram dan termasuk dosa besar.

Dalam Islam, pelakunya harus dihukum mati. ”Barangsiapa yang kalian temui melakukan perbuatan kaum Luth (liwath/homoseks/lesbi) maka bunuhlah pelaku dan orang yang menjadi objeknya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad).

Allah SWT membinasakan kaum Nabi Luth a.s. karena berperilaku lesbi/homoseks, dengan cara ditenggelamkan oleh banjir besar dan hujan batu.

“Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah. (Kami balikan), dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidak jauh dari orang-orang yang zhalim.” (QS. Hud: 82-83)

Salah satu simbol homo/lesbi adalah “jari tengah”. Saking besarnya dosa lesbi, sampai-sampai Rasulullah Saw melarang umatnya mengenakan cincin di jari tengah sebagai simbol lesbi dan kelakuan kaum Nabi Luth.

“Siti Aisyah meriwayatkan, Rasulullah melarang umatnya memakai cincin pada jari tengah karena hal itu menyerupai kaum Nabi Luth a.s.”

“Dari ‘Ali bin Abi Thalib, ia berkata, “Rasulullah Saw melarang kami untuk memakai cincin pada jari tengah dan telunjuk” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat An-Nasa’i: “Rasulullah Saw melarangku untuk memakai cincin pada jari telunjuk dan jari tengah.” Wallahu a’lam.*

http://ddhongkong.org/lesbi-itu-dosa-besar/



Homoseks (Liwath) Satu Dosa Besar Menurut Islam

Assalamu'alaikum wr wb,
Homoseks (Liwath) Satu Dosa Besar Menurut Islam
Dalam Islam, Homoseks (hubungan seks antara pria dengan sesama pria) merupakan
satu dosa yang besar. Lebih besar ketimbang zina antara lelaki dengan perempuan.
Begitu pula dengan lesbian (zina antara wanita dengan sesama wanita).

Dalam Al Qurâ-an Allah melaknat kaum Luth yang melakukan homoseks dan lesbian
sehingga menyiksa mereka.

“Ketika Luth berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya kamu benar-benar
mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh
seorangpun dari umat-umat sebelum kamu
Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki (homosex), menyamun dan
mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu? Maka jawaban kaumnya tidak
lain hanya mengatakan: “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu
termasuk orang-orang yang benar.” [Al 'Ankabuut 28-29]

Dan Kami mengutus Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata
kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum
pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?”
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka),
bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. ” [Al
A'raaf 81-82]


Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu
mengerjakan perbuatan fahisyah itu sedang kamu memperlihatkan(nya)?”
“Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan
(mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat
perbuatanmu).”
Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: “Usirlah Luth beserta
keluarganya dari negerimu; karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang
(menda’wakan dirinya) bersih.”

Maka Kami selamatkan dia beserta keluarganya, kecuali isterinya. Kami telah
mentakdirkan dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). ” [An
Naml 54-57]

Jelas bukan bagaimana Allah mengharamkan perbuatan Homoseks?

Jika zina antara lelaki dengan perempuan yang belum menikah hukumnya hanya
dicambuk 100x dan diasingkan selama setahun, hukuman homoseks lebih berat,
yaitu: dibunuh keduanya.

Hadits riwayat Ibn Abbas : “Siapa saja yang engkau dapatkan mengerjakan
perbuatan homoseksual maka bunuhlah kedua pelakunya”. [ditakhrij oleh Abu
Dawud 4/158 , Ibn Majah 2/856 , At Turmuzi 4/57 dan Darru Quthni 3/124].

Ini karena perbuatan homoseks itu lebih besar dosanya daripada zina antara
lelaki dengan perempuan.

Nabi paling menakuti bahaya Homoseks di kalangan ummat Islam:

Hadits Jabir: Sesungguhnya yang paling aku takuti (menimpa) umatku adalah
perbuatan kaum Luth (Homoseks)” [HR Ibnu Majah : 2563, 1457. Tirmidzi berkata
: Hadits ini hasan Gharib, Hakim berkata, Hadits shahih isnad]

Homoseks berbahaya karena selain bisa menimbulkan kecanduan juga akan membuat
penderitanya untuk memperkosa pria lain, bahkan anak kecil, untuk memuaskan
nafsunya. Jika merebak, maka ummat manusia pun bisa punah.

Allah melaknat para pelaku homoseks sehingga sampai membinasakan kaum Nabi Luth:

Hadits Ibnu Abbas: “Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum
Luth, (beliau mengulanginya sebanyak tiga kali)” [HR Nasa’i dalam As-Sunan
Al-Kubra IV/322 No. 7337]

Merebaknya berbagai penyakit kelamin seperti penyakit AIDS yang terutama menimpa
para penderita Homoseks cuma azab kecil Allah bagi para pelaku homoseks. Usai
mati akan ada siksa kubur dan siksa neraka yang jauh lebih keras dan lebih lama
untuk mereka.

Oleh karena itu kita harus berhati-hati terhadap perbuatan Homoseks. Banyak
orang jadi homoseks karena diperkosa oleh orang yang terlebih dulu jadi Homoseks
baik di penjara, sekolah (SMA dsb), atau pun tempat-tempat lainnya.

Oleh karena itu jika ada seorang pria memegang (maaf) pantat anda, anda harus
hati-hati sebab itu satu gejala dari seorang homoseks.

Seorang Blogger yang dulunya juga pernah gay namun sekarang bertobat dan
berhenti jadi gay menulis cara untuk menyembuhkan penyakit gay:

http://lubisgrafura.wordpress.com/2006/11/05/gay-dapat-disembuhkan

Di antaranya harus meyakini bahwa gay/homoseks itu dosa besar dan dibenci oleh
Allah sehingga Allah sampai menghancurkan kaum Sodom dan Gomorrah karenanya.
Bertobatlah dengan mengucapkan Astaghfirullahal ‘azhiim berulangkali.

Terapi diri sendiri dengan mengatakan “Gay itu Sesat”, Gay itu menjijikkan,
Aku bukan Gay, Aku Suka perempuan, minimal 2.000 kali di berbagai waktu dari
mulai bangun, bengong, hendak tidur, dan sebagainya. Jika perlu menulis 50
kertas HVS bolak-balik setiap hari kata-kata di atas untuk mensugesti diri.

Kemudian berdoa kepada Allah dan bertawakkal agar disembuhkan dari penyakit gay.
Entah bagaimana, menurut pengakuan penulis tersebut dia sembuh dari penyakit
itu.

Selain itu, sebaiknya berpuasa atau segera menikah dengan lawan jenis yang saleh
agar kebutuhan seksual bisa dipenuhi dengan cara yang fitrah. Jauhi orang-orang
yang bisa mengajak anda kembali kepada homoseksual/lesbianisme.

Silahkan baca artikel lainnya tentang dosa menurut ajaran Islam di:

http://media-islam.or.id/category/dosa-kemunkaran
.
===
Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits
http://media-islam.or.id
Jasa Pembuatan Website (All in) 2 Dinar:
http://media-islam.or.id/2010/07/22/pembuatan-website-seharga-2-dinar
Milis Syiar Islam: syiar-islam-subscribe@yahoogroups.com

http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/message/35331



Dosa Homoseksual Tidak Terampuni?

Assalamualaikum ustadz. Apa benar seorang yang melakukan perbuatan berhubungan sexual sesama jenis dosanya tidak akan di ampuni oleh ALLAH, dan ALLAH tidak akan menemui orang tersebut nantinya di akhirat. dan orang yang melakukannya akan dalam keadaan najis seumur hidup dunia dan akhirat??

Tolong beri penjelasannya ustadz, saya benar-benar ingin bertaubat dan tidak akan mengulanginya lagi. Apa yang harus saya kerjakan ustadz? Sehingga saya bisa terbebas dari dosa itu? dan apakah dosa saya tersebut masih bisa diampuni oleh ALLAH SWT?. Saya benar benar takut ustadz? Wassalam … (FA)

JAWAB: Wa’alaikum salam. Homoseksual (Liwath) –juga lesbianisme– termasuk dosa besar, namun bisa diampuni oleh Allah SWT jika pelakunya bertobat, menyesal, mohon ampunan-Nya, dan tidak mengulangi perbuatannya. Jika tidak bertobat, siksa Allah sangat pedih bagi pelaku Liwath.

Liwath belum pernah dilakukan oleh sebuah kaum sebelum kaum Nabi Luth. Allah SWT menimpakan adzab kepada kaum Nabi Luth yang menjadi homo. Mereka diadzab dengan siksaan yang belum pernah diturunkan kepada siapa pun karena sangat jeleknya perbuatan mereka dan sangat berbahayanya perbuatan tersebut. (QS. Al A’raaf : 80-81, Hud:82-83).

“Sesungguhnya yang paling aku takuti dari umatku adalah perbuatan kaum Nabi Luth.” (HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah).

“Terlaknat orang yang menggauli binatang, terlaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth (liwath/homoseks).” (HR. Ahmad).

Liwath akan memusnahkan generasi manusia, selain bahaya lain seperti tersebarnya kemaksiatan, menimbulkan penyakit berbahaya –infeksi, tifoid disentri, sifilis, gonore (kencing darah), herpes, AIDS, dan lainnya.

Dalam hukum Islam, pelaku Liwath harus dihukum mati. ”Barangsiapa yang kalian temui melakukan perbuatan kaum Luth (liwath/homoseks) maka bunuhlah pelaku dan orang yang menjadi objeknya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad).

Segera bertobat, perbanyak istighfar, dzikir, baca Quran, dan bergaullah dengan orang-orang shaleh, aktif di masjid, organisasi Islam, dan jauhi lingkungan yang bisa menyeret Anda kembali ke dunia hitam tersebut. Wallahu a’lam. *

http://muslimtoday.net/konsultasi/dosa-homoseksual-tidak-terampuni/



Beberapa Artikel Tentang Homoseksual dan Lesbian

Homoseksual dan Lesbian di Indonesia
Adian Husaini
Masalah homoseksual dan lesbian di Indonesia kini memasuki babak-babak yang semakin menentukan. Sebagai sebuah negeri Muslim terbesar, Indonesia menjadi ajang pertaruhan penting perguliran kasus ini. Anehnya, hampir tidak ada organisasi dan tokoh umat yang serius menanggapi masalah ini. Padahal, ibarat penyakit, masalahnya sudah semakin kronis, karena belum mendapatkan terapi yang serius.

Ahad (26/6), Front Pembela Islam (FPI) memprotes penyelenggaraan Miss Waria Indonesia, di Gedung Sarinah. Namun, protes FPI tidak digubris. Kontes itu tetap jalan. Ini merupakan kontes yang kedua. Pemenang kontes Miss Waria tahun lalu, Meggie Megawatie (bernama asli Totok Sugiarto), berhasil masuk dalam jajaran 10 besar dalam kontes waria se-dunia di Thailand. Menurut laporan Jawa Pos (25/6/2005), kali ini, Gubernur Sutiyoso menyumbang Rp 100 juta untuk penyelenggaraan kontes waria.

Kodrat?
Persoalan homoseks bukanlah persoalan kodrat manusia. Tapi, menyangkut masalah orientasi dan praktik seksual sesama jenis. Kodrat bahwa seorang berpotensi sebagai homo atau lesbi adalah anugerah dan ujian Tuhan. Tetapi, penyaluran seksual sesama jenis merupakan dosa yang dikecam keras dalam ajaran agama. Belum lama ini (8/6/2005), Paus Benediktus XVI menegaskan, bahwa Gereja Katolik melarang pernikahan sesama jenis dan menentang aborsi. Sikap ini disampaikan menjelang referendum di Italia soal reproduksi dan inseminasi buatan. Meskipun banyak pastor yang terjerat skandal homoseksual, Paus tetap bersikap tegas terhadap masalah homoseksual.

Pada 18 Juni lalu, lebih dari 500.000 umat Katolik berkampanye didukung sekitar 20 uskup senior untuk menentang hukum baru di Spanyol yang mengesahkan perkawinan sesama jenis. Meskipun mayoritas Katolik, Spanyol kini merupakan negara kedua yang melegalkan pasangan homoseksual – setelah Belanda dan Belgia. Mayoritas kaum Katolik di Spanyol tampaknya tidak menggubris larangan Paus. Kaum Kristen di Barat pada umumnya, memang sudah lama menghadapi dilema dan masalah berat dalam soal homoseksual. Prinsip sekular-liberal yang diimani sebagai pedoman dan pandangan hidup mereka, telah merelatifkan dan meliberalkan nilai-nilai moral. Maka, praktik homoseksual yang dikutuk oleh Bibel dan para tokoh Gereja sejak dulu, kini semakin merajalela.

Di kalangan Yahudi, praktik homoseksual juga semakin menggejala dan menggurita. Tahun lalu, di Israel, dalam satu acara perkumpulan yang digalang oleh kelompok homoseksual/lesbian (Agudah), tokoh Partai Likud pun ikut mendukung agenda kaum homoseks itu. Bat-Sheva Shtauchler, tokoh Likud, menyatakan ''We will support everything. Who said the Likud doesn't cooperate with the community?'' Biasanya, Likud termasuk yang menentang keras praktik homoseksual, karena dalam Bible memang disebutkan, pelaku homoseksual harus dihukum mati. Dalam Kitab Imamat (Leviticus) 20:13, disebutkan bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri.

Dalam Islam, hingga kini, praktik homoseksual tetapdipandang sebagai tindakan bejat. Di dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa praktik homoseks merupakan satu dosa besar dan sanksinya sangat berat. Rasulullah SAW bersabda, ''Siapa saja yang menemukan pria pelaku homoseks, maka bunuhlah pelakunya tersebut.'' (HR Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasai, Ibnu Majah, al-Hakim, dan al-Baihaki). Imam Syafii berpendapat, bahwa pelaku homoseksual harus dirajam (dilempari batu sampai mati) tanpa membedakan apakah pelakunya masih bujangan atau sudah menikah.

Untuk pelaku praktik lesbi (wanita dengan wanita), diberikan ganjaran hukuman kurungan dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya. (QS 4:15). Para fuqaha membedakan hukuman antara pelaku homoseksual (sesama laki-laki) dengan lesbian (sesama wanita). Pelaku lesbi tidak dihukum mati. Dalam kitab Fathul Mu'in, kitab fikih yang dikaji di pesantren-pesantren Indonesia, dikatakan, bahwa pelaku lesbi (musaahaqah) diberi sanksi sesuai dengan keputusan penguasa (ta'zir). Bisa jadi, penguasa atau hakim membedakan jenis hukuman antara pelaku lesbi yang terpaksa dengan yang profesional. Apalagi, untuk para promotor lesbi. Apapun, hingga kini, praktik homoseksual dan lesbian tetap dipandang sebagai praktik kejahatan kriminal, dan tidak patut dipromosikan apalagi dilegalkan.

Ajaib
Menyimak posisi ajaran Islam dan Kristen yang tegas terhadap masalah homoseksual, harusnya berbagai pihak tidak memberi kesempatan untuk mempromosikanya. Karena itu, adalah ajaib, jika saat ini, begitu banyak media massa yang membuat opini seolah-olah homoseksual adalah suatu tindakan mulia (amal salih) yang perlu diterima oleh masyarakat. Promosi dan kampanye besar-besaran legalisasi homoseksual ini berusaha menggiring opini masyarakat untuk menerima praktik homoseksual.

Pada Senin, 13 Juni 2005, pukul 08.30 WIB, dalam acara Good Morning di Trans TV melakukan kampanye legalisasi perkawinan sesama jenis. Ketika itu ditampilkan sosok wanita lesbi bernama Agustin, yang mengaku sudah 13 tahun hidup bersama pasangannya yang juga seorang wanita. Agustin, yang mengaku menyukai sesama wanita sejak umur 12 tahun, ditampilkan sebagai sosok yang tertindas, diusir oleh keluarganya, pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, gara-gara dirinya seorang lesbi. Kini ia bekerja di LSM Koalisi Perempuan Indonesia. Ketika ditanya, mengapa dia berani membuka dirinya, sebagai seorang lesbi, Agustin menyatakan, bahwa dia sudah capek berbohong. Dia ingin jujur dan mengimbau masyarakat bisa memahami dan menerimanya.

Praktik hubungan seksual dan perkawinan sesama jenis, katanya, adalah sesuatu yang baik. Seorang psikolog yang juga seorang wanita (tidak dijelaskan apakah dia lesbi atau tidak) juga menjelaskan bahwa homoseksual dan lesbian bukan praktik yang abnormal, tetapi merupakan orientasi dan praktik seksual yang normal.

Acara Trans TV itu tentu saja perlu diberi perhatian serius oleh kaum Muslimin. Sebab, ini merupakan kampanye dan promosi perkawinan sesama jenis yang bersifat massal dan terbuka. Selama ini, banyak TV yang menayangkan acara baik sinetron, komedi, film yang secara terselubung berisi kampanye dukungan buat kaum homo. Hanya saja, biasanya tidak sampai kepada bentuk dukungan terhadap perkawinan sesama jenis.

Kasus leluasanya kampanye besar-besaran legalisasi homoseksual dan dukungan (pendiaman) terhadap kontes Miss Waria bisa dilihat sebagai satu gejala mulai lumpuhnya peran nahi-munkar organisasi dan tokoh-tokoh Islam di Indonesia. Mungkin banyak tokoh sedang sibuk ngurus ''yang lain'' atau sedang mengalami kegagapan menghadapi arus globalisasi dan hegemoni media televisi yang saat ini menjadi penguasa moral dan penentu nilai-nilai moral baru di tengah masyarakat. Salah satu dampak globalisasi adalah lahirnya sikap ketidakberdayaan (powerless) yang gagap dan gamang dalam menyikapi kedigdayaan media informasi seperti TV.

Penjungkirbalikan nilai-nilai haq dan bathil merupakan masalah paling serius yang dihadapi kaum Muslim saat ini. Harusnya, organisasi Islam besar NU, Muhammadiyah, MUI, Al-Irsyad, DDII, PKS, PPP, dan sebagainya memahami, bahwa masalah pencegahan kemunkaran dalam bentuk perzinahan atau homoseksual adalah persoalan besar dan serius, yang tidak kalah seriusnya dibandingkan masalah korupsi uang. Para tokoh organisasi itu pasti paham, beratnya sanksi perzinahan dalam Islam. Urusan menghentikan kemunkaran bukanlah hanya tugas FPI atau KISDI semata. Kita berharap, kemenangan partai Islam di wilayah terentu berbanding lurus dengan pengurangan tindakan kemunkaran di wilayah itu. Jangan sampai politiknya menang, tapi kemunkaran malah berkembang, yang mendekatkan masyarakat pada turunnya azab Allah SWT.

Mengikuti jejak kalangan Kristen, di kalangan Islam, bahkan di lingkungan pendidikan tinggi Islam, juga sudah muncul suara yang mendukung perkawinan sejenis. Tahun 2004, Jurnal Justisia terbitan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, menulis cover story dengan judul ''Indahnya Kawin Sesama Jenis''. Dikatakan di Jurnal ini, bahwa hanya orang primitif saja yang yang melihat perkwinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya.

Kini, dalam soal homoseksual, manusia seperti memutar jarum sejarah: menganggap enteng, memberikan legitimasi, dan ujungnya adalah azab Allah. Dan Rasulullah SAW mengingatkan: ''Tidaklah (sebagian) dari suatu kaum yang berbuat maksiat, dan di kalangan mereka ada orang yang mampu mencegahnya atas mereka, lalu dia tidak berbuat, melainkan hampir-hampir Allah meratakan dengan azab dari sisi-Nya.'' (HR Abu Dawud, at-Turmudzi, dan Ibnu Majah).
Gerakan Homoseksual dari IAIN Semarang
Adian Husaini

Saat ini, liberalisasi nilai-nilai dan ajaran Islam di Indonesia benar-benar sudah sampai pada taraf yang sangat ajaib dan menjijikkan. Orang-orang yang bergelut dalam bidang studi Islam tidak segan-segan lagi menghancurkan ajaran agama yang sudah jelas dan qath’iy. Sementara, institusi pendidikan tinggi Islam seperti tidak berdaya, membiarkan semua kemungkaran itu terjadi di lingkungannya. Pekan lalu, saya menerima kiriman buku dari Semarang berjudul Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual, (Semarang:Lembaga Studi Sosial dan Agama/eLSA, 2005).

Buku ini adalah kumpulan artikel di Jurnal Justisia Fakultas Syariah IAIN Semarang edisi 25, Th XI, 2004.

Buku ini secara terang-terangan mendukung, dan mengajak masyarakat untuk mengakui dan mendukung legalisisasi perkawinan homoseksual. Bahkan, dalam buku ini ditulis strategi gerakan yang harus dilakukan untuk melegalkan perkawinan homoseksual di Indonesia, yaitu (1) mengorganisir kaum homoseksual untuk bersatu dan berjuang merebut hak-haknya yang telah dirampas oleh negara, (2) memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa apa yang terjadi pada diri kaum homoseksual adalah sesuatu yang normal dan fithrah, sehingga masyarakat tidak mengucilkannya bahkan sebaliknya, masyarakat ikut terlibat mendukung setiap gerakan kaum homoseksual dalam menuntut hak-haknya, (3) melakukan kritik dan reaktualisasi tafsir keagamaan (tafsir kisah Luth dan konsep pernikahan) yang tidak memihak kaum homoseksual, (4) menyuarakan perubahan UU Perkawinan No 1/1974 yang mendefinisikan perkawinan harus antara laki-laki dan wanita.” (hal. 15)
Kita tidak tahu, apakah para penulis yang merupakan mahasiswa-mahasiswa fakultas Syariah IAIN Semarang itu merupakan kaum homo atau tidak. Tetapi, umat Islam tentu saja dibuat terbelalak dan terperangah dengan berbagai tulisan yang ada di buku ini. Betapa tidak, anak-anak ini dengan beraninya melakukan ijtihad dan merumuskan hukum baru dalam Islam, bahwa aktivitas homoseks dan lesbian adalah normal dan halal, sehingga perlu disahkan dalam satu bentuk perkawinan.
Masalah perkawinan memang senantiasa menjadi sasaran liberalisasi agama. Ketika hukum-hukum yang sudah pasti – seperti haramnya muslimah menikah dengan laki-laki non-Muslim – dirombak oleh sejumlah dosen IAIN/UIN, seperti Zainun Kamal dan Musdah Mulia – maka logika yang sama bisa digunakan untuk merombak hukum-hukum lain di bidang perkawinan, dengan alasan perlindungan Hak Asasi Manusia kaum homoseks. Bahkan, mereka berani membuat tafsir baru atas ayat-ayat Al-Quran, dengan membuat tuduhan-tuduhan keji terhadap Nabi Luth.
Seorang penulis dalam buku ini, misalnya, menyatakan, bahwa pengharaman nikah sejenis adalah bentuk kebodohan umat Islam generasi sekarang karena ia hanya memahami doktrin agamanya secara given, taken for granted, tanpa ada pembacaan ulang secara kritis atas doktrin tersebut. Si penulis kemudian mengaku bersikap kritis dan curiga terhadap motif Nabi Luth dalam mengharamkan homoseksual, sebagaimana diceritakan dalam Al-Quran surat al-A’raf :80-84 dan Hud :77-82). Semua itu, katanya, tidak lepas dari faktor kepentingan Luth itu sendiri, yang gagal menikahkan anaknya dengan dua laki-laki, yang kebetulan homoseks.
Ditulis dalam buku ini sebagai berikut:
‘’Karena keinginan untuk menikahkan putrinya tidak kesampaian, tentu Luth amat kecewa. Luth kemudian menganggap kedua laki-laki tadi tidak normal. Istri Luth bisa memahami keadaan laki-laki tersebut dan berusaha menyadarkan Luth. Tapi, oleh Luth, malah dianggap istri yang melawan suami dan dianggap mendukung kedua laki-laki yang dinilai Luth tidak normal. Kenapa Luth menilai buruk terhadap kedua laki-laki yang kebetulan homo tersebut? Sejauh yang saya tahu, al-Quran tidak memberi jawaban yang jelas. Tetapi kebencian Luth terhadap kaum homo disamping karena faktor kecewa karena tidak berhasil menikahkan kedua putrinya juga karena anggapan Luth yang salah terhadap kaum homo.” (hal. 39)
Sejak kecil, anak-anak kita sudah diajarkan untuk menghafal dan memahami rukun iman. Salah satunya, adalah beriman kepada Nabi dan Rasul, termasuk sifat-sifat wajib yang dimiliki oleh para Nabi. Yaitu, bahwa para Nabi itu merupakan orang yang jujur, amanah, cerdas, dan menyampaikan risalah kenabian. Mereka juga berifat ma’shum, terjaga dari kesalahan. Tetapi, dengan metode pemahaman historis-kritis ala hermeneutika modern, semua itu bisa dibalik. Kisah Nabi Luth, misalnya, dianalisis secara asal-asalan oleh anak IAIN ini. Dan hasilnya, Nabi Luth digambarkan sebagai sosok yang emosional dan tolol.
Dikatakannya dalam buku ini:
“Luth yang mengecam orientasi seksual sesama jenis mengajak orang-orang di kampungnya untuk tidak mencintai sesama jenis. Tetapi ajakan Luth ini tak digubris mereka. Berangkat dari kekecewaan inilah kemudian kisah bencana alam itu direkayasa. Istri Luth, seperti cerita Al-Quran, ikut jadi korban. Dalam Al-Quran maupun Injil, homoseksual dianggap sebagai faktor utama penyebab dihancurkannya kaum Luth, tapi ini perlu dikritisi… saya menilai bencana alam tersebut ya bencana alam biasa sebagaimana gempa yang terjadi di beberapa wilayah sekarang. Namun karena pola pikir masyarakat dulu sangat tradisional dan mistis lantas bencana alam tadi dihubung-hubungkan dengan kaum Luth…. ini tidak rasional dan terkesan mengada-ada. Masa’, hanya faktor ada orang yang homo, kemudian terjadi bencana alam. Sementara kita lihat sekarang, di Belanda dan Belgia misalnya, banyak orang homo nikah formal… tapi kok tidak ada bencana apa-apa.” (hal. 41-42).
Tentu saja, penafsiran anak IAIN ini sangat liar, karena ia tidak menggunakan metodologi tafsir yang benar. Disamping ayat-ayat Al-Quran, seharusnya, dia juga menyimak berbagai hadits Nabi Muhammad saw tentang homoseksual ini. Begitu juga para sahabat dan para ulama Islam terkemuka. Tapi, bisa jadi, si anak ini sudah terlalu kurang ajar dan tidak lagi mempunyai adab dalam mengakui kesalehan dan kecerdasan para Nabi, termasuk para sahabat Nabi. Pada catatan yang lalu, kita sudah memahami, bagaimana mereka mencaci-maki sahabat Nabi seenak perutnya sendiri.
Dengan sedikit bekal ilmu syariah yang dimilikinya, si penulis berani ‘berijtihad’ membuat hukum baru dalam Islam, dengan terang-terangan menghalalkan perkawinan homoseksual. Menurutnya, karena tidak ada larangan perkawinan homoseksual dalam Al-Quran, maka berarti perkawinan itu dibolehkan. Katanya, ia berpedoman pada kaedah fiqhiyyah, “’adamul hukmi huwa al-hukm” (tidak adanya hukum menunjukkan hukum itu sendiri).
Logika anak IAIN ini jelas sangat tidak beralasan dan berantakan. Di dalam Al-Quran juga tidak ada larangan kawin dengan anjing, babi, atau monyet. Dengan logika yang sama, berarti anak-anak Fakultas Syariah IAIN Semarang itu juga dibolehkan menikah dengan anjing, babi, atau monyet. Kita tunggu saja, mungkin sebentar lagi, mereka akan meluncurkan buku “Indahnya Menikah dengan Monyet”. Bukankah monyet juga mempunyai Hak Asasi untuk menikah dengan mahasiswa Syariah IAIN Semarang itu?

Tentang Kisah Luth sendiri, Al-Quran sudah memberikan gambaran jelas bagaimana terkutuknya kaum Nabi Luth yang merupakan pelaku homoseksual ini.
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kalian. Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwat, bukan kepada wanita; malah kalian ini kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.” (QS Al-A’raf:80-84).
Para mufassir Al-Quran selama ratusan tahun tidak ada yang berpendapat seperti anak-anak ‘kemarin sore’ yang berlagak menjadi mujtahid besar di abad ini, meskipun baru mengecap bangku kuliah S-1 di Fakultas Syariah IAIN Semarang itu. Orang yang memahami bahasa Arab pun tidak akan keliru dalam menafsirkan ayat tersebut. Bahwa memang kaum Nabi Luth adalah kaum yang berdosa karena mempraktikkan perilaku homoseksual. Hukuman yang diberikan kepada mereka, pun dijelaskan, sebagai bentuk siksaan Allah, bukan sebagai bencana alam biasa. Tidak ada sama sekali penjelasan bahwa Nabi Luth dendam pada kaumnya karena tidak mau mengawini kedua putrinya. Tafsir homo ala anak IAIN Semarang yang menghina Nabi Luth itu benar-benar sebuah fantasi intelektual untuk memaksakan pehamamannya yang pro-homoseksual.
Dalam Islam maupun Kristen, hingga kini, praktik homoseksual tetap dipandang sebagai tindakan bejat. Nabi Muhammad saw bersabda, “Siapa saja yang menemukan pria pelaku homoseks, maka bunuhlah pelakunya tersebut.” (HR Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasai, Ibnu Majah, al-Hakim, dan al-Baihaki). Imam Syafii berpendapat, bahwa pelaku homoseksual harus dirajam (dilempari batu sampai mati) tanpa membedakan apakah pelakunya masih bujangan atau sudah menikah. Dalam Pidatonya pada malam Tahun Baru 2006, Paus Benediktus XVI juga menegaskan kembali tentang terkutuknya perilaku homoseksual.
Gerakan legalisasi homoseksual yang dilakukan para mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Semarang – dan mendapatkan legalisasi dari Institusinya – merupakan fenomena baru dalam gerakan legalisasi homoseksual di Indonesia. Di dunia Islam pun, gerakan semacam ini, belum ditemukan. Hal semacam ini merupakan sesuatu yang “unthought”, yang tidak terpikirkan selama ini; bahwa dari lingkungan Fakultas Syariah Perguruan Tinggi Islam justru muncul gerakan untuk melegalkan satu tindakan bejat yang selama ribuan tahun dikutuk oleh agama. Tentulah, gerakan homoseksual dari lingkungan kampus Islam, merupakan tindakan kemungkaran yang jauh lebih bahaya dari gerakan legalisasi homoseks yang selama ini sudah gencar dilakukan kaum homoseksual sendiri.
Dalam catatan penutup buku ini dimuat tulisan berjudul “Homoseksualitas dan Pernikahan Gay: Suara dari IAIN”. Penulisnya, mengaku bernama Mumu, mencatat, “Ya, kita tentu menyambut gembira upaya yang dilakukan oleh Fakultas Syariah IAIN Walisongo tersebut.”
Juga dikatakan: “Hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada alasan kuat bagi siapapun dengan dalih apapun, untuk melarang perkawinan sejenis. Sebab, Tuhan pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil bahkan kebablasan.”
Membaca buku ini, kita jadi bertanya-tanya, sudah begitu bobrokkah institusi pendidikan tinggi Islam kita? Sampai-sampai sebuah Fakultas Syariah IAIN menjadi sarang gerakan legalisasi tindakan amoral yang jelas-jelas bejat dan bertentangan dengan ajaran agama? Wallahu a’lam.
Kaum Nabi Luth AS
Harun Yahya
Salah satu adzab Allah paling dahsyat yang dikisahkan dalam Al-Quran adalah tentang pemusnahan kaum Nabi Luth. Mereka diadzab Allah karena melakukan praktek homoseksual. Menurut kitab Perjanjian Lama, kaum Nabi Luth ini tinggal di sebuah kota bernama Sodom. Sehingga karena itu praktek homoseksual saat ini kerap disebut juga sodomi.
Penelitian arkeologis mendapatkan keterangan, kota Sodom semula berada di tepi Laut Mati (Danau Luth) yang terbentang memanjang di antara perbatasan Israel-Yordania. Dengan sebuah gempa vulkanis yang diikuti letusan lava, kota tersebut Allah runtuhkan, lalu jungkir-balik masuk ke dalam Laut Mati.

Layaknya orang jungkir-balik atau terguling, kerap bagian kepala jatuh duluan, lalu diikuti badan dan kaki. Begitu pula kota Sodom, saat runtuh dan terjungkal, bagian atas kota itu duluan yang terjun ke dalam laut, sebagaimana Allah kisahkan dalam Al-Quran: Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu (terjungkir-balik sehingga) yang di atas ke bawah, dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi. (Surat Huud ayat 82).
Hasil penelitian ilmiah kontemporer menjelaskan, bencana itu dapat terjadi karena daerah Lembah Siddim, yang di dalamnya terdapat kota Sodom dan Gomorah, merupakan daerah patahan atau titik bertemunya dua lempengan kerak bumi yang bergerak berlawanan arah. Patahan itu berawal dari tepi Gunung Taurus, memanjang ke pantai selatan Laut Mati dan berlanjut melewati Gurun Arabia ke Teluk Aqaba dan terus melintasi Laut Merah, hingga berakhir di Afrika.
Biasanya, bila dua lempengan kerak bumi ini bergeser di daerah patahan maka akan menimbulkan gempa bumi dahsyat yang diikuti dengan tsunami (gelombang laut yang sangat besar) yang menyapu kawasan pesisir pantai. Juga biasa diikuti dengan letusan lava/lahar panas dari perut bumi.
Hal seperti itu pula yang terjadi pada kota Sodom, sebagaimana diungkap peneliti Jerman, Werner Keller, “Bersama dengan dasar dari retakan yang sangat lebar ini, yang persis melewatai daerah ini, Lembah Siddim, termasuk Sodom dan Gomorrah, dalam satu hari terjerumus ke kedalaman (Laut Mati). Kehancuran mereka terjadi melalui sebuah peristiwa gempa bumi dahsyat yang mungkin disertai dengan letusan petir, keluarnya gas alam serta lautan api. Pergeseran patahan membangkitkan tenaga vulkanik (berupa gempa) yang telah lama tertidur sepanjang patahan.”
Dengan keterangan ilmiah tersebut dapat direkonstruksi kembali bagaimana adzab Allah itu menimpa ummat Nabi Luth yang ingkar kepada-Nya. Bencana itu didahului dengan sebuah gempa yang menyebabkan tanah menjadi merekah. Dari rekahan itu muncul semburan lahar panas yang menghujani penduduk kota Sodom. Di bawah pesisir Laut Mati juga terdapat sejumlah besar timbunan kantung-kantung gas metana mudah terbakar.
Kemungkinan besar, letusan lava serta semburan gas metana itulah yang Allah maksudkan dalam Al-Quran dengan hujan batu dari tanah yang terbakar. Bencana itu diakhiri dengan terjunnya kota Sodom bersama penduduknya ke dalam Laut Mati.
Serangkaian percobaan ilmiah di Universitas Cambridge membenarkan teori ini. Para ilmuwan membangun tiruan tempat berdiamnya kaum Luth di laboratorium, lalu mengguncangnya dengan gempa buatan. Sesuai perkiraan, dataran ini terbenam dan miniatur rumah tergelincir masuk lalu terbenam di dalamnya.
Penemuan arkeologis dan percobaan ilmiah ini mengungkap satu kenyataan penting, bahwa kaum Luth yang disebutkan Al-Quran memang pernah hidup di masa lalu, kemudian mereka punah diazab Allah akibat kebejatan moral mereka. Semua bukti terjadinya bencana itu kini telah terungkap dan sesuai benar dengan pemaparan Al Qur’an.

Hukuman Bagi HomoSeks
Abu Hafshah

Homoseksual (liwath) merupakan perbuatan asusila yang sangat terkutuk dan menunjukkan pelakunya seorang yang mengalami penyimpangan psikologis dan tidak normal. Berbicara tentang homoseksual di negara-negara maju, maka kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Di negara-negara tersebut kegiatannya sudah dilegalkan. Yang lebih menyedihkan lagi, bahwa 'virus' ini ternyata juga telah mewabah di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Bagaimana sesungguhnya masalah besar ini menurut kacamata Islam? Apa ancaman yang akan diterima pelakunya? Beberapa uraian berikut akan merangkum pendapat Imam Ibn al-Qayyim di dalam bukunya, ad-Dâ’Wa ad-Dawâ.
Dalam istilah Islam, homoseksual lebih dikenal dengan nama "al-Liwâth" yang diambil dari kata "Luth," nama seorang Nabi Allah. Mengapa dinisbatkan kepada Nabi Allah tersebut? Sebab perbuatan semacam itu dilakukan oleh kaumnya. (Kadang juga disebut dengan sodomi, dari nama negri kaum Nabi Luth, Sodom, red)
Dampak negatif yang ditimbulkan perbuatan Liwâth (Homoseksual), sebagaimana perkataan Jumhur Ulama ijma' dari para shahabat mengatakan, "Tidak ada satu perbuatan maksiat pun yang kerusakannya lebih besar dibanding perbuatan homoseksual. Bahkan dosanya berada persis di bawah tingkatan kekufuran bahkan lebih besar dari kerusakan yang ditimbulkan tindakan pembunuhan."
Allah subhanahu wata’ala tidak pernah menguji dengan ujian yang seberat ini kepada siapa pun umat di muka bumi ini selain umat Nabi Luth. Dia memberikan siksaan kepada mereka dengan siksaan yang belum pernah dirasakan oleh umat mana pun. Hal ini terlihat dari beraneka ragamnya adzab yang menimpa mereka, mulai dari kebinasaan, dibolak-balikkannya tempat tinggal mereka, dijerembabkan nya mereka ke dalam perut bumi dan dihujani bebatuan dari langit. Ini tak lain karena demikian besarnya dosa perbuatan tersebut.
Hukuman bagi Pelakunya
Setidaknya, ada tiga hukuman berat terhadap pelaku homoseksual:
Pertama; Dibunuh.
Para ulama mengatakan, "Dalil atas hal ini adalah bahwa Allah subhanahu wata’ala menjadikan Hadd (hukuman) atas orang yang membunuh jiwa manusia diserahkan kepada pilihan wali dari korban; dibunuh atau dima'afkan tetapi pelakunya harus membayar denda (diyat) atas hal itu. Namun hal ini berbeda dengan kasus homoseksual. Allah subhanahu wata’ala mengenakan Hadd yang pasti (tegas) sebagaimana yang disepakati para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdasarkan dalil-dalil dari as-Sunnah yang begitu tegas yang tidak ada pertentangan atasnya, bahkan demikian pula yang dilakukan oleh para shahabat dan al-Khulafa` ar-Rasyidun.
Kedua; Dibakar.
Terdapat riwayat yang valid dari Khalid bin al-Walid radhiyallahu ‘anhu bahwa ia pernah menemukan di suatu daerah pinggiran perkampungan Arab seorang laki-laki yang menikah dengan sesamanya layaknya wanita yang dinikahkan. Maka, ia pun mengabarkan hal itu kepada Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Lalu beliau meminta pendapat para shahabat yang lain, di antaranya 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang mengambil pendapat yang sangat tegas. Ia mengata kan, "Menurutku, hukumannya dibakar dengan api." Maka Abu Bakar pun mengirimkan balasan kepada Khalid bahwa hukumannya 'dibakar.'
Ketiga; Dilempar dengan Batu Setelah Dijungkalkan dari Tempat Yang Tinggi.
'Abdullah bin 'Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, "Perlu dicari dulu, mana bangunan yang paling tinggi di suatu perkampungan, lalu si homoseks dilempar darinya dengan posisi terbalik, kemudian dibarengi dengan lemparan batu ke arahnya." Ibn 'Abbas zmengambil hukuman (Hadd) ini sebagai hukuman Allah subhanahu wata’ala atas homoseks.
Bukan Hanya Pelaku Utamanya Saja yang Dihukum, Ibn 'Abbas-lah yang meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sabda beliau, "Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual), maka bunuhlah si pelaku (yang mengajak) dan orang yang dilakukan terhadapnya (pasangan)." (Diriwayatkan oleh para pengarang kitab as-Sunan, dinilai shahih oleh Ibn al-Qayyim.
Nash-Nash Berbicara
Di dalam banyak nash terdapat berbagai ancaman atas pelaku homoseksual, di antaranya adalah:
Homoseks Dilaknat. Dalam sebuah hadits yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Allah telah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth (homoseks), Allah telah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth (homoseks), Allah telah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth (homoseks)." (HR.Ahmad dan Abu Ya'la)
Dalam hal ini, tidak ada hadits yang memuat ancaman dengan laknat sedemikian tegas hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sampai mengulanginya tiga kali. Dalam kasus zina, beliau hanya menyebut laknat sekali saja, demikian juga dengan laknat yang diarahkan kepada sejumlah pelaku dosa-dosa besar; tidak lebih dari sekali. Hal itu, ditambah lagi dengan sikap para shahabat yang sepakat memberikan ancaman mati bagi homoseks di mana tidak seorang pun dari mereka yang mengambil sikap berbeda. Mereka hanya berbeda dalam hal bagaimana eksekusi terhadapnya.
Homoseksual Lebih Keji (Kotor) Daripada Zina. Siapa saja yang merenungi firman Allah yang berkenaan dengan zina, "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk," (al-Isrâ`:32) dan firman-Nya yang berkenaan dengan Liwath, " Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah (homoseksual) itu yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kamu," maka pastilah ia akan mendapatkan perbedaan yang amat kentara. Pada firman-Nya mengenai zina, dalam redaksi ayat, Allah subhanahu wata’ala menjadikan kata "Fâhisyah (perbuatan keji)" dalam bentuk "nakirah" (tanpa alif lam, red) yang berarti ia merupakan salah satu dari perbuatan-perbuatan keji. Namun, dalam redaksi ayat mengenai homoseksual, Dia menjadikan kata "Fâhisyah" tersebut dalam bentuk "ma'rifah" (dengan alif lam) yang mengandung pengertian bahwa ia mencakup semua apa yang disebut dengan Fâhisyah itu. Maknanya, "Apakah kalian melakukan suatu perbuatan yang menurut semua orang adalah keji itu?"
Al-Qur'an Menegaskan Betapa Durjananya Homoseksual. Dalam ayat 80 surat al-A'raf, Allah subhanahu wata’ala menegaskan bahwa ia perbuatan keji yang tidak pernah dilakukan oleh penduduk mana pun di muka bumi. Kemudian dalam ayat 81, dikuatkan lagi dengan menyebutnya sebagai sesuatu yang amat dibenci hati, tidak patut didengar dan dijauhi oleh tabi'at, yaitu perbuatan menikah sesama lelaki.
Pelaku Homoseksual adalah Musuh Fitrah. Dalam ayat selanjutnya dalam surat al-A'raf di atas, ditegaskan lagi betapa buruknya perbuatan tersebut yang berlawanan dengan fitrah yang Allah anugerahkan kepada laki-laki. Para pelakunya telah memutar balikkan tabiat yang semestinya bagi laki-laki, yaitu tertarik kepada wanita, bukan tertarik kepada sesama laki-laki. Karena itu, hukuman bagi mereka adalah dijungkir-balikkannya tempat-tempat tinggal mereka sehingga bagian yang atas menjadi di bawah, demikian pula, hati mereka dibolak-balikkan.
Pelaku Homoseksual adalah Orang-orang yang Melampaui Batas. Allah subhanahu wata’ala telah menegaskan keburukan perbuatan tersebut, dalam firman-Nya, artinya, "Malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas." (al-A'raf:81).
Karena itu, coba renungkan, apakah makna seperti itu atau yang mirip dengan itu terdapat dalam masalah zina? Lalu dalam surat al-Anbiya', ayat 74, Allah subhanahu wata’ala menegaskan kepada mereka bahwa Dia telah menyelamatkan Nabi Luth dari (penduduk) kampung yang melakukan perbuatan keji itu.
Para Pelaku Homoseksual adalah Orang-Orang yang Berbuat Kerusakan, Fasiq dan Zhalim. Allah subhanahu wata’ala menegaskan celaan terhadap mereka dengan dua sifat yang super buruk dalam firman-Nya, "Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasiq." (al-Anbiyâ`:74). Allah subhanahu wata’ala juga menyebut mereka sebagai orang-orang yang berbuat kerusakan sebagaimana dalam ucapan Nabi mereka, Luth berdoa, 'Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu." (al-'Ankabût:30). Allah subhanahu wata’ala juga menyebut mereka sebagai orang-orang yang berbuat zhalim dalam ucapan para malaikat kepada nabi Ibrahim ‘alaihis salam, "Sesungguhnya kami akan menghancur kan penduduk (Sodom) ini; sesungguh nya penduduknya adalah orang-orang yang zhalim." (al-'Ankabût:31)
Renungkanlah, siapa orang yang pernah disiksa dengan siksaan-siksaan seperti ini dan dicela dengan celaan seperti ini.?
Sumber: “al-fi’lah allati tatashadda’ lahal jibal”, disarikan dari kitab “ad-Daa’ wad-Dawa’ oleh Qism al-Ilmi Darul Wathan (Artikel : Buletin An-Nur - ALSOFWAH.OR.ID)

http://www.inpasonline.com/index.php?option=com_content&view=article&id=417:beberapa-artikel-tentang-homoseksual-dan-lesbian&catid=50:nasional&Itemid=1





Pengirim : Fulan


Assalamu'alaikum wr.wb Saya mohon bantuannya, saya mempunyai orientasi sex yang tidak normal, saya benar-benar bingung, mengapa saya begini, mengapa saya tidak bisa mencintai lawan jenis. Saya takut untuk bicara sama teman atau orang lain, saya takut mereka akan membenci saya. Selama ini, orang sering mencemooh atau menghujat orang seperti saya, tanpa bisa merasakan betapa perihnya perasaaan ini, perasaan yang saya sendiri tidak mau. Saya takut menata masa depan, takut untuk berkeluarga, takut bersosialisai, takut memasuki lingkungan yang baru, takut kalau mereka menganggap saya lain dan menertawakan saya.

Bagaimana solusi Islam dalam hal ini? Mohon bantuannya. Terima kasih. Wassalam.


Jawab :

Khuntsa, Mukhannats, dan Homo dalam Islam

Wa'alaikum salam wr. wb.

Bapak “sayapuntaktahu85” yang baik, ini adalah pertanyaan yang cukup rumit dan kompleks. Untuk itu, sebelum menjawab, kami akan menjelaskan agak panjang lebar tentang sejumlah hal yang berkaitan dengan pertanyaan bapak.

Pada dasarnya Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan makhluk berpasang-pasangan; siang-malam, api-air, jantan-betina, panas-dingin, besar-kecil, dan sebagainya, termasuk laki-laki dan perempuan. Dalam al-Qur`an disebutkan,

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu ingat kebesaran Allah.” (Adz-Dzariyat: 49)

Khusus tentang laki-laki dan perempuan, Allah berfirman,

“Dan sesungguhnya Dia menciptakan laki-laki dan perempuan berpasang-pasangan.” (Adz-Dzariyat: 45)

Itulah, para ulama memasukkan “gender ketiga” ke dalam salah satunya, ke dalam jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Tidak ada gender ketiga, tidak ada manusia berjenis kelamin lain selain laki-laki dan perempuan.

Namun begitu, dalam kitab tafsir Ahkam Al-Qur`an, Imam Ibnul Arabi berkata, “Orang-orang awam mengingkari keberadaan gender ketiga. Mereka mengatakan; 'Tidak ada yang namanya khuntsa (semi laki-laki atau semi perempuan), karena sesungguhnya Allah Ta'ala telah menciptakan manusia sebagai laki-laki dan perempuan.' Kami katakan, ini adalah kebodohan terhadap bahasa dan ketidaktahuan akan kefasihannya. Selain itu, ini merupakan ketidakmengertian akan luasnya kekuasaan Allah. Padahal sesungguhnya kekuasaan Allah itu ia sangatlah luas dan Dia Maha mengetahui.

Tentang zhahirnya ayat dalam Al-Qur`an, sebetulnya ia tidak menafikan keberadaan khuntsa. Karena Allah Ta'ala berfirman;

‘Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya, Dia menciptakan apa saja yang Dia kehendaki.’ (Al-Maa`idah: 17).

Jadi, ini sifatnya umum. Ia tidak boleh dikhususkan, karena kemahakuasaan Allah menuntut demikian.

Adapun firman-Nya;

‘Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia dikehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.’ (Asy-Syura: 49-50)

Maka, ini adalah pengabaran tentang sesuatu yang mayoritas/sering terjadi di alam, dan Dia tidak menyebutkan sesuatu yang jarang terjadi karena ia bisa masuk kepada yang umum, pada firman-Nya yang pertama. Fakta membuktikan hal ini, dan apa yang disaksikan mata mendustakan orang yang mengingkari.” [Ahkam Al-Qur`an/Ibnul Arabi]

Jadi, menurut Ibnul Arabi, yang namanya "khuntsa" itu ada, dan dia mempunyai hukumnya tersendiri, selama dia tidak bisa dimasukkan atau dikelompokkan ke dalam salah satu jenis kelamin: laki-laki atau perempuan. Adapun jika dia sudah bisa digolongkan ke dalam salah satu jenis kelamin, maka dia dihukumi dengan salah satu jenis kelamin tersebut; laki-laki atau perempuan.

Al-Khuntsa

Dalam Islam, ada istilah “al-khuntsa” dan “al-mukhannats.”

Al-khuntsa, secara umum para ulama mendefinisikannya sebagai orang yang mempunyai dua alat kelamin, laki-laki dan perempuan. Atau, bahkan tidak mempunyai alat kelamin, baik kelamin laki-laki maupun perempuan. Artinya, dia bukan laki-laki juga bukan perempuan.

Tetapi, Imam Al-Kasani berpendapat bahwa seorang manusia tidak bisa menjadi laki-laki dan perempuan secara bersamaan. Dia mesti laki-laki, atau mesti perempuan. [Bada`i’ Ash-Shana`i’/Al-Kasani]

Al-khuntsa ada dua macam, yaitu: al-khuntsa “ghairul musykil” (tidak sulit) dan al-khuntsa “al-musykil” (sulit).

Pertama; al-Khuntsa ghairul musykil, yaitu orang/khuntsa yang jelas tanda-tanda kelelakiannya atau tanda-tanda keperempuanannya. Tanda-tanda ini bisa dilihat secara fisik, mana yang lebih dominan. Untuk yang belum baligh, biasanya dilihat dari saluran mana dia kencing. Jika air kencing keluar dari kemaluan laki-laki, maka dia dihukumi sebagai laki-laki. Dan jika keluar dari kelamin perempuan, maka dihukumi sebagai perempuan.

Sedangkan setelah baligh, jika dia mimpi junub, (maaf) penisnya lebih menonjol dari sebelumnya, suaranya lantang, menyukai tantangan, keluar jenggot atau kumis, dan sebagainya; maka dia dihukumi sebagai laki-laki.

Adapun jika dia mengalami menstruasi, payudaranya membesar, suaranya lembut, menyukai permainan atau aktifitas yang cenderung disukai wanita, suka berdandan, dan sebagainya; maka dia dihukumi sebagai perempuan.

Dalam Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah [XX/22] disebutkan, “Siapa yang tampak jelas pada dirinya tanda-tanda maskulin atau feminin, maka diketahui bahwa dia adalah laki-laki atau perempuan. Yang seperti ini, bukan khuntsa yang musykil (sulit). Karena sesungguhnya dia adalah lelaki yang memiliki anggota tubuh (kelamin) tambahan, atau perempuan yang memiliki anggota tubuh (kelamin) tambahan. Hukum khuntsa jenis ini dalam masalah waris dan dalam semua masalahnya adalah sesuai dengan hukum yang tampak pada tanda-tanda yang ada padanya.”

Kedua; al-khuntsa al-musykil, yaitu orang/khuntsa yang mempunyai tanda-tanda maskulinitas dan feminitas dalam dirinya, misalnya; dia buang air kecil dari saluran kencing perempuan dan laki-laki secara bersamaan, atau tumbuh jenggot dan payudara dalam satu waktu; sehingga tidak diketahui apakah dia laki-laki atau perempuan. Dan, sejatinya yang dimaksud dengan kata al-khuntsa dalam kitab-kitab fiqih adalah khuntsa ini, yakni khuntsa musykil.

Namun demikian, jika seorang khuntsa musykil mengaku sebagai laki-laki, maka dia dihukumi sebagai laki-laki. Dan jika dia mengaku sebagai perempuan, maka dia dihukumi sebagai seorang perempuan.

Ibnu Qudamah berkata, “Apabila seorang khuntsa musykil mengatakan; ‘saya laki-laki', maka dia tidak boleh dihalangi jika hendak menikahi perempuan. Dan, dia tidak boleh menikahi selain perempuan (maksudnya, menikahi laki-laki) setelah itu. Begitu pula jika seorang khuntsa musykil mengatakan; 'saya perempuan’, maka dia tidak boleh menikah kecuali dengan laki-laki.” [Al-Mughni fi Fiqhi Al-Imam Ahmad ibn Hanbal Asy-Syaibani]

Al-Mukhannats (dan Al-Mutarajjil)

Al-mukhannats berbeda dengan al-khuntsa. Al-Mukhannats (yang kewanita-wanitaan) yaitu orang yang secara fisik adalah lelaki tulen, dan memiliki satu alat kelamin, yakni kelamin laki-laki. Tetapi, dia berperilaku layaknya perempuan atau menyerupai perempuan dalam tingkah lakunya, gerak-geriknya, suaranya, dan gaya bicaranya. Adapun untuk perempuan yang menyerupai laki-laki, disebut sebagai al-mutarajjil (yang kelelaki-lakian). Dalam istilah kita, al-mukhannats sering disebut sebagai banci atau bencong atau waria. Sedangkan al-mutarajjil, biasa disebut sebagai tomboy, atau mungkin lebih tepatnya tomboy yang ekstrim, alias betul-betul seperti laki-laki dalam hampir segala hal.

Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu berkata,

“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam melaknat mukhannats kaum laki-laki yang menyerupai perempuan, dan mutarajjil dari kaum perempuan yang menyerupai laki-laki.” [HR. Ahmad]

Dan, dalam hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma disebutkan,

“Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam melaknat mukhannats dari kaum laki-laki dan mutarajjil dari kaum perempuan. Beliau bersabda; Keluarkanlah mereka dari rumah kalian’.” [HR. Al-Bukhari dan Ibnu Majah]

Menurut para ulama –sebagaimana dikatakan Imam An-Nawawi–, al-mukhannats ada dua macam. Yang pertama; Adalah orang yang memang pada dasarnya tercipta seperti itu. Dia tidak mengada-ada atau berlagak dengan bertingkah laku meniru perempuan; dalam gayanya, cara bicaranya, atau gerak-geriknya. Semuanya alami. Allah memang menciptakannya dalam bentuk seperti itu. Yang demikian, dia tidak tercela, tidak boleh disalahkan, tidak berdosa, dan tidak dihukum. Mukhannats jenis ini dimaafkan, karena dia tidak membuat-buat menjadi seperti itu. Karena itulah, Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak mengingkari seorang mukhannats jenis ini berkumpul bersama para perempuan. Beliau juga tidak mengingkari tingkah lakunya yang seperti perempuan, karena dia aslinya memang seperti itu. Tetapi kemudian beliau mengingkari mukhannats ini, setelah dia menceritakan apa-apa yang dilihatnya dari kaum perempuan. Namun, beliau tidak mengingkari keberadaannya sebagai seorang mukhannats.

Yang kedua; Yaitu mukhannats yang pada dasarnya tidak tercipta sebagai seorang mukhannats. Tetapi, dia membuat-buat dan bertingkah laku layaknya perempuan dalam gerakannya, dandanannya, cara bicara, dan gaya berpakaian. Inilah mukhannats yang tercela, di mana terdapat hadits-hadits shahih yang melaknatnya. Adapun mukhannats yang pertama, maka ia tidak dilaknat. [Syarh Shahih Muslim]

Al-Hafizh Ibnu Hajar menggarisbawahi, “Namun hendaknya ia (si mukhannats) berusaha keras untuk menghilangkan sifat kewanita-wanitaannya itu.” [Fath Al-Bari]

Al-Khuntsa dalam Sejarah Islam

Al-Khuntsa tidak tercela, dan orang yang mengalaminya tidak boleh dilecehkan. Sebab, ia adalah ciptaan Allah. Ia tercipta dengan keadaan yang demikian atas kehendak Allah. Bukan karena keinginannya sendiri.

Imam Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan, bahwasanya Umar bin Al-Khathab Radhiyallahu 'Anhu pernah didatangi beberapa orang utusan Muawiyah bin Abi Sufyan yang menanyakan masalah warisan seorang khuntsa. Umar berkata, "Dia (khuntsa itu) mewarisi dari jalan mana dia kencing." [Al-Mushannaf, VII/374]

Pada masa Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'Anhu, ada seorang laki-laki menikahi perempuan yang ternyata adalah seorang khuntsa. Si istri memiliki dua kemaluan, kemaluan perempuan dan kemaluan laki-laki. Sang suami memberi mahar kepada istrinya berupa seorang budak perempuan. Layaknya sebuah keluarga, si istri lalu hamil dan melahirkan anak. Akan tetapi, tak lama berselang, si budak perempuan yang menjadi mahar itu juga hamil dan melahirkan anak.

Madinah gempar. Peristiwa ini pun diajukan kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Ali bertanya tentang keadaan si istri yang ternyata seorang khuntsa tersebut. Ali mendapat keterangan bahwa si istri haid, menyetubuhi, disetubuhi, mengeluarkan sperma dari dua kemaluannya, dan dia juga bisa hamil maupun menghamili. Masyarakat bingung dengan kondisi si khuntsa.

Ali pun mengirim dua orang utusan untuk menemui si khuntsa dan memerintahkan agar memeriksa tulang rusuknya dari kedua sisi. Jika tulang tersebut sama, berarti dia perempuan. Dan kalau sisi kiri lebih pendek, berarti dia laki-laki. Ternyata didapati bahwa tulang rusuk sebelah kiri si khuntsa lebih pendek, beda satu tulang. Maka, Ali memutuskan bahwa si khuntsa adalah laki-laki. Lalu, Ali memisahkan si istri itu dari suaminya.

Dalilnya adalah, saat Adam masih tercipta seorang diri, Allah ingin memberikan pasangan untuk Adam dari jenisnya, agar mereka bisa saling memberikan ketenangan dan cinta kasih. Oleh karena itu, ketika Adam tidur, Allah 'Azza wa Jalla menciptakan Hawa dari tulang rusuk kirinya. Itulah makanya, tulang rusuk kiri laki-laki kurang satu, sedangkan tulang rusuk perempuan sempurna. Pada perempuan terdapat 24 buah tulang. Sementara pada laki-laki terdapat 23 tulang, dua belas di sebelah kanan dan sebelas di sebelah kiri. Dan, perempuan itu tercipta dari tulang yang bengkok. [Nur Al-Abshar fi manaqib Aali Bayti An-Nabiy Al-Mukhtar/Mukmin Hasan Asy-Syabalankhi]

Al-Mukhannats Pada Masa Nabi Saw

Al-Mukhannats yang tercela dan dilaknat adalah yang dibuat-buat. Adapun seorang mukhannats yang memang sudah aslinya tercipta demikian dan dia tidak mengada-ada dalam ke-mukhannatsan-nya, maka tidak mengapa. Mukhannats yang disebutkan terakhir tidak boleh dicela. Namun hendaknya sebisa mungkin dia menghilangkan sifat kewanita-wanitaannya, sebagaimana kata Ibnu Hajar.

Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ayyasy bin Abi Rabi’ah Radhiyallahu 'Anhu, bahwasanya pada masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ada tiga orang mukhannats, yaitu; Mati’, Hidm, dan, Hit. Mati’ adalah budak Fakhitah binti Amr, bibi Rasul. Dulu, mati’ sering masuk ke rumah Nabi dan bertemu dengan istri-istri beliau, sebelum akhirnya dilarang. [As-Sunan Al-Kubra/16760]

Disebutkan dalam hadits, bahwa ada seorang mukhannats yang mengecat kuku-kuku kedua tangan dan kakinya dengan daun pacar didatangkan kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Beliau bertanya, “Ada apa dengan orang ini?” Salah seorang sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, dia ini menyerupai perempuan.” Maka, Nabi pun memerintahkan agar orang tersebut diasingkan ke Naqi’ (satu tempat dekat Baqi’). Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kita boleh membunuhnya?” Kata Nabi, “Sesungguhnya aku dilarang membunuh orang yang shalat.” [HR. Abu Dawud dan Al-Baihaqi dari Abu Hurairah]

Homoseksual (al-liwath) dan Lesbian (as-sihaq)

Banyak orang salah paham, dikiranya seorang laki-laki yang homo dan perempuan yang lesbi, termasuk dalam kategori khuntsa atau mukhannats yang mendapatkan pengakuan dan ada hukumnya dalam Islam. Ini adalah anggapan keliru. Sebab, jika seorang laki-laki yang secara fisik adalah lelaki tulen; berkelamin laki-laki (bukan ganda), suara laki-laki, badan laki-laki, tumbuh jenggot dan kumis, serta menyukai kegemaran yang biasa disukai laki-laki; tetapi dia mencintai sesama laki-laki; maka inilah yang pernah terjadi pada kaum Luth ‘Alaihissalam. Apabila mereka melampiaskannya dengan berhubungan badan sesama jenis, maka ini adalah perbuatan terlaknat dan orangnya pun terlaknat. Begitu pula dengan perempuan yang demikian. Hukumnya sama.

Adapun jika itu masih berupa perasaan dan belum dilakukan, di mana seorang lelaki mempunyai kecenderungan seksual mencintai sesama lelaki (demikian halnya perempuan), maka belum ada dosa yang dia lakukan, selain penyakit hati. Mudah-mudahan Allah memaafkan dan segera membimbingnya kepada kebenaran, serta mengaruniakan cinta yang fitrah kepada lawan jenis.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

“Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya; ‘Kenapa kalian melakukan perbuatan keji itu sedang kalian bisa berpikir? Mengapa kalian berhubungan dengan sesama lelaki untuk melampiaskan syahwat dan menelantarkan perempuan? Sebenarnya kalian adalah kaum yang bodoh’.” (An-Naml: 55)

Jelas berbeda, antara khuntsa dan mukhannats dengan praktik kaum Luth. Orang yang homo atau lesbi, sama sekali bukan khuntsa ataupun mukhannats. Secara fisik mereka lelaki tulen dan perempuan tulen, tidak ada yang diragukan. Kecenderungan seksual mereka yang menyukai sesama jenis, tak lain adalah hawa nafsu semata. Mereka menyalahi fitrahnya. Mereka digelincirkan setan. Perbuatan buruk mereka dihiasi oleh setan sehingga tampak baik. Hendaknya mereka segera bertaubat dan berusaha mencintai lawan jenisnya.

Solusi

Bapak “sayapuntaktahu85” yang baik, setelah sekilas uraian di atas, kini kembali kepada diri bapak sendiri. Bertanyalah pada diri bapak; bapak masuk yang mana? Maaf, apakah khuntsa, mukhannats, atau homo? Kita tidak berjumpa langsung, jadi sulit bagi kami untuk menentukan bagaimana keadaan bapak yang sesungguhnya.

Baiklah, jika bapak seorang khuntsa (musykil), maka para ulama membolehkan bapak untuk melakukan operasi ganti kelamin. Namun, ini SYARATNYA SANGAT KETAT. Bapak harus meminta pendapat kepada dokter ahli, psikolog, psikiater, dan ulama yang tsiqah (dipercaya dan mumpuni). Akan lebih baik lagi, jika masing-masing dokter ahli, psikolog, psikiater, dan ulama; jumlahnya lebih dari satu. Setelah mereka menyimpulkan, bahwa; hormon kewanitaan bapak lebih dominan, sifat kewanitaan bapak lebih menonjol, kecenderungan seksual bapak adalah kepada lelaki dan tidak kepada perempuan, dan sebagainya; maka bapak boleh melakukan operasi ganti kelamin menjadi perempuan, atau lebih tepatnya operasi penyempurnaan kelamin. Dan, menurut para ulama, sejatinya ini bukanlah operasi ganti/penyempurnaan kelamin, melainkan pengobatan. Sebab, yang dialami orang seperti bapak adalah penyakit, sehingga tindakannya adalah mengobati penyakit. Ini boleh. Adapun operasi ganti kelamin yang tanpa alasan kuat, serta tanpa rekomendasi dari para pakar (dokter ahli, psikolog, psikiater, dan ulama), maka para ulama sepakat bahwa ini tidak boleh. Karena ini adalah tindakan mengubah ciptaan Allah.

Di antara para ulama yang membolehkan operasi penyempurnaan (ganti) kelamin ini, adalah: Syaikh Athiyah Shaqr (Fatawa Al-Azhar), Fatawa Lajnah Daimah (fatwa nomor: 2688/ditandatangani oleh: Syaikh Abdullah Qa’ud, Syaikh Abdullah Ghadiyan, Syaikh Abdurrazaq Afifi, dan Syaikh Bin Baz), para ulama di Majma’ Al-Fiqh Al-Islami (lihat: http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=31679), dan para ulama di Markaz Al-Fatwa (lihat: http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa⟨=A&Id=151375&Option=FatwaId).


2. Apabila bapak seorang mukhannats, maka tidak ada alasan untuk berganti kelamin. Sebab, seorang mukhannats tetap mempunyai kecenderungan terhadap lawan jenis. Dan dari pertanyaan bapak, kami melihat bapak bukan seorang mukhannats.


3. Dan sekiranya bapak seorang (maaf) homo atau gay, maka tidak ada yang bisa kami sampaikan selain menyarankan kepada bapak agar lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Perbanyaklah ibadah. Mintalah kepada-Nya agar diberikan rasa cinta kepada lawan jenis, dan agar dibuang jauh-jauh rasa suka terhadap sesama jenis. Selain itu, bapak juga sebaiknya berkonsultasi kepada psikolog atau psikiater. Sampaikanlah permasalahan bapak, dan tanyakan solusinya. Mudah-mudahan Allah segera memberikan pertolonganNya kepada bapak. Amin..


Wassalam.


Dijawab oleh: Abduh Zulfidar Akaha, lc


http://hidayatullah.com/konsultasi/konsultasi-syariah/140/2/ustad,-ane-ingin-keluar-dari-gay.html



Mengenal CINTA SEJENIS



Homoseksual adalah ketertarikan seseorang dengan sesama jenis. Laki-laki tertarik dengan laki-laki (secara definisi homoseksual cenderung ini) dan perempuan tertarik dengan perempuan (lesbian).


Dalam masyarakat kita, perilaku homoseksual merupakan perilaku minoritas dan dianggab tidak lazim, tidak normal atau aneh. Tak jarang orang yang mempunyai perilaku seperti ini kerap mendapat hinaan dan cacian.

Mengapa seseorang bisa menjadi gay, lesbi atau waria ya ?
Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa masalah tersebut berkaitan dengan pengalaman mereka saat tumbuh dewasa, berasal dari respons-respons yang dipelajari dari pengalaman seksual sebelumnya atau karena pola asuh.

Setidaknya ada 4 sebab mengapa seseorang menjalani cinta sejenis :
1. Faktor hereditas atau bawaan.
Dalam tubuhnya terjadi ketidakseimbangan hormon-hormon seksnya.
Sebagian homoseks mempunyai kelenjar seks di batang otaknya dengan ukuran sepertiga lebih besar dari orang heteroseks.
2. Pengaruh lingkungan seks yang tidak baik bagi pertumbuhan seksual yang normal.
3. Pernah mengalami pengalaman seks yang tidak memuaskan di masa remaja.
4. Pernah mengalami pengalamann traumatis dengan pasangannya seperti dikhianati pasangannya atau diperkosa dan disiksa sehingga menyadari tidak semestinya menyukai lawan jenis.

Dari keempat penyebab di atas, seseorang menjadi lesbi atau homo lebih banyak disebabkan oleh faktor lingkungan. Sebenarnya bila disebabkan oleh faktor lingkungan, bisa disembuhkan dengan cara terapi.

Fenomena cinta sejenis bukanlah hal yang baru. Sejarah cinta sejenis sudah sangat tua setua sejarah manusia sendiri. Tak hanya agama Islam namun juga Kristen, Hindu dan Budha menanggapi persoalan ini..

Dalam Islam, praktik homoseks pernah terjadi pada kaum Luth. Mereka melakukan hubungan sesama jenis atau liwath

. Islam sangat tegas melarang hubungan sesama jenis.
Sebagian ulama berlainan ketika memberikan hukuman kepada mereka.
- Imam Syafi sepakat, hukuman kepada mereka, hendaknya dibunuh.
- Imam Hanafi, tidak memberikan hukuman melainkan hanya kena sanksi diasingkan. Pengasingan itu bisa menjadi proses pembelajaran mereka untuk bisa kembali ke jalan yang benar.

Terlepas dari perbedaan itu, mereka semua sepakat bahwa tindakan cinta sejenis adalah cinta yang terlarang dalam agama !!

Bukan saja sekarang, di jaman Nabi Luth saja dikisahkan homoseksual sehingga masalah seperti ini kini banyak kita temukan di masyarakat.

Homoseksual maupun lesbian bisa terjadi pada siapa saja yang mentalnya bermasalah. Ya mudah-mudahan kita tidak termasuk golongan seperti ini.

Sumber:http://id.shvoong.com/humanities/religion-studies/2063505-cinta-sejenis/#ixzz1pttrThP9

Sumber gambar: easy.blogdetik.com

http://www.ripiu.com/article/read/mengenal-cinta-sejenis



Kafarat untuk Pelaku Homo Seksual
Assalammu'alaikum, ustadz

Setau saya, apabila suami istri berhubungan badan saat berpuasa di bulan ramadhan, mereka diwajibkan membayar kafarat. Bagaimana bila ada sepasang wanita yang lesbi memuaskan hasrat mereka saat sedang pusa di bulan ramadhan, apakah juga harus membayar kafarat? Apakah kafaratnya?

Mohon jawaban dari ustadz

Terima kasih atas jawabannya



Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Tink yang dimuliakan Allah swt

Tidak disangsikan lagi bahwa perbuatan yang pernah dilakukan oleh kaum Luth, yaitu menyukai sesama jenis adalah perbuatan dosa besar bahkan lebih berat daripada perbuatan zina. Karena itulah hukuman bagi para pelakunya menurut jumhur ulama adalah dibunuh tanpa membedakan apakah si pelakunya telah menikah atau belum menikah berbeda dengan hukuman rajam pada perzinahan hanya dijatuhkan kepada pelakunya yang telah menikah, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda, ”Barangsiapa dari kalian yang mendapatkan orang yang melakukan perbuatan kaum Luth maka bunuhlah para pelakunya dan barangsiapa dari kalian yang mendapatkan seorang yang berhubungan (seksual) dengan binatang maka bunuhlah orang itu serta binatangnya.”

Ketika menjelaskan hadits ini, Imam ash Shan’ani didalam kitabnya “Subul as Salam” bahwa terdapat beberapa pendapat tentang cara pembunuhan para pelaku liwath tersebut :

Mereka dihukum dengan had (hukum) zina (rajam).
Dibunuh.
Dibakar dengan api.
Dilempar dari bangunan tertinggi di negeri itu dengan poisisi terbalik lalu diiringi dengan lemparan batu-batu.
Untuk itu tidaklah ada yang terbaik bagi para pelaku liwath ini selain segera bertaubat kepada Allah swt dengan taubat nasuha dan berhentilah dari perbuatan keji dan buruk itu selagi Allah swt masih memberikan kesempatan kepadanya.

Adapun bagi orang-orang yang melakukan liwath di bulan suci ramadhan maka selain dari bertaubat kepada Allah swt dengan taubat nasuha maka diwajbkan pula atasnya kafarat seperti kafarat jima' di siang hari pada bulan suci Ramadhan.

Markaz al Fatwa didalam fatwanya no. 16359 ketika ditanya tentang seorang yang melakukan perbuatan liwath sementara orang-orang sedang berpuasa Ramadhan, menyebutkan :

“Perbuatan liwath adalah dosa besar yang termasuk didalam kelompok dosa-dosa, tindakan kejahatan yang ganjarannya dari Allah swt adalah pembunuhan dan pembinasaan bagi pelakunya, sebagaimana firman Allah swt :

فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِّن سِجِّيلٍ

Artinya : “Maka Kami jadikan bahagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras.” (QS. Al Hijr : 74)

Tidak disangsikan lagi bahwa perbuatan jahat ini menjadi lebih besar dosanya ketika dilakukan di siang hari bulan Ramadhan sementara si pelaku liwathnya tengah berpuasa. Maka diwajibkan baginya untuk bertaubat dengan taubat nasuha, beristigfar serta membayarkan kafarat, yaitu : membebaskan budak, jika dia tidak mendapatkannya maka berpuasa dua bulan berturut-turut, jika dirinya tidak sanggup maka memberi makan 60 orang miskin.”

(baca : Gay Tapi Ingin Menikah)

Wallahu A’lam

http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/membayar-kafarat.htm




Gerilya Kelompok Liberal dan Homo Menolak Qanun Jinayat Aceh

Jakarta—(Voa-Islam.com) Di tengah perhatian masyarakat yang semuanya tertuju pada kisruh perseteruan KPK versus Polri, diam-diam LSM-LSM liberal mendatangi Departemen Dalam Negeri untuk melakukan audiensi dan memberikan pernyataan sikap yang menolak Qanun Jinayat Aceh pada Kamis (5/11). Kedatangan beberapa LSM tersebut nyaris sepi dari liputan media massa. Maklum, media masih terfokus pada isu yang lebih “seksi” tentang perseteruan KPK vs Polri.

Sebelumnya, beberapa LSM diantaranya Kontras, Komnas Perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia, Setara Institute, Gaya Nusantara, Kapal Perempuan, AKKBB, Wahid Institute, Jaringan Islam liberal, Elsham, dan lain-lain menolak keberadaan qanun tersebut yang disahkan pada 14 September 2009. Bagi mereka, keberadaan qanun ini melanggar Konvensi Internasional Anti-Penyiksaan yang sudah disahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan diratifikasi oleh pemerintah Indonesia pada 1998.

Qanun yang mengatur soal hukuman rajam dan cambuk terhadap pelaku zina, liwath (gay), muhasaqah (lesbi), khalwat (berduaan dengan yang bukan mahram), judi, khamar, dan lain-lain itu dianggap merendahkan martabat kemanusiaan dan melanggar HAM. “Hukum rajam itu menurunkan martabat manusia. Benar Aceh berlaku syariat Islam, tapi apapun dasarnya, harus tetap diletakkan dalam kerangka nasional. Dan hukum dibuat tidak boleh melanggar hukum nasional,” ujar Ifdhal Kasim, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia beberapa waktu lalu.

Dalam audiensi dengan Depdagri itu, para wakil dari beberapa LSM mendesak presiden untuk mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk membatalkan Qanun Jinayat tersebut. Mereka juga mempertanyakan posisi qanun tersebut yang hanya ditandatangani DPR Aceh, tidak ditandatangani oleh Gubernur NAD, Irwandi Yusuf. Seperti diketahui, Gubernur NAD Irwandi Yusuf dan Wakilnya Muhammad Nazar menolak qanun tersebut. Irwandi yang mantan aktivis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Muhammad Nazar yang mantan aktivis LSM SIRA meminta pengesahan qanun itu dipertimbangkan kembali. Irwandi bahkan mengirim surat ke Depdagri yang intinya meminta klarifikasi atas kesepakatan qanun tersebut. "Kami mendesak Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden untuk pembatalan Qanun Jinayat sesuai dengan peraturan yang berlaku,"ujar Sri Endras Iswarini, salah seorang perwakilan dari Lingkaran Pendidikan Alternatif untuk Perempuan.

Sementara itu Kepala Penyusunan dan Perencanaan Perundang-undangan Biro Hukum Depdagri, Zudan Arif Fahrullah mengatakan bahwa qanun tersebut tidak bisa dibatalkan karena termasuk undang-undang yang bersifat represif.”UU represif harus dibatalkannya melalui Kepres. Depdagri hanya bisa membatalkan UU preventif seperti pajak, retribusi dan lain-lain,” tegas Zudan. Meski begitu, kata Zudan, Mendagri akan mengambil langkah terkait masalah ini.

Penolakan Kaum Homo

Selain para aktivis liberal, penolakan terhadap Qanun Jinayat yang berlaku di Aceh juga disuarakan para pelaku gay dan lesbian alias komunitas hombreng dan lesbong. Penolakan tersebut mereka lakukan dalam bentuk mengadakan seminar publik bertajuk “Qanun Jinayat:Masihkah Relevan untuk Indonesia” dan kampanye internasional untuk mempromosikan HAM di kalangan Muslim penganut seks sesama jenis dengan tema “One Day, One Struggle”.

Seminar publik dan kampanye internasional tersebut diselenggarakan pada hari Senin (9/11) di Gedung SAS IAIN Sunan Ampel Surabaya. Acara ini diselenggarakan oleh the Coalition for Sexual and Bodily Rights in Muslim Societies (CSBR) yang terdiri dari 20 LSM, diantaranya Gaya Nusantara, sebuah LSM yang memperjuangkan hak-hak kaum Homo di Indonesia. Selain seminar dan kampanye, mereka juga akan mengadakan aksi demonstrasi dan mengajak masyarakat untuk peduli terhadap hak seksualitas kaum homo.

Seminar publik yang juga terselenggara atas dukungan Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Surabaya (Pusham-Ubaya) ini menghadirkan pembicara diantaranya Muhammad Guntur Romli, pentolan AKKBB yang juga aktif di Jurnal Perempuan. Guntur selama ini juga dikenal sebagai aktifis liberal yang kerap bersuara lantang menolak perda-perda anti-maksiat, termasuk membela hak-hak pengikut kaum Nabi Luth tersebut.

Kampanye hak seksual dan reproduksi ini—yang di Indonesia dibarengi dengan kampanye penolakan Qanun Jinayat, juga dilakukan secara serentak di beberapa negara seperti Bangladesh, Lebanon, Sudan, Mesir, Turki, Tunisia, Pakistan, Malaysia dan Indonesia. Mereka serentak melakukan aksi di jalan-jalan untuk menyatakan sikap mereka terhadap seksualitas dan reproduksi. CSBR, koordinator acara tersebut adalah sebuah jaringan NGO internasional yang berada di beberapa negara di Timur Tengah, Asia Tenggara dan Selatan, dan Afrika Utara.

Bukan kali ini saja kelompok homo membawa-bawa nama Islam dalam kampanye mereka. Sebelumnya, isi hak-hak homoseksualitas di negara-negara Muslim juga menjadi proyek yang diusung oleh LSM-LSM barat. Bahkan, untuk memuluskan program mereka, dibuat sebuah film yang berisi tentang percintaan sepasang homo Muslim yang berjudul “A Jihad for Love”. Film ini diterjemahkan ke beberapa bahasa dan disebarkan ke berbagai negeri Muslim. Di Aceh, beberapa waktu lalu sempat terjadi penggerebekan terhadap sebuah tempat yang diduga sebagai markas berkumpulnya para gay.

Poster kampanye Internasional kelompok liberal dan homo

Tidak Melanggar HAM

Dosen Pasca Sarjana IAIN Ar-Raniri Banda Aceh yang juga mantan Kepala Dinas Penegakkan Syariat Islam, Dr Alyasa Abu Bakar menyatakan bahwa penolakan para aktivis LSM tersebut tidak beralasan. Alyasa menegaskan, pembuatan Rancangan Qanun tentang Hukum Jinayat dan Hukum Acara Jinayat itu sudah menampung aspirasi seluruh komponen rakyat Aceh. “Kalau mereka menolak, apa alasan mereka? Pasal mana yang ditolak. Ini penolakan mereka tidak beralasan,”tegasnya.

Dukungan terhadap qanun ini juga disuarakan Dekan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Mawardi Ismail. Dalam keterangannya, Mawardi mengatakan bahwa Qanun Jinayat ini tidak melanggar hak asasi manusia dan tidak melanggar undang-undang yang berlaku secara nasional.“Semua yang masuk dalam rumusan HAM ketika dibawa ke ranah lokal, itu memerlukan penyesuaian. Dalam konteks jinayat sekarang ini juga telah disesuaikan sedemikian rupa, sehingga pelaksanaan ketentuan jinayat tidak akan melanggar HAM,” kata Mawardi seperti dikutip situs berita lokal AcehKita.com

(Arta/voa-islam)

http://www.nurulilmi.com/akhbar/berita-dalam-negeri/395-gerilya-kelompok-liberal-dan-homo-menolak-qanun-jinayat-aceh.html


e: [keluarga-islam] Solusi Islam bagi Pelaku Homoseksual
Ade Sanjaya Aliyasa


akhirnya keluar juga bang Arland ........... ini aku setuju lihat paragraph
akhirnya . sama seperti batas kaimanan kita ..... hukumanya kalau benar2
terbukti homo and lesbi adalah hukuman mati .

Anehnya sampai mereka sudah mendeklarasikan bahwa mereka homo (gay) atau
lesbong. eh malah di nyatakan harus dilindungi demi hak asasi .........
bingung2 lah

salam
----- Original Message -----
From: Arland
To: keluarga-islam@yahoogroups.com
Sent: Saturday, September 06, 2008 6:01 PM
Subject: [keluarga-islam] Solusi Islam bagi Pelaku Homoseksual


Solusi Islam bagi Pelaku Homoseksual
http://hizbut-tahrir.or.id/2008/08/03/solusi-islam-bagi-pelaku-homoseksual/

Istilah homoseksual dan lesbianisme bukanlah perkara baru. Aktivitas seksual
antara laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan sesama perempuan
tersebut dikenal dengan istilah liwath. Pertama kali, penyimpangan seksual ini
terjadi pada kaum Nabi Luth. Beliau diutus kepada kaum Sodom yang biasa
melakukan liwath.

Nabi Luth diperintahkan untuk mendakwahi dan amar ma'ruf nahi munkar kepada
mereka. Allah SWT menjelaskan hal ini: "Dan (Kami juga telah mengutus) Luth
(kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: 'Mengapa kamu
mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh
seorangpun (di dunia ini) sebelummu?' Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk
melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah
kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: 'Usirlah
mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka
adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri.' Kemudian Kami selamatkan
dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia termasuk orang-orang yang
tertinggal (dibinasakan) (TQS. Al-A'raf[7]:80-83).

Cara melampiaskan hasrat seksual bermacam cara, ada yang halal seperti lewat
pernikahan; ada juga yang diharamkan seperti homoseksualitas dan lesbianisme.
Terlepas dari hal tersebut, semuanya lahir dari gejolak seksualitas. Padahal,
seksualitas tersebut dorongannya bersifat instingtif (gharizah) yang berbeda
dengan kebutuhan fisik (hajatul 'udhawiyah). Kebutuhan fisik akan muncul dengan
sendirinya. Siapapun yang tidak minum lama kelamaan akan haus, orang yang lama
tidak istirahat akan merasakan lelah, dan sebagainya. Sedangkan, gharizah akan
muncul bila ada rangsangan. Gejolak seksual muncul apabila ada rangsangan.

Demikian juga hasrat untuk homoseks atau lesbian akan muncul bila terdapat
rangsangan-rangsangan yang mendorong untuk mencoba atau melakukannya. Ada dua
rangsangan yang umumnya merangsang manusia, yaitu pikiran dan realitas yang
nampak. Untuk itu, cara untuk mencegah aktivitas seksual menyimpang tersebut
adalah dengan cara menghilangkan rangsangan-rangsangan terkait dengannya.

Pertama, terkait pemikiran. Pemikiran yang mendorong orang mencoba melakukan
homoseks atau lesbi adalah pemikiran serba bebas, yakni liberalisme
materialisme. Dalam liberalisme, orang dipahamkan bahwa hidup itu terserah mau
melakukan apa saja. Tolok ukurnya pun bersifat materialistik. Karenanya,
aktivitas liwath didudukkan sebatas cara memuaskan hasrat seksual yang mereka
sebut dengan orientasi seksual. Yang penting sama-sama enjoy. Padahal, dalam
Islam, seksualitas merupakan nikmat Allah SWT untuk melanjutkan keturunan.
Tidak mengherankan bila hubungan seksual diibaratkan al-Quran sebagai ladang
dan bercocok tanam (lihat surat al-Baqarah:223).

Selain itu, alasan hak asasi manusia (HAM) sering kali ditanamkan sebagai
dalih untuk melakukan perbuatan kaum Sodom. Bahkan, ada juga pemikiran gender
yang justru menimbulkan kebencian kepada laki-laki hingga dianggapnya saingan
dan musuh bagi perempuan. Muaranya ada perempuan yang menjadi lesbi dengan
dalih tersebut. Selama pemikiran-pemikiran ini terus dikembangkan di tengah
masyarakat maka atas nama kebebasan pribadi dan berekspresi penyimpangan
seksual tersebut tetap mendapat tempat. Oleh sebab itu, pemikiran liberalisme
tidak boleh dikembangkan di masyarakat. Di Indonesia beruntung, Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional beberapa tahun lalu mengharamkan
paham sekulerisme, pluralisme, dan liberalisme (sepilis).

Kedua, secara individual menjauhi hal-hal yang dapat mengundang hasrat
melakukan liwath. Islam sangat memperhatikan fitrah manusia. Terkait masalah
ini, Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah seorang laki-laki melihat aurat
laki-laki, jangan pula perempuan melihat aurat perempuan. Janganlah seorang
laki-laki tidur dengan laki-laki dalam satu selimut, begitu juga janganlah
perempuan tidur dengan perempuan dalam satu selimut" (HR. Muslim). Laki-laki
yang melihat aurat laki-laki ataupun perempuan yang melihat aurat sesama
perempuan akan terangsang. Ini adalah bibit penyimpangan seksual. Apalagi kalau
tidur dalam satu selimut. Islam sangat ketat memerintahkan hal tersebut.
Bahkan, dimulai sejak anak baligh. Bahkan, adik dan kakak yang sudah sama-sama
balig tidak boleh melakukannya.

Ketiga, secara sistemik hilangkan berbagai hal di tengah masyarakat yang
dapat merangsang orang untuk mencoba-coba. Misalnya, hentikan pornografi
terkait homo dan lesbi. Kini, di dunia maya berkeliaran promosi tentang itu.
VCD liwath pun dijual laksana kacang goreng. Bahkan, promosi homo dan lesbi di
media termasuk TV terus gencar dilakukan. Penampilan laki-laki meniru perempuan
atau perempuan meniru lak-laki semakin menggila, padahal Islam melarangnya.
"Rasulullah SAW melarang laki-laki yang meniru perempuan, dan perempuan yang
meniru laki-laki" (HR. Bukhari). Ujungnya laki-laki merasa sebagai perempuan
yang karenanya lebih melampiaskannya dengan sesama laki-laki. Pemerintah dalam
aturan Islam harus mengeluarkan kebijakan tentang tegas terkait hal ini.

Keempat, permudah pernikahan. Terkadang ada rasa takut menikah. Orang tua
tidak setuju nikah usia muda dengan alasan belum mapan. Biaya pernikahan pun
tinggi. Sementara itu, gejolak seksual besar akibat berbagai rangsangan yang
ada. Pada sisi lain, ada kekhawatiran hamil di luar nikah. Jalan keluarnya, ada
yang mengambil jalan menjadi homo dan lesbi. Untuk itu orang tua dan pemerintah
perlu mempermudah pernikahan. Dorong untuk nikah dini. Negara harus
memfasilitasi. Bukan malah menghalang-halangi nikah usia muda. Rasulullah SAW
memerintahkan menikah pada saat usia masih muda (HR. Muttafaq 'Alaihi).

Kelima, terapkan hukuman. Bila berbagai pencegahan telah dilakukan tetapi
tetap juga terjadi aktivitas homo dan lesbi, maka pengadilan dalam pemerintahan
Islam menerapkan hukuman sesuai syara terhadap mereka. Perbuatan tersebut
terkategori perbuatan kriminal. Bila pengadilan menemukan bukti dan diputuskan
di pengadilan, hukuman bagi para pelakunya adalah hukuman mati. Hal ini
didasarkan kepada sunnah Rasulullah SAW. Rasulullah bersabda: "Siapa saja yang
kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (liwath) maka hukum matilah baik
yang melakukan maupun yang diperlakukannya" (HR. Al-Khomsah kecuali an-Nasa'i).
Selain itu, para sahabat telah berijma' bahwa hukuman bagi mereka adalah
hukuman mati. Imam Baihaki meriwayatkan bahwa Abu Bakar mengumpulkan orang
terkait seorang laki-laki yang menggauli sesama lelaki sebagaimana menggauli
perempuan. Beliau bertanya kepada para sahabat Rasulullah SAW. Semuanya sepakat
pelakunya dijatuhi hukuman mati (Lihat, Abdurrahman al-Maliki, Nizham
al-'Uqubat, hal. 80-82).

Jelas, syariat Islam memiliki cara untuk mencegah menyebarnya penyakit liwath
ini. Begitu juga, Islam memiliki cara jitu untuk menghentikan pelakunya.
Karenanya, siapapun yang menghendaki masyarakat bersih, akan menuntut penerapan
syariat (MR Kurnia)


http://www.mail-archive.com/keluarga-islam@yahoogroups.com/msg19460.html



Reportase Diskusi JIL Bulan Juli
Mengusung Tafsir yang Ramah terhadap Homoseksualitas
Oleh Hans Abdiel

Sementara itu, studi tentang seksualitas, termasuk homoseksualitas, amat kurang dikembangkan, sebab studi jender pun seringkali masih memakai paradigma heteronormativitas, yakni paradigma yang menjadikan heteroseksual sebagai norma. Perbandingannya adalah demikian, jender dianggap sebagai suatu konstruksi sosial yang ditentukan oleh manusia melalui masyarakat atau budaya, sedangkan seksualitas dianggap sebagai sesuatu yang kodrati, alamiah, serta tidak bisa berubah. Hal itu menyebabkan kurangnya kajian terhadap seksualitas, khususnya tentang homoseksualitas, di dalam keilmuan Islam.
Diskusi bulanan Jaringan Islam Liberal (JIL) kali ini, Senin 26 Juli 2010, mengangkat tema “Tafsir Atas Homo Seksualitas dalam Kitab Suci”. Kitab Suci yang dimaksud adalah Kitab Suci yang berasal dari agama Islam dan Kristen. Diskusi yang berlangsung di Gedung Teater Utan Kayu, Jl. Utan Kayu 68 H, Jakarta tersebut menghadirkan dua narasumber: Dr. Ioanes Rakhmat (IR), mewakili pandangan Kristen; dan Mohamad Guntur Romli (MGR), mewakili pandangan Islam. Diskusi kali ini dimoderatori oleh Abdul Moqsith Ghazali.

Pada diskusi kali ini, ada dua “rekor” baru yang terjadi. Pertama, ini merupakan kali pertama JIL menyelenggarakan diskusi bertemakan homo seksualitas, meskipun pembicaraan di dalamnya menyangkut juga dengan transgender dan biseksual sehingga istilah yang lebih lazim digunakan adalah LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender). Kedua, baru kali ini juga muncul tanggapan dari para peserta diskusi hingga mencapai 15 orang. Hal itu tentunya membuat diskusi kali ini menjadi lebih seru dan memakan waktu lebih panjang.

Sesuai dengan tema yang diberikan oleh JIL, kedua narasumber hendak melakukan penafsiran ulang atas pandangan-pandangan Kitab Suci terhadap homoseksualitas. Tentu saja diharapkan melalui diskusi ini, ada cara pandang lain yang lebih positif terhadap kaum homo seksual ataupun LGBT, khususnya yang berasal dari penafsiran Kitab Suci.

Pembicara pertama adalah IR yang melakukan dekonstruksi terhadap cara pandang sebagian kaum Kristen yang literalistik terhadap Alkitab sehingga memandang dan bersikap negatif terhadap kaum homoseksual. Beberapa bagian Alkitab yang biasanya menjadi dasar bagi penolakan sebagian umat Kristen terhadap homo seksualitas antara lain: Kejadian 19, Imamat 18:22, Imamat 20:13, Roma 1:26-27, I Korintus 6:9-10, 1 Timotius 1:9-10, dan Yudas 1:7.

IR memberikan penafsiran ulang terhadap ayat-ayat tersebut dengan cara meneliti konteks munculnya ayat-ayat tersebut maupun secara filologis. Sebagai contoh, Kejadian 19 mengenai kisah Lot dan kota Sodom dan Gomora yang dihukum Tuhan. Penafsiran yang umum di kalangan Kristen mengenai penghukuman Tuhan kepada kota tersebut adalah dikarenakan perilaku seksual yang dianggap menyimpang di kota tersebut yakni persetubuhan laki-laki dengan laki-laki, dan ditambah lagi dengan adanya pemaksaan salah satu pihak kepada pihak lain (sodomi). Kisah ini menjadi dasar penolakan sebagian kaum Kristen terhadap perilaku homoseksualitas.

IR dalam uraiannya menjelaskan bagaimana konteks sebenarnya dari teks Kejadian 19 itu. Menurut IR, teks ini tidak memberikan petunjuk jelas mengenai bentuk kedurjanaan kota Sodom. Teks ini hanya menyatakan alasan para lelaki di kota tersebut hendak menyodomi kedua orang asing yakni kedua orang asing itu dipandang mau menjadi hakim atas mereka (19:9). Di dalam konteks zaman kuno di Timur Tengah, penyodomian terjadi sebagai bentuk penghinaan dan perendahan martabat dari pihak yang menang atau lebih berkuasa kepada pihak yang kalah atau lebih lemah. Biasanya hal itu terjadi kepada raja yang kalah perang, atau kepada orang asing yang datang di suatu tempat dan disodomi oleh penduduk asli sebagai tanda dominasi penduduk asli. Dengan demikian, teks Kejadian 19 ini tidak bisa dipakai sebagai dasar untuk menolak homoseksualitas, melainkan teks yang membela kaum yang tertindas dan diperlakukan semena-mena oleh pihak yang merasa diri lebih superior.

Untuk teks Imamat 18:22 dan Imamat 20:13, penolakan Alkitab terhadap perilaku homoseksualitas juga seringkali dilepaskan dari konteks ayat tersebut. Jikalau melihat konteks, maka jelas bahwa yang ditolak oleh kitab Imamat adalah perilaku umat non-Israel (kaum pagan) yang melakukan penyembahan berhala di kuil-kuil dewa-dewi kesuburan. Beberapa perilaku yang ditolak oleh agama Israel dituliskan di dalam kedua ayat tersebut, seperti pelacuran bakti (ritual kuil dewa-dewi kesuburan dengan cara berhubungan seksual dengan para perempuan atau lelaki yang menjadi pelayan kuil), persetubuhan dengan binatang, melakukan pengurbanan anak kecil, dan sebagainya. Dengan demikian, lagi-lagi Alkitab tidak berbicara soal homoseksualitas per se, melainkan melarang pelbagai praktik penyembahan terhadap dewa-dewi asing.

Setelah IR melakukan penafsiran ulang terhadap beberapa teks Alkitab yang biasanya menjadi dasar penolakan terhadap homoseksualitas dan kaum LGBT, narasumber berikutnya, MGR, berupaya juga melakukan interpretasi ulang pemahaman homoseksualitas dalam Quran.

Hal pertama yang MGR sampaikan adalah terlebih dahulu menyoal perihal agama itu sendiri, yaitu bahwa agama seringkali ditentukan oleh pihak yang berkuasa. Pihak yang berkuasa memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi agama seturut kehendak dan kepentingannya. Hal itu berkaitan pula dengan konsepsi mengenai nalar dalam Islam. MGR mengutip pemikiran Al-Jabiri tentang tiga jenis nalar dalam epistemologi Islam, serta bagaimana nalar fiqh (al-bayani) kemudian menjadi lebih kuat dibanding kedua nalar lain, al-irfani dan al-burhani, karena adanya campur tangan penguasa negara pada era kodifikasi Islam yang dimulai sejak tahun 143 H. Hal ini menyebabkan pandangan Islam mengalami bias terhadap segala sesuatu dan cenderung memihak satu pihak dan satu jenis nalar. Salah satu studi yang mengalami represi adalah studi seksualitas di dalam Islam, yang mana lebih banyak menggunakan nalar fiqh ketimbang dua jenis nalar lain. Inilah hal kedua yang menjadi inti pembicaraan MGR berkaitan tafsir atas homoseksualitas.

Seksualitas selama ini menempati posisi yang periferal atau terpinggirkan di dalam studi Islam. Nasib studi jender bahkan lebih baik ketimbang studi seksualitas. Studi jender kini mengalami kemajuan yang amat pesat sehingga posisi kaum perempuan juga menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sementara itu, studi tentang seksualitas, termasuk homoseksualitas, amat kurang dikembangkan, sebab studi jender pun seringkali masih memakai paradigma heteronormativitas, yakni paradigma yang menjadikan heteroseksual sebagai norma. Perbandingannya adalah demikian, jender dianggap sebagai suatu konstruksi sosial yang ditentukan oleh manusia melalui masyarakat atau budaya, sedangkan seksualitas dianggap sebagai sesuatu yang kodrati, alamiah, serta tidak bisa berubah. Hal itu menyebabkan kurangnya kajian terhadap seksualitas, khususnya tentang homoseksualitas, di dalam keilmuan Islam. Hasilnya tentu saja pandangan negatif terhadap kaum homoseksual tidak dapat berubah, sebab hal itu ditunjang dengan kuatnya nalar fiqh yang lebih menginginkan status quo ketimbang perubahan.

Menurut MGR, pengabaian studi seksualitas seperti yang terjadi selama ini perlu dihentikan. Sarjana muslim hendaknya tidak terobsesi untuk sekadar mencarikan hukum, baik moral maupun fiqh, bagi tema seksualitas saja, melainkan meluaskan penelitian dan kajian mereka pada ranah lain yakni konteks Nusantara, sebab di dalam budaya-budaya Nusantara terdapat praktik-praktik yang “sejiwa” dengan fenomena homoseksual. Beberapa contoh yang dapat disebutkan adalah praktik warok di Reog Ponorogo, wandhu dalam tradisi ludruk, tradisi mairil di pesantren tradisional, bissu di Sulawesi Selatan, dan sebagainya.

Selain itu, hal lain yang dapat dilakukan adalah adanya cara pandang yang lain terhadap Quran, yaitu dengan membedakan ayat-ayat hukum dan ayat-ayat kisah yang tentunya tidak dapat langsung dikaitkan dengan kaidah-kaidah hukum. Misalnya saja, kisah Luth yang memiliki kesamaan dengan kisah Sodom dan Gomora dalam Kejadian 19 dari Alkitab Kristen, yang biasanya menjadi dalil menentang homoseksualitas. Di dalam kisah tersebut sebenarnya disebutkan bahwa penyebab kota Sodom yang dihuni Luth dihukum Allah bukan karena praktik homoseksual yang terjadi di sana tetapi karena penduduk kota itu melakukan berbagai kejahatan seperti melakukan keonaran, menyamun, dan sebagainya. Dengan demikian, kisah Luth tersebut dilihat dari satu sisi saja dan digunakan untuk pembenaran untuk menolak homoseksualitas.

Menurut MGR, tidak semua ayat-ayat kisah dapat menjadi landasan hukum moral ataupun fiqh sebab ayat-ayat itu dapat saja merupakan metafora. Misalnya saja, ayat yang menyebutkan peran ribuan malaikat di dalam Perang Badar sehingga Nabi Muhammad dan pasukannya menang. Ayat ini tidak dapat dibaca secara literal sebab bukankah satu malaikat saja sudah cukup untuk menghancurkan pasukan lawan. Dan bila malaikat itu benar-benar ada, mengapa di dalam Perang Uhud yang terjadi setelah itu, Nabi dikalahkan oleh lawannya. Selain itu, MGR juga menunjukkan hasil penelitian Galal Kisyk yang menemukan bahwa di ajaran Islam tidak ada sanksi fisik terhadap perilaku homoseksual, sedangkan hadis-hadis yang banyak dipakai untuk mengutuk homoseksual dan menjatuhkan sanksi fisik ternyata termasuk kategori hadis-hadis yang lemah.

Setelah pemaparan dari kedua narasumber, diskusi dilanjutkan dengan tanggapan dari para peserta diskusi. Para peserta tampak bersemangat untuk bertanya, menanggapi, maupun memberikan tambahan. Salah satu percakapan yang menarik muncul lewat testimoni yang diberikan oleh salah seorang peserta yang mengaku seorang gay. Ia mengisahkan pengalaman pribadinya berhubungan kasih dengan seorang pria namun mereka tidak berhubungan secara seksual sama sekali dan akhirnya berpisah secara baik-baik karena sadar bahwa hubungan mereka akan mendapat tentangan dari lingkungan mereka. Yang menarik, peserta ini kemudian bertanya bahwa jikalau Allah itu Maha Kasih, sebagaimana yang ia ketahui dari ajaran agama, mengapa kasih yang murni dan tulus yang ia dan pacarnya rasakan tidak dapat dianggap berasal dari Allah yang merupakan sumber segala kasih?

Selain itu, ada pula seorang peserta yang bertanya bagaimana posisi Alkitab dan Quran dalam memandang homoseksualitas, serta apakah kita dapat menggunakan ayat-ayat di dalam Kitab Suci untuk membela kaum homoseksual? Pertanyaan ini dijawab oleh IR dengan menyatakan bahwa Kitab Suci banyak bungkam terhadap pelbagai hal, misalnya saja terhadap internet, ponsel, pesawat terbang, dan sebagainya, termasuk tentang homoseksual. Dan karena Kitab Suci bungkam terhadap hal-hal itu, maka manusia yang harus aktif mencari, misalnya dengan akal budi, melihat sejarah, memperhatikan etika dan norma moral, dan sebagainya. Intinya, manusia masa kini harus mengkonstruksi pandangan yang lebih terbuka.

Kemudian salah satu hal menarik di dalam diskusi tersebut adalah pertanyaan dari salah seorang peserta perempuan yang mempertanyakan perihal apakah homoseksualitas sebagai sesuatu yang sudah given (pembawaan lahir) atau konstruksi sosial? Bila homoseksualitas adalah kodrat, tentu saja pandangan yang negatif terhadap mereka tidak dapat terus dipertahankan. Masalahnya bila homoseksual merupakan konstruksi sosial, berarti itu adalah pilihan dan juga merupakan penyimpangan dari yang “normal” yaitu heteroseksualitas. Pertanyaan itu ditanggapi oleh seorang peserta lain yang merupakan seorang dokter bedah syaraf. Dokter itu menyatakan bahwa laporan terbaru dari penelitian Human Genom Project (Proyek Gen Manusia), menyatakan bahwa potensi homoseksualitas inheren di dalam setiap orang. Struktur gen manusia sebenarnya compatible untuk perempuan. Kromosom Y yang menjadikan seseorang laki-laki, sebenarnya merupakan penyimpangan terhadap susunan kromosom manusia. Hanya saja, di dalam diri setiap manusia kadar penyimpangannya berbeda. Bila penyimpangan itu bersifat total, maka manusia itu menjadi laki-laki sepenuhnya, sedangkan jika penyimpangan itu hanya sedikit atau sebagian saja, maka muncullah manusia-manusia yang lain, termasuk homoseksual. Kemudian, potensi homoseksual yang berbeda-beda dalam diri setiap orang itu dipengaruhi juga dengan faktor lingkungan atau sosial.

Akhirnya diskusi ditutup pada pukul 22.00, meskipun masih banyak audiens yang hendak menyampaikan tanggapan dan menyumbangkan masukan-masukan pemikiran. Kendati diskusi ini berakhir, bukan berarti diskursus tentang homoseksualitas telah berakhir, malah semestinya diskursus itu harus lebih dikembangkan. Diskusi yang diadakan JIL kali ini hanyalah salah satu upaya mengembangkan diskursus tersebut sehingga kaum homoseksual maupun biseksual dan transjender tidak lagi dipandang sebagai anomali ataupun patologi masyarakat.

http://islamlib.com/id/artikel/reportase-diskusi-jil-bulan-juli



Awas, Tafsir Sesat Soal Homoseksual Mulai Digulirkan
Selasa, 22 Juni 2010, 06:31 WIB


Keistimewaan Pahala Membaca Alquran
Pasangan Gay di Malawi Dihukum 14 Tahun Penjara
Komnas HAM: Waria Juga Warga Negara
MUI: Komnas HAM Harus Perhatikan Norma Agama
Muhammadiyah: Waria dan Homoseksual Berlawanan dengan HAM
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--April 2010 lalu, saat mengunjungi kampus School of Oriental and African Studies di London, saya menemukan sebuah buku berjudul Homosexuality in Islam: Critical Reflection on Gay, Lesbian, and Transgender Muslims, (Oxford: Oneworld Publications, 2010), karya Scott Siraj al-Haqq Kugle. Karena penasaran akan isinya, saya beli buku itu, dengan harga 19,99 poundsterling. Buku setebal 355 halaman ini ternyata berisi seruan untuk menghalalkan praktik homoseksual.

Di Indonesia, pemikiran semacam ini juga sudah mulai digulirkan, baik oleh praktisi homo dan lesbi, maupun sejumlah cendekiawan dan akademisi di Perguruan Tinggi. Salah satu metode yang digunakan dalam 'halalisasi' praktik homoseksual adalah dengan merumuskan model penafsiran baru terhadap Alquran. Ia tulis bab khusus berjudul "Liberating Qur'an: Islamic Scripture".

Kisah Nabi Luth, misalnya, ditafsirkan dengan model baru. Menurut penulis, para ahli hukum Islam selama seribu tahun lebih telah salah paham dalam soal penafsiran kisah Luth ini. Penulis buku ini menyatakan bahwa selama ini, pelarangan terhadap praktik homoseksual itu merupakan kekeliruan dalam menafsirkan Alquran. Padahal, katanya, kaum Luth dihukum oleh Allah, bukan karena mereka homo, tetapi karena mereka kafir dan membangkang.

Sebenarnya soal praktik homoseksual ini sudah jelas statusnya dalam agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Selama ribuan tahun, status pelaku homoseksual juga jelas. Dalam Kitab Imamat (Leviticus) 20:13, disebutkan: "Bila seorang lakilaki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri."

Dalam Islam, hingga kini, praktik homoseksual tetap dipandang sebagai tindakan bejat.
Di dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa praktik homoseks merupakan satu dosa besar dan sanksinya sangat berat. Rasulullah SAW bersabda, "Siapa saja yang menemukan pria pelaku homoseks, maka bunuhlah pelakunya tersebut." (HR Abu Dawud, at-Tirmizi, anNasai, Ibnu Majah, al-Hakim, dan al-Baihaki).

Namun, paham humanisme telah menyihir banyak orang. Nilai-nilai Barat modern mulai menggusur nilai agama. Yang penting adalah progresivitas, kemajuan. Semua harus tunduk pada kemajuan. Ajaran-ajaran agama yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan harus diubah. Dibuatlah istilah baru, seperti "Fiqih Humanis", "Fiqih yang lebih manusiawi", dan sebagainya.

Pada akhirnya, seperti penulis buku ini, kaum pembaru ­­yang bukan mujaddid­­ ini mendesak agar syariat Islam diubah, sesuai dengan perkembangan zaman. Ia mengusulkan perlunya ada syariat yang selalu berkembang (evolving shariah). Dengan itu, syariat Islam bisa menerima praktik homoseksual.

Inilah contoh taghrib, dan bukan tajdid. Yang haram jadi halal, yang halal dijadikan haram. Zina disahkan; tidak dianggap kriminal; dianggap masalah privat. Pezina dipuja sebagai idola. Tapi, menikah baik-baik dengan cara agama, justru bisa terancam masuk penjara.

Redaktur: irf
Sumber: adian husaini, peneliti INSIST

http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/fatwa/10/06/22/120986-awas-tafsir-sesat-soal-homoseksual-mulai-digulirkan



Homoseksual Merajalela, Islam Solusinya
By: Ria Fariana

Wah….serem nian topik kita kali. Homo yang bakal kita bicarakan kali ini bukanlah homo pithecanthropus, namun homo dalam bahasan ini adalah tentang kaum gay dan lesbian alias menyukai sesama jenis dalam hal seksualitas. Homo yang bukan sekadar banci, bencong, wadam atau cowok yang berperilaku kayak cewek. Tapi homo yang jadi obrolan kita kali ini adalah homo yang parah, yaitu penyimpangan hingga tataran kawin dengan sesama jenis. Di beberapa kalangan, mereka menolak dirinya disebut sebagai homo. Sebutan gay dan lesbian terdengar lebih keren. Intinya mah saja aja, yaitu suka dengan sesama jenis.

Homo, problem masyarakat
Menyukai sesama jenis dalam hal ini adalah laki-laki mencintai laki-laki atau wanita mencinta wanita sangat tidak bisa dikatakan normal. Mencintai di sini bukan mencintai dalam arti persaudaraan, tapi mencintai secara birahi. Ada kelainan pastinya dalam jiwa orang yang mengidap ‘penyakit’ ini. Masalahnya, orang yang sedang terjangkit tidak menyadari kalo ia sakit. Wah, gawat juga kalo gini.

Di kalangan homo, salah satu pasangan ada yang berperan sok jadi wanita alias banci, wadam, atau wanita jadi-jadian. Tapi tak jarang juga kaum homo ini adalah lelaki tulen yang memang dia lebih menyukai sesama laki-laki sebagai penyaluran hasratnya. Siapa sih yang nggak tahu Mas Nunu alias si Keanu Reeves? Doi yang jelas-jelas tampangnya macho khas cowok banget plus tampan sampai bikin cewek tergila-gila, ternyata eh ternyata adalah seorang hombreng alias homoseks. Dia nggak tertarik dengan cewek lagi, tapi lebih memilih cowok untuk dijadikan pacar dan pelampiasan nafsu seksnya.

Memang sih, masyarakat Barat yang sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) berpotensi besar untuk mempunyai warga yang ’sakit’ ini. Nggak heran banget, karena pola hidup mereka yang bebas antara lawan jenis, bisa membikin jenuh juga. Aurat cewek diobral di mana-mana. Nggak ada sesuatu pun dalam diri si cewek yang dianggap privacy. Jadilah lama-lama para cowok merasa bosan juga melihat pemandangan yang itu-itu mulu. Keindahan tubuh perempuan jadi nggak bikin minat lagi. Jadilah naluri seksual itu dilampiaskan ke sesama jenis, hiiiii…na’udzubillah.

…Parahynya, problem masyarakat ini dilegalkan secara akademis dan memakai Islam sebagai kedok. Beberapa IAIN di Indonesia bahkan terang-terangan mendukung kaum homo dengan memutarbalikkan ayat…

Masyarakat Indonesia yang memang terkenal latah suka ikut-ikutan, jelas banget gampang terkena penyakit ini. Karena coba-coba, dorongan ekonomi bahkan hingga pelecehan seksual ketika masih kecil menjadi sebagian faktor pendorong munculnya sikap homo. Yang paling parah adalah ketika problem masyarakat ini dilegalkan secara akademis dan memakai Islam sebagai kedok. Beberapa IAIN di Indonesia bahkan terang-terangan mendukung kaum homo dengan memutarbalikkan ayat.

Homo, mulai berani unjuk diri
Kaum homoseks di dunia umumnya dan Indonesia khususnya, sudah tidak malu-malu lagi mengakui bahwa dirinya adalah seorang homo. Hal ini wajar karena dengan berkembangnya teknologi semacam internet, membuat kaum homo di belahan bumi yang atau merasa senasib dengan kaum homo di belahan bumi lainnya. Mereka saling mendukung dan membela ‘kaum’nya dengan berbagai macam cara. Jadilah mereka mendirikan perkumpulan kaum homo yang tujuannya adalah memperjuangkan hak-hak kaumnya terutama dalam tataran hukum sehingga boleh kawin secara sah.

Kaum homo ini seolah-olah mendapat angin segar ketika kaumnya bukan hanya didominasi para selebritis yang jelas-jelas emang nggak bisa dipertanggungjawabkan gaya hidupnya. Kalangan intelektual pun sudah mulai dijangkiti penyakit homo ini. Dede Utomo sebagai bapak Homo Indonesia adalah seorang dosen salah satu universitas negeri ternama di Surabaya yang bergelar doktor. Professor di UIN (Universitas Islam Negeri) Jakarta, Musdah Mulia bahkan menganggap homoseks adalah sesuatu yang alami dan berasal dari Tuhan sehingga tidak ada alasan untuk menolak homoseks.

…Kaum homo ini seolah-olah mendapat angin segar ketika kaumnya bukan hanya didominasi para selebritis, kalangan intelektual pun sudah mulai dijangkiti penyakit homo ini…

Tidak berhenti di situ saja. Seorang jebolan universitas ternama di Jogjakarta yang lulus dengan predikat cumlaude juga adalah seorang homo terkenal. Tapi keterkenalan homo yang satu ini bukan karena universitasnya melainkan prinsip dan busana yang dikenakannya. Yupz….dia mentahbiskan dirinya sebagai seorang muslimah taat yang berbusana jilbab dan kerudung menutup rapat seluruh tubuhnya. Dia pun menyebut dirinya sebagai akhwat shalihah (gubraks) yang sedang mencari ikhwan idaman. Uniknya, meskipun sudah mengumumkan dirinya dengan terang-terangan perpindahan orientasi seksualnya, homo yang satu ini masih takut untuk meninggalkan sholat Jumat yang memang notabene wajib bagi muslim laki-laki.

Parahnya, kaum gay ini menuntut agar bisa kawin dan hidup berumah tangga selayaknya manusia normal lain. Di banyak negara seperti Belanda dan Amerika, pasangan gay ini bisa mendapat tempat dan menikah resmi di gereja. Bila kita tak waspada terhadap bahayanya gaya hidup gay ini, bukan tak mungkin ada antek-antek asing yang ‘pura-pura’ menjadi intelektual muslim dan melegalkan aktivitas kaum gay ini. Salah satunya yang sudah bergelar profesor yang jelas-jelas merusak Islam dari dalam adalah Siti Musdah Mulia yang melegalkan homoseks.

Biang kerok munculnya homo
Nah, sampailah kita pada bahasan untuk mencari biang kerok munculnya fenomena homo ini. Kalo dirunut ke belakang, hampir semua kasus menyimpang ini adalah akibat lingkungan. Lingkungan dalam hal ini bisa jadi keluarga yang tidak harmonis, ayah ibu selalu bertengkar, atau ayah yang selalu jadi pecundang dan kalah dengan sikap otoriter sang ibu, dan lain-lain. Atau bisa jadi dominasi saudara yang semuanya perempuan bahkan mungkin juga salah pergaulan.

Dari semua peluang kemungkinan itu, yang paling besar pengaruhnya adalah sebuah sistem yang mapan di masyarakat bernama kebebasan. Kebebasan bersikap adalah menjadi salah satu pilar dari sistem yang jelas terlihat kerusakannya yang bernama democrazy (baca: demokrasi). Sistem usang inilah yang menjadi dewa di mana-mana, disanjung dan dipuja. Sistem ini sengaja dijajakan oleh Amerika dan sekutunya sebagai sarana untuk memalingkan umat Islam dari keberadaan Allah sebagai Al-Khaliq sekaligus Al-Mudabbir (Pencipta dan Pengatur).

…Di bawah lindungan demokrasi, manusia bebas mau berbuat apa saja, sampai pada penyimpangan suka sesama jenis. Dia pun memilih untuk cerai dari istrinya dan memutuskan menikah dengan sesama laki-laki…

Di bawah lindungan demokrasi, manusia jadi bebas mau berbuat apa saja. Bahkan tak jarang seseorang yang awal mulanya normal sebagai laki-laki yang mencintai wanita bahkan sudah mempunyai keturunan, tiba-tiba saja berubah menjadi sangat nafsu dengan laki-laki saja. Dia pun memilih untuk cerai dari istrinya dan memutuskan menikah dengan sesama laki-laki.

Sekulerisme adalah biang kerok selanjutnya yang berusaha memisahkan peran agama (Islam) dari kehidupan. Sekularisme inilah asas dari Kapitalisme yang sangat memuja materi sebagai tujuan hidup. Bahkan banyak motif dari seseorang yang semula normal menjadi homo, juga karena UUD (Ujung-Ujungnya Duit). Ketika sedang menulis tema ini, ada seorang teman ’share’ tentang beberapa homo yang dikenalnya juga menjadikan uang sebagai motif utama.

Mereka ini terpesona oleh gemerlap kota metropolitan dan bertemu dengan kalangan berduit yang sudah bejat moralnya. Karena ketampanan dan body yang cenderung aduhai (ingat body Om Nunu alias Keanu Reeves), mereka pun ditaksir para Om-Om hidung belang. Mereka yang semula polos akhirnya rusak dan terjerumus gaya hidup kaum gay.

Mungkin persoalan ingat mati apalagi akhirat yang nggak kelihatan, sangat jauh dari pikiran mereka. Yang penting, hidup hanya untuk having fun aja dulu. Materi sebagai ujung tombak ideologi kapitalisme telah memainkan perannya di sini.

Solusi donk…
Seseorang bisa diajak untuk sembuh bila ia tahu bahwa dirinya sedang sakit. Begitu juga dengan masyarakat, ia akan berbenah untuk mencari solusi ketika ada kesadaran bahwa something wrong sedang terjadi di antara mereka. Tidak ada masalah yang tak punya jalan keluar. Selalu ada solusi bagi mereka yang mau berupaya mencarinya terutama dalam sudut pandang Islam. Karena bagaimana pun, cuma Islam yang punya ketegasan sikap dalam masalah homoseks ini.

…Seseorang bisa diajak untuk sembuh bila ia tahu bahwa dirinya sedang sakit. Begitu juga dengan masyarakat. Selalu ada solusi bagi mereka yang mau berupaya mencarinya terutama dalam sudut pandang Islam…

Kita tak ingin Allah SWT murka. Karena bila sampai Allah murka, maka sungguh tak akan ada yang selamat dari azab-Nya meskipun ia adalah orang beriman. Karena yang namanya azab itu nggak mungkin pilih-pilih datangnya. Ia akan menghantam siapa saja yang ada di antara kaum pendurhaka itu. Oleh karena itu, di sinilah pentingnya dakwah yaitu menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.

Masalahnya dakwah yang kayak gimana? Dakwah yang menyeru kepada sistem Islam dong ya. Karena masalah homoseks ini adalah buatan sistem bobrok bernama demokrasi yang sangat memuja kebebasan, maka solusinya juga harus dengan sistem baik dan benar bernama sistem Islam. Kalo mengharapkan penyelesaian dari sistem yang ada saat ini, udah deh nggak usah berharap terlalu banyak. Sedangkan koruptor yang trilyun-an, begitu juga otak pembunuhan profesional semacam Tomy bisa bebas lenggang-kangkung, apalagi ‘cuma’ seorang homoseks. Nggak bakal ada yang peduli.

Hukum Indonesia tuh kan warisan dari penjajah Belanda, salah satunya adalah selama perbuatan seseorang tidak mengganggu orang lain, maka tak ada orang lain yang bisa menuntutnya. Biar kata dia mau telanjang, mau homo, mau zina, selama tidak ada pihak yang merasa dirugikan, nggak bakal ada pasal hukum yang bisa menjerat pelakunya.

Beda dengan hukum Islam. Homo atau nama kerennya adalah “liwath” itu sudah pernah terjadi di zaman Nabi Luth. Saat itu Allah telah memberi peringatan agar mereka para pendosa itu segera bertaubat. Bukannya tobat, eh… malah mereka naksir malaikat yang menjelma menjadi manusia dan bertamu ke rumah Nabi Luth. Jelas saja Allah murka dengan manusia jenis ini. Azab Allah berupa dibaliknya bumi yang atas menjadi di bawah dan yang bawah menjadi di atas, kemudian dijatuhkanNya batu dari tanah yang terbakar menghunjami kaum pendosa itu. Na’udzubillah.

Firman Allah SWT (yang artinya): “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi,” (Qs Hud 82).

Juga, Allah SWT berfirman (yang artinya): “dan kepada Luth, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik” (Qs Al-Anbiya’ 74).

Maksud perbuatan yang keji dalam catatan di Al-Qur’an dan Terjemahnya yang diterbitkan Departemen Agama RI, adalah homoseksual dan menyamun serta mengerjakan perbuatan tersebut secara terang-terangan.

…Di masa Rasulullah dan para khalifah penggantinya, hukum bagi homosex adalah bunuh. Ya, hukuman yang bakal dikenakan kepada kaum homo dan lesbian ini adalah dibunuh, jika tidak mau disadarkan…

Di masa Rasulullah dan para khalifah penggantinya, hukum bagi homoseks adalah bunuh. Ya, hukuman yang bakal dikenakan kepada kaum homo dan lesbian ini adalah dibunuh (jika tidak mau disadarkan). Imam Syafi’i menetapkan pelaku dan orang-orang yang ‘dikumpuli’ (oleh homoseksual dan lesbian) wajib dihukum mati, sebagaimana keterangan dalam hadits, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang mendapatkan orang-orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (praktik homoseksual dan lesbian), maka ia harus menghukum mati; baik yang melakukannya maupun yang dikumpulinya.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Baihaqi). (dalam Zainuddin bin Abdul ‘Aziz Al Malibaary, Irsyaadu Al ‘ibaadi ilaa Sabili Al Risyaad. Al Ma’aarif, Bandung, hlm. 110)

Masalahnya, karena saat ini tidak ada Negara Islam berwibawa yang berkompeten melaksanakannya, maka sungguh sayang sanksi ini tidak bisa diterapkan.

Walhasil, semakin merajalela yang namanya kaum homoseksual ini. Bila pun ada negeri yang berusaha menerapkan hukum bunuh bagi kaum homoseks, Amerika dan sekutunya serta para aktivis homo akan serentak mengecam bahkan memberi sanksi. Obama saja yang dianggap sebagai pembawa perubahan, adalah presiden Amerika yang mendukung dan melindungi keberadaan dan hak-hak kaum homo. Halah!

Finally…
Jadi, tak bisa tidak bahwa sedikit kontribusi yang bisa kita lakukan bagi perbaikan umat ini adalah dengan berdakwah. Karena sungguh, hukum Islam tidak bisa diterapkan secara parsial atau setengah-setengah saja. Sudah saatnya kita bergerak untuk menyadarkan umat tentang bahaya demokrasi. Karena sesungguhnya inilah biang kerok kerusakan yang banyak dipuja-puja masyarakat dunia. Homoseks hanya satu dari bejibun ‘dosa-dosa’ demokrasi.

…Islam saja yang memberi solusi sempurna bagi setiap permasalahan kehidupan termasuk dalam hal homoseksual ini...

Islam saja yang memberi solusi sempurna bagi setiap permasalahan kehidupan termasuk dalam hal homoseksual ini. Jangan beranggapan bahwa kamu aman-aman saja. Ingat adik-adikmu, ponakan, saudara-saudara yang lain juga. Bila tidak sekarang kita bergerak untuk melakukan perbuatan, jangan menyesal kemudian bila semua terlambat. Dalam sistem yang jauh dari Islam seperti saat ini, tak ada yang bisa kita lakukan kecuali mengupayakan dengan maksimal agar Islam kembali diterapkan secara utuh dan sempurna. So, jangan bengong aja. Ayo, berdakwah!

Oya, buat kaum homoseksual, tulisan ini bukan memojokkan kalian, tapi kami mengajak dengan cinta agar kalian bisa balik ke ‘habitat’ awal. Jangan mengampuni apa yang kalian lakukan bahwa homoseksual adalah takdir dan kalian mengklaim tak bisa menyembuhkannya. Insya Allah selalu ada jalan. Asal kalian mau berubah meyakini kebenaran Islam dan ajarannya, dan meyakini bahwa hanya Allah SWT. sajalah sebagai Tuhan yang wajib disembah dan ditaati peraturan-Nya. Sip kan? Yuk, benah akidahmu! Sekarang, udah banyak penolong di internet dengan menyebarkan informasi yang benar tentang Islam untuk menyadarkan para homoseksual. Al-Quran sudah jelas membahas masalah ini. Tinggal kalian yang harus menundukkan hawa nafsu kalian dan kemudian taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dengan cara mengikuti aturan-Nya, yakni Islam. Siap kan? Harus itu! Sip deh ^_^



Lesbian dalam Seksualitas Islam

http://www.facebook.com/note.php?note_id=78065723515

al-sahq syahwah thabî’iyyah
lesbian merupakan hasrat seksual yang normal

—Syihabuddin Ahmad al-Tifasyi (560 H/1184 M), ulama dari Tunisia

Mohamad Guntur Romli

Ada dua peristiwa yang membuat saya tertarik menulis tema ini. Pertama, ketika Jurnal Perempuan menggelar pelatihan sehari tentang “Seksualitas dan Gender”. Dalam pelatihan itu kami mengundang kawan-kawan dari organisasi LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender). Pelatihan dimulai menjelang siang hari Jumat. Di tengah presentasi, tiga teman gay meminta izin untuk menunaikan salat Jumat. Saya pun tertegun. Ketika waktu salat Ashar tiba, mereka meminta izin kembali untuk salat Ashar berjemaah. Saat itu terlintas pertanyaan dalam fikiran saya, mengapa mereka sangat taat pada agamanya, tapi di sisi lain agama yang dicintainya—menurut kalangan awam—mengutuk pilihan seksual mereka? Ketika saya ungkapkan pertanyaan tadi kepada mereka, jawabannya “kami tidak memahami Islam yang mengutuk kami.”

Peristiwa kedua, beberapa waktu kemudian, kantor kami didatangi pasangan keluarga muslim dengan anak berusia balita. Busana yang mereka kenakan: suami memakai topi haji, dan istri memakai jilbab. Ketika waktu salat tiba, mereka berjemaah. Awalnya saya tidak mengenal identitas gender mereka. Setelah mereka pulang, saya diberi tahu bahwa mereka pasangan keluarga LBT (Lesbian, Biseksual, Transgender/transeksual). Saya terperanjat. Saya baru tahu ada keluarga LBT muslim yang taat dan mengasuh anak.

Berarti ada yang tidak adil dalam pandangan agama (Islam) tentang homoseksual. Pasangan gay dan lesbian itu sangat taat beribadah, yang menurut perkiraan saya ketaatan mereka karena cinta bukan takut pada agamanya. Ketakutan tidak memungkinkan mereka menjadi pasangan/keluaga lesbian/gay yang muslim atau mereka akan meninggalkan Islam, karena Islam dianggap memusuhi homoseksual demi sebuah pilihan seksual. Saya pun mulai syak dengan timbulnya pertanyaan: benarkah Islam memusuhi homoseksual?

Saya mulai tertarik untuk menggali khazanah seksualitas dalam Islam. Hipotesa saya: perbincangan seksualitas dalam Islam bukan termasuk wilayah tabu. Pun termasuk pilihan seksualnya: heteroseksual, homoseksual dan biseksual. Yang ada hanyalah larangan-larangan untuk memasuki wilayah yang dengan sengaja ditabukan. Dalam konteks tersebut, seks dikurung di ruangan ini. Pembakuan dan penabuan ini tampak absurd apabila merujuk pada khazanah Islam yang mahakaya dengan percakapan seksualitas, dan menjadi pencerahan terhadap ruang yang dengan sengaja dibiarkan gelap-gulita. Kebencian dan kutukan terhadap homoseksual yang acap kali lahir dari pengikut agama, tidak lain keberhasilan dari pelarangan dan penabuan yang memperbincangan isu seksualitas.

Meskipun tulisan ini mengaitkan isu homoseksual—yang di dalamya termasuk lesbian—dengan Islam, tapi saya tidak hendak mencari-cari “justifikasi tekstual”: menerima atau menolak homoseksual. Saya tidak percaya ada “justifikasi tekstual” yang bisa mengartikan justifikasi itu lahir dari rahim teks, karena bagi saya justifikasi dibangun dan disahkan oleh penafsir. Kutipan Imam Ali menemukan konteksnya di sini bahwa Quran itu “bisu” (tidak bisa bicara), ia diberi suara oleh penafsir, al-mush-haf bayna daftay al-kitâb la yanthiq, wa innama yanthiqu bihi al-rijâl.

Penafsiran berarti proses “pemberian suara” pada teks yang “bisu”. Selain itu dalam spektrum justifkasi hukum Islam sendiri (ilmu ushul fiqh) justifikasi tergantung pada “metode pengambilan hukum” (thariqah intinbâth al-ahkâm) yang berarti sah dan tidaknya justifikasi itu berhubungan dengan metode bukan teks itu sendiri. Justikasi ada dalam penafsiran, sementara teks bersifat otonom dan terbuka. Dengan pengakuan dua jarak ini: teks dan penafsiran, modus “penguncian” teks pada satu makna saja—yang berarti praktik otoritarianisme—bisa dihindarkan.(1)

Teks juga tidak bisa lepas dari konteksnya, ia adalah “produk budaya” (muntaj tsaqafî) yang “turun” pada konteks sosio-historis tertentu(2). Teks “ditulis” oleh struktur budaya itu. Maka apabila menjumpai teks sangat bias-gender, berarti ia “ditulis” oleh tangan-tangan patriarkis dan maskulin yang selanjutnya “disembunyikan”.

Tulisan ini berusaha mendialogkan tema homoseksual dengan Islam yang selalu disangka berhadap-hadapan. Juga ingin menguji kembali asumsi: Islam memusuhi homoseksual. Benarkah asumsi itu telah dibangun dengan argumentasi yang kuat? Ataukah permusuhan itu hanya bersumber dari ketidaktahuan saja? Seperti pepatah Arab, al-nâsu a’dâ’ mâ jahilû (manusia cenderung memusuhi yang tidak ia ketahui).

Saya akan memulai pembahasan ini dari pandangan Islam terhadap seksualitas, karena tanpa wacana seksualitas, kita tidak akan pernah bisa memahami hakikat homoseksual. Setelah itu baru berikhtiar mendiskusikan kembali: bagaimana sikap Islam terhadap homoseksual? Dan apakah lesbian telah menjadi pembahasan dalam sejarah seksualitas dalam Islam?

Seksualitas dalam Islam: Prokreasi atau Rekreasi?

Pembahasan pertama saya akan memulai dari “pembongkaran” asumsi bahwa homoseksual dimusuhi oleh Islam karena relasi seksual ini tidak akan pernah menghasilkan keturunan (al-injâb) atau Prokreasi—sebagaimana terjadi pada heteroseksual—tapi hanya “sekadar” memperoleh kenikmatan seksual belaka (al-ladzdzah al-jinsiyah) atau Rekereasi.(3)

Wacana seksualitas Islam dihubungkan dengan lembaga pernikahan yang memiliki dua tujuan: penyaluran hasrat seksual (al-bâ’ah) dan memperoleh keturunan (al-injâb). Namun karena pernikahan dipandang sebagai “proses-kontrak” (akad) yang sakral, sementara tujuan pertama dianggap terlalu profan, maka wacana seksualitas dalam Islam bukan lagi hasrat manusiawi lagi tapi masuk dalam iradah ilahi yang sakral. Seks yang awalnya adalah hasrat harus diikat dengan “tali Allah” (habl Allah) yakni agama(4). Oleh karenanya wacana seksualitas dibatasi pada dua hal yang dianggap sakral: prosesi nikah (syarat, rukun, kewajiban, larangan, dll—perempuan sebagai calon istri tidak terlibat dalam proses-kontrak antara dua laki-laki: wali dan calon suami) dan tujuan memperoleh keturunan (al-injâb), sedangkan kenikmatan seksual (al-ladzdzah al-jinsiyah) dikubur dalam konteks ini.

Konstruksi wacana seksualitas dalam Islam telah diresmikan oleh ilmu fikih dalam “bab nikah”: prilaku yang halal dan haram telah ditegaskan sekaligus hukuman terhadap pelanggaran. Seks tidak lagi sebagai relasi-intim antara manusia dengan tubuh, hasrat, berahi, syahwat dirinya ataupun pasangannya, namun harus direstui oleh al-hâkim (pemerintah). Seks menjadi domain yang sangat menentukan masa depan, kewibawaan, dan otoritas kekuasaan dengan taat pada peraturan dan hukuman.

Seks telah dilemparkan ke ruang pertarungan: yang sakral dan yang profan, yang juga melibatkan kekerasan. Dalam buku al-‘Unf, al-Muqaddas wal Jins fil Mitsûlûjiya al-Islâmiyah (Kekerasan, Sakral, dan Seks dalam Mitologi Islam) karya Turki Ali al-Rabi’u: seks disakralkan melalui sebuah mitos ilahi. Mitos itu berupa hadis: ucapan Nabi Muhammad yang disucikan, “anggota tubuh manusia yang diciptakan pertama kali oleh Allah adalah kelamin, kemudian Allah berfirman pada manusia itu: “Ini (kelamin) adalah amanat dari-Ku, dan dengannya Aku memiliki perjanjian denganmu.”(5)

Mitos ini membuat manusia terasing dari kelaminnya. Kelamin yang ada dan milik tubuhnya. Asing karena disebut sakral, sementara tubuh lainnya profan. Kelamin itu bukan miliknya tapi amanat ilahi yang nantinya manusia itu akan diminta tanggungjawab. Manusia butuh tuntutan Ilahi untuk berdialog dengan kelaminnya. Dari kelamin pula lahir wacana tabu.

Dialektika seks dengan yang profan, sakral, dan melibatkan kekerasan punya cerita dan tokoh yang berasal dari manusia terdahulu: Qabil dan Habil. Qabil adalah tokoh seksual-manusiawi yang memiliki berahi pada kecantikan saudarinya sendiri, namun dilarang berpasangan dengannya karena telah ditetapkan menjadi pasangan Habil. Qabil harus berpasangan dengan saudari Habil yang tidak menimbulkan gairah. Sementara Habil adalah citra Ilahi—kurbannya direstui Allah, sedangkan kurban Qabil ditolak karena ia perlambang seks yang rendah. Qabil dicitrakan “egois” karena ingin memiliki dan mengendalikan kelamin sesuai hasratnya. Kisah ini melibatkan kekerasan: Qabil membunuh Habil. Manusia dengan hasrat seksual bisa membunuh keilahian yang ada dalam dirinya—dan akhirnya Qabil harus bertobat.

Cerita tadi diabadikan melalui tuturan yang turun-temurun yang tampak nyata pada kisah Luth. Pesannya satu: seks yang terlepas dari keilahian akan mengundang kekerasan: pembunuhan dalam kisah dua anak Adam tadi, atau azab dahsyat yang menghancurkan umat Luth. Pun kisah ini dipandang bukan lagi sebagai sembarang cerita tapi kisah suci.

Wacana seksualitas yang dibakukan adalah seks yang tetap pada jalur-jalur Ilahi: pemilik asli kelamin. Tuhan sebagai pencipta, maka kelamin menjadi instrumen ketuhanan yang melestarikan penciptaan dengan memberikan keturunan. Tuhan ada karena ciptaannya ada, Tuhan berkuasa karena ciptaanya taat, dan kelamin menjadi aparatus (alat) yang hanya boleh dikuasai oleh Tuhan, dan tidak boleh dimiliki oleh ciptaannya.

Wacana kelamin dan keturunan diperkuat dengan teks-teks agama yang terus dipopulerkan melalui hadis Nabi: tanâkahû wa takâtsarû fa inni ubâhi bikumul umam (menikah dan perbanyaklah anak, karena aku akan bangga memiliki umat yang banyak), atau tazawwajû al-walûdal wadûd, fa inni mukâtsirun bikum yawmal qiyâmah (menikahlah dengan perempuan subur karena aku akan bangga memiliki umat yang terbanyak di hari perhitungan nanti). Hukum tidak akan berdiri tegak tanpa sanksi. Yang melanggar akan dikenai sanksi fisik. Kelamin yang keluar dari jalur agama dicemooh sebagai perzinahan dan kekejian (al-fâhisyah) yang layak dihukum: cambuk, pengasingan, hingga rajam.

Inilah wacana seksualitas dalam Islam yang populer. Jika wacana ini kita sahkan maka percakapan tentang seksualitas yang beraneka-ragam, yang berkaitan dengan orientasi, identitas, pilihan, hak-hak seksual manusia, tidak akan pernah mendapatkan ruang untuk bercakap-cakap.

Namun ketika kita mencoba membaca kembali sumber-sumber dokrin dan sejarah Islam, khususnya pada konteks sosio-histori-seksualitas kelahiran Islam menunjukkan bahwa asumsi “prokreasi” tadi, tidak benar-benar mewakili keseluruhan pandangan dan pengalaman seksualitas Islam. Justeru kecendrungan “rekreasi” jauh lebih kuat dan jamak.

Saya ingin mengutip sebuah buku al-Hayâh al-Jinsiyah ‘Inda al-‘Arab (Kehidupan Seksual Bangsa Arab) karya Shalahuddin al-Mujid, penulis muslim dari Syria. Menurut al-Munjid sejak era sebelum Islam hingga saat ini, bangsa Arab terkenal sangat menyukai dan hobi seks. Libido seksual mereka sangat kuat, dan mereka pun tenggelam dalam kenikmatan seksual ini. Hasrat seksual yang meledak-ledak ini didorong oleh kondisi geografis: padang pasir yang tandus dan panas sehingga tidak ada hiburan dan kenikmatan kecuali yang didapatkan dari seks. Al-Munjid juga menemukan kosa-kata “nikah” dalam arti “hubungan seksual” sebanyak 1.083 kata, banyaknya kosa-kata “nikah” ini menunjukkan signifikansi dan masyhurnya “hubungan seksual” di bangsa Arab.(6)

Pun Al-Quran sendiri sangat terbuka dengan menampilkan ayat-ayat tentang seksualitas dalam konteks “rekreasi”. Pola “rekreasi-seksual” ini sangat maskulin dan patriarkis, sesuai dengan konteks kehidupan saat itu yang didominasi oleh laki-laki. Al-Quran menggunakan terminologi seperti istimtâ’ (memperoleh kenikmatan seksual), syahwah (berahi), rafats (senggama) yang diperoleh laki-laki dari perempuan. Misalnya “karena kamu mendapatkan kenikmatan seksual dari mereka (perempuan), berilah mereka mas kawinnya.”(7)

Seks adalah salah satu materi utama percakapan publik antara Muhammad dan umatnya serta masyarakat Madinah secara umum, karena masyarakat itu menurut al-Munjid tadi “hobi seks”. Tak jarang ayat-ayat al-Quran perlu turun untuk merespon masalah ini. Seks masuk dalam persaingan agama: Islam dan Yahudi. Ketika prilaku seksual muslim dicemooh oleh orang Yahudi maka ayat al-Quran turun untuk membela. Dalam kasus yang berbeda seperti hinaan orang Yahudi terhadap orang muslim yang salatnya masih berkiblat ke Bait Allah di Yerussalem (kiblat salat orang Yahudi), al-Quran memerintahkan mengubah kiblat salat ke Ka’bah di Makkah.(8)

Simaklah asbâb al-nuzûl (sebab-turun) ayat berikut: “Perempuan-perempuanmu adalah ladang bagimu, maka “datangi” ladangmu darimana dan bilamana saja kamu suka.”(9) Jalaluddin al-Suyuthi dalam tafsir al-Durrul Mantsûr fi Tafsîr bil Ma’tsûr mengulas secara panjang lebar riwayat-riwayat yang menceritakan konteks ayat ini. Satu versi dikaitkan dengan kebiasaan laki-laki Makkah yang hobi menyetubuhi pasangannya dengan “gaya-belakang”, setelah hijrah ada seorang laki-laki Makkah menikah dengan perempuan Madinah yang risih dengan gaya senggama itu, dan ia menolak ajakan suaminya.

Kabar ini tersebar seantero penduduk Madinah termasuk komunitas Yahudi—yang mulai tersaingi dengan kehadiran komunitas muslim—mencela kebiasaan ini seperti “kebiasaan binatang”, dan “membuahkan bayi yang bermata juling”. Kabar ini sampai pada Muhammad. Turunlah ayat tadi untuk menghalalkan persetubuhan gaya belakang serta gaya-gaya lainnya yang disebutkan dalam hadis: qaiman (berdiri), qa’idan (duduk), muqbilan (terlentang), mudbiran (telungkup), muththaji’an (berbaring), gaya-ruku’, sujud, bersimpuh (barikatan).

Sedangkan riwayat lain dikaitkan dengan laporan Umar bin Khaththab kepada Muhammad dengan penuh ketakutan karena menyetubuhi istrinya—dengan perumpamaan: “aku telah memutar haluan” (hawwaltu rahlî). Turunlah ayat di atas untuk menghalalkan dan menepis ketakutan Umat. Kalimat Umar tadi “memutar haluan” ada yang memahami soal gaya senggama seperti penjelasan di atas, namun ada juga yang memahami “memutar haluan” berarti memutar haluan penetrasi: dari vagina ke anal.(10)

Ayat yang dihubungkan seks anal (anal sex) memang dilarang keras oleh mayoritas ulama fikih Islam. Namun sebuah riwayat yang dinisbatkan kepada Ja’far Shadiq, guru Abu Hanifah pendiri madzhab fikih Sunni pertama dan imam suci bagi kalangan Syiah, ketika ditanya pendapatnya tentang laki-laki yang menyutubuhi dubur istrinya, Ja’far Shadiq menjawab, “tidak apa-apa, kalau istrinya rela”, ketika responnya disanggah dengan ayat al-Quran “maka setubuhilah mereka dari arah yang diperintahkan Allah” Ja’far Shadiq menjawab “konteks ayat itu untuk memperoleh anak.”(11) Sementara madzhab fiqh yang diriwayatkan memperbolehkan seks anal adalah madzhab Imam Maliki.(12)

Wacana seksualitas zaman Muhammad lebih menguntungkan syahwat laki-laki, terbukti dengan tersebarnya tradisi poligami dan perseliran (al-tasarrî) yang menghalalkan laki-laki memiliki budak perempuan (milkul yamîn).(13) Meskipun seorang laki-laki dianggap tidak mampu berpoligami karena tidak bisa adil namun ia bisa memiliki hamba perempuan untuk menyalurkan libido seksualnya.(14) Selain poligami, ada tradisi nikah kontrak (nikâh mut’ah) yang tujuannya memperoleh kenikmatan seksual belaka. Apabila poligami dibatasi hanya empat orang perempuan, sedangkan dalam nikah kontrak dan perseliran batasan jumlah perempuan itu tidak ada.(15)

Riwayat yang sangat mencengangkan datang dari al-Bukhari yang derajat kesahihan riwayatnya nomer dua setelah al-Quran. Diberitakan Muhammad pernah menggilir istri-istrinya yang berjumlah sebelas orang dalam tempo semalam. Ketika seorang sahabat heran dan bertanya, “bagaimana Nabi mampu melakukan hal itu?” Sahabat lain menjawab, “kekuatan seksual Nabi setara dengan kekuatan seksual tiga puluh laki-laki”. Riwayat lain menyebutkan “empat puluh laki-laki”.(16)

Dalam masa yang tidak kurang lebih 12 tahun di Madinah, Muhammad memiliki sembilan istri dan dua selir.(17) Kehidupan seksual Nabi di Madinah juga tidak dalam konteks ”prokreasi” karena istri-istri Nabi tidak melahirkan seorang anak, kecuali dari seorang selir bernama Maria dari Koptik-Mesir yang memberinya seorang anak laki-laki yang meninggal di usia balita.

Selain potret seksualitas Islam zaman klasik yang sangat bias pada laki-laki, Khalil Abdul Karim, seorang penulis Mesir berusaha menggali seksualitas Islam yang menampilkan perempuan juga memiliki kebebasan dan hak menikmati seks. Khalil menulis kembali sejarah seksualitas Islam yang fokusnya pada kehidupan seksual di kota Yatsrib (Madinah) zaman Muhammad dalam buku Mujtama’ Yatsrib: al-Alâqah Bayna al-Rajul wal Mar’ah (Masyarakat Yatsrib: Relasi Antara Laki-laki dan Perempuan). Buku ini memuat cuplikan-cuplikan riwayat dari kitab-kitab sejarah klasik. Pun Khalil menemukan seks diperbincangkan secara terbuka dan tanpa ada kesan tabu.

Hasrat seksual tidak hanya milik laki-laki saja, para perempuan memiliki kebebasan untuk menentukan pasangannya. Seorang istri yang tidak memperoleh kepuasan seksual bisa menggugat cerai suaminya. Dikisahkan seorang perempuan bernama Tamimah bin Wahab bekas istri Rifa’ah yang menikah lagi dengan Abdullah bin Zubayr, seorang sahabat senior Nabi yang sangat terkenal. Habibah ingin kembali pada suami lamanya karena “milik” Abdullah bin Zubayr seperti bulu (lemas seperti bulu) seraya ia mengambil sehelai bulu dari kantong pakaiannya. Muhammad tersenyum menghadapi laporan Habibah. Seorang perempuan lain bernama Habibah bin Sahl yang cantik-jelita namun dinikahkan dengan Qays bin Tsabit yang pendek dan buruk sehingga Habibah tidak memiliki ketertarikan seksual pada Qays. Habibah pun melapor ke Muhammad untuk minta khulu’ (gugat-cerai). Peristiwa ini tercatat sebagai kasus pertama gugat-cerai dalam Islam.(18)

Kenikmatan seksual tak hanya dipuja di alam manusia saja, fantasi seksual surgawi di alam akhirat nanti banyak menggunakan amsal-amsal yang sangat sensual. Orang mukmin yang masuk surga akan ditemani bidadari yang: “bermata jeli” (hûrun ‘ayn)(19) “gadis-gadis remaja dengan buah dada yang mekar” (kawâ’iba atrâba)(20) dan dikeliling “perjaka belia yang tak pernah jadi tua” (wildân mukhalladûn)(21). Kalimat “perjaka belia” inilah membuka perdebatan adakah “homoseksualitas” dalam surga nanti?

Tak harus menunggu ke surga untuk membuktikan adanya fantasi seksual pada perjaka-perjaka muda ini (al-shibyân, al-gulâm, al-fatâ), karena tradisi ini telah dikenal dalam masyarakat Arab-Islam yang dibedakan dari konsep “homoseksual”, karena tradisi ini memiliki istilah tersendiri pederasty (penggemblakan).(22) Khaled El-Rouayheb dalam buku Before Homosexuality in The Arab-Islamic World 1500-1800 mengulas secara gamblang praktik ini yang masih tersebar di bangsa Islam-Arab di abad ke-1500 sampai abad ke-18. Praktik ini populer karena relasi yang sangat intim antara guru dan murid dalam pendidikan, termuat dalam sajak-sajak sufi dan sastrawan. Namun bagi Khaled, penggemblakan ini bukan homoseksual , karena baginya “homoseksual” belum eksis hingga di kurun-kurun yang ia amati.(23)

Dalil-dalil Homofobia dalam Teks Islam

Kebencian pada homoseksual (homofobia) dalam masyarakat Islam didasarkan pada dua hal: kisah Luth dalam al-Quran dan hadis-hadis yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad.

Kisah Luth disebut berulang-ulang dalam beberapa surat al-Quran: Hud, al-A’raf, al-Hujarat, al-Hijr, al-Naml, al-Syu’ara, dan al-Ankabut. Melalui kisah ini disimpulkan dua hal, pertama praktik hubungan seksual kaum Luth yang dicela melalui kutipan kata-kata Luth pada kaumnya: “Kamu datangi laki-laki penuh syahwat, bukannya perempuan”(24) dan “...dari semua manusia di dunia ini, mengapa kamu datangi yang laki-laki.”(25)

Kedua, akibat praktik seksual mereka, maka turunnya azab, “Kami hujani mereka dengan hujan (batu)” (al-Araf: 84), “Kami jungkir-balikkan (kota itu) dan Kami turunkan di atasnya hujan batu (Hud: 82). Kesimpulannya: azab yang mengerikan diturunkan akibat praktik seksual kaum Luth.

Di sinilah kita perlu pertanyakan kembali kesimpulan tadi: benarkah azab hanya berkaitan dengan masalah moral dan praktik seksual saja? Dan benarkah kisah itu benar-benar terjadi sebagai fakta sejarah? Pertanyaan ini juga berhubungan dengan kisah-kisah sebelum Luth sendiri: kaum Nuh, Hud, dan Shaleh yang mendahului cerita kaum Luth. Akhir ceritanya juga sama: mereka dihancurkan dengan azab yang sebabnya—menurut asumsi awam: kekafiran.

Saya ingin mengulas kisah-kisah tersebut tidak dari sudut fikih, yang menggunakan petikan kisah sebagai justifikasi hukum, namun saya akan mengulasnya dari sudut studi sastra. Bagi saya, ayat kisah tidak bisa dimasukkan ke dalam konteks ayat hukum. Cara membaca ayat kisah tidak sama dengan cara membaca ayat-ayat hukum: larangan meminum khamar, larangan membunuh, mencuri, perintah salat, zakat, dan lain-lainnya.

Saya mengikuti perspektif yang digunakan oleh Muhammad Ahmad Khalafullah yang menulis al-Fann al-Qashashî fil Qur’ân al-Karîm (Seni Kisah dalam al-Quran). Bagi Khalafullah, dengan banyak mengutip pendapat Syekh Muhammad Abduh (tokoh reformis muslim abad ke-20), kisah-kisah dalam al-Quran bukan “fakta sejarah”. Kisah dalam al-Quran menggunakan narasi sastra yang tidak memperdulikan waktu dan tempat kejadian, nama-nama tokoh, yang menjadi anasir-anasir penting dalam narasi sejarah.

Kisah Luth memiliki dua versi yang dari alur ceritanya bertolak-belakang. Dalam versi surat Hud (ayat 77-83), malaikat yang datang kepada Luth mengaku sebagai utusan Allah setelah kehadiran kaum Luth yang ingin menggangu tamu Luth. Pengakuan yang terlambat ini membuat Luth ketakutan sehingga ia perlu menawarkan putri-putrinya agar kaumnya tidak menyakiti tamunya. Sedangkan kisah Luth versi al-Hijr (ayat 61-75) pengakuan malaikat sebagai utusan Allah kepada Luth dan nasehat mereka kepada Luth terjadi sebelum kaum Luth datang kepadanya dan berdialog dengannya.

Pun cerita azab yang dahsyat itu tidak bisa dipahami secara harfiah, namun secara “majazi” (metaforis). Muhammad ‘Abduh adalah seorang penafsir yang rasional terhadap kisah dan mukjizat yang sering dipahami di luar rasio manusia. Contohnya laporan al-Quran tentang bantuan ribuan malaikat kepada tentara Islam pada Perang Badar sehingga bisa memenangkan peperangan.(26)

Laporan al-Quran itu tidak berdasarkan fakta lapangan, karena kehadiran ribuan malaikat itu tidak terbukti secara nyata. Abduh mengutip pendapat Abu Bakar al-Asham yang menolak bahwa ribuan malaikat ikut membantu tentara Islam dalam pertempuran itu, karena satu malaikat saja bisa menghancurkan banyak musuh. Dan kalau benar orang Islam menang di Perang Badar karena bantuan malaikat, mengapa mereka bisa kalah di Perang Uhud sesudahnya, mengapa Muhammad tidak meminta bantuan malaikat agar terhindar dari kekalahan? (27) Kalau saja al-Quran berani “mengarang” laporannya tentang peristiwa yang disaksikan sendiri oleh Muhammad dan pengikutnya, bagaimana dengan kisah-kisah yang tidak pernah disaksikan oleh Muhammad?

Kisah-kisah di atas tidak merujuk pada peristiwa yang nyata, kisah al-Quran adalah perumpamaan (al-matsal) yang kejadian sebenarnya tengah dialami Muhammad yang menerima siksaan, dan pelakuan kasar dari lawan-lawannya. Melalui kisah-kisah tadi, al-Quran ingin memberikan hiburan pada Muhammad dan menguatkan hatinya bahwa nabi-nabi terdahulu menerima cobaan yang tidak kalah beratnya.

Saya juga menolak apabila “azab” dikaitkan dengan persoalan moral dan keyakinan belaka. Saya memahami sebab-sebab datangnya “azab” berasal dari tindakan-tindakan kasar yang dilakukan umat tersebut pada utusan-utusan Allah: memusuhi, mengusir, dan mengobarkan peperangan, dan hal ini pula yang sedang berlangsung dalam kehidupan Muhammad.

Dalam kisah Luth sendiri, ketika Luth menyampaikan dakwah dan ajakan, umatnya malah merespon dengan pengusiran dan ingin mempermalukan Luth. Ini pula respon orang Quraisy yang mengusir Muhammad ketika disampaikan dakwah dan ajakan Islam.(28)

Dalam konteks Muhammad, tidak ada laporan “azab” dari Allah, yang ada hanyalah peperangan (al-qitâl) yang terjadi antara Muhammad dan orang Quraisy Makkah. Bagi saya peperangan itu bukan karena alasan keyakinan yakni “kekafiran”, namun karena mereka telah mengusir dan memerangi Muhammad.

“Azab” yang disebut dalam kisah-kisah itu yang telah menghancurkan umat-umat sebelum Muhammad bagi saya adalah perumpamaan dari kejadian sesungguhnya: perang yang terjadi zaman Muhammad yang akhirnya mampu mengalahkan lawan-lawannya. Dinyatakan pula keterlibatan malaikat dalam Perang Badar, perang pertama kemenangan umat Islam, sebagaimana para malaikat memainkan perannya dalam cerita-cerita “azab” dulu.

Selain kisah Luth yang ada dalam al-Quran, dalil-dalil homofobis juga terdapat dalam hadis-hadis Nabi yang bunyinya sangat sadis. Saya ingin mengutip sebuah buku, Khawathir Muslim fi Mas’alah Jinsiyah karya Muhammad Galal Kisyk, seorang penulis Mesir.(29) Galal Kisyk membandingkan kehidupan seksual tiga agama: Yahudi, Kristen dan Islam. Kesimpulan dia, Islam lebih bersikap terbuka terhadap masalah-masalah seksual. Seksualitas dalam konteks “rekreasi” sangat diapresiasi oleh Islam, misalnya onani, masturbasi, senggama terputus (‘azl) dan seni erotika lainnya. Galal Kisyk juga menyebut “perjaka remaja” (wildân mukhalladûn) sebagai janji surgawi. Ia mengutip beberapa pendapat ahli tafsir klasik. Buku ini pun sempat ditarik dari pasar karena isinya dituding bertentangan dengan hukum Islam.

Dari penelitian Galal Kisyk ditemukan: tidak adanya sanksi fisik (la hadda) terhadap homoseksual, dan ia melaporkan hadis-hadis yang banyak dikutip untuk mengutuk dan menjatuhkan sanksi fisik pada homoseksual termasuk kategori hadis-hadis yang lemah.

Sebuah hadis yang dinisbatkan pada Muhammad, “Perilaku (seksual) yang paling aku khawatirkan yang bisa terjadi pada umatku adalah prilaku umat Luth, dan terlaknat yang melakukannya,” bagi al-Turmudzi, hadis ini “aneh” (gharîb). Demikian hadis yang menjatuhkan hukuman mati bagi homoseksual, “siapa pun di antara kalian yang menjumpai perilaku umat Luth, maka bunuhlah dua pelakunya,” hadis ini ditolak karena ada seorang periwayat bernama Ikrimah. Hadis lain “perempuan lesbian termasuk perzinahan” disebutkan mata-rantai periwayatannya “terlalu kendor” (layyin). Hadis lain, “apabila seorang laki-laki menunggangi laki-laki lain, maka singgasana Tuhan berguncang-guncang,” hadis ini “palsu” (mawdlu’). Dan hadis lain, “orang yang melakukan liwâth (sodomi) kalau mati, maka mayatnya di kubur akan berubah menjadi celeng,” hadis ini “bohong” (munkar).(30)

Galal Kisyk juga menyajikan perdebatan pendapat ulama fikih klasik tentang wacana homoseksual ini. Ia mengutip pendapat mazhab Hanafi yang menolak menyejajarkan homoseksual dengan perzinahan, sehingga bisa dijatuhkan hukuman seperti orang berzina. Bukti yang sangat kuat kata Galal Kisyk, “tidak ada riwayat satu pun yang mengabarkan Muhammad pernah menjatuhkan sanksi fisik pada homoseksual di zamannya.”

Oleh karena itu, sumber-sumber homofobiayang selama ini diklaim berdasarkan teks-teks agama nyata-nyatanya alasan yang sangat lemah. Kelemahan pertama, berdasarkan pada ayat-cerita umat Luth, bukan pada ayat-hukum. Pun konteks keseluruhan kisah umat Luth tidak dibaca secara utuh. “Homofobia” lebih menggunakan “mata-benci” (ayn al-sukhthi) sehingga yang dipelototi hanyalah kutipan “mendatangai laki-laki” dari kisah tersebut. Sementara sebab-sebab lain yang diulang-ulang dalam konteks keseluruhan kisah itu: kaum Luth yang ingin mengusir Luth, menyamun, berbuat keonaran, hendak melakukan kejahatan terhadap tamu dan ingin mempermalukan Luth—hingga Luth terpaksa menawarkan putri-putri-nya—tidak dijadikan dasar sama sekali. Padahal sebab-sebab yang tidak manusiawi inilah yang lebih masuk akal dibandingkan dengan sebab “norma seksual”. Kelemahan kedua homofobia berdasarkan pada teks yang tidak memiliki otoritas untuk dijadikan landasan hukum: hadis-hadis lemah dan palsu.

Lesbian dalam Seksualitas Islam

Lesbian dalam bahasa Arab disebut al-sihâq atau al-sahq (tribadisme) yang berarti: gesekan dan tekanan yang menggambarkan kegiatan seksual lesbian dari perspektif laki-laki (male perspective).(31) Literatur Islam klasik yang berbicara tentang lesbian amat langka, karena sejarah Islam terlalu bias pada kepentingan laki-laki secara umum. Seks dalam Islam sangat maskulin dan patriarkis. Sementara seks untuk rekreasi dalam non-heteroseksual seperti liwâth (sodomi) dan penggemblakan menunjukkan kejantanan laki-laki (al-fuhûlah) semata. Sedangkan lesbian yang merupakan pilihan homoseksual perempuan terkubur dalam doktrin dan sejarah Islam sebagaimana tema-tema lain tentang perempuan.

Secara samar-samar diberitakan bahwa lesbian juga telah terjadi sebelum Islam, sebagaimana liwâth (sodomi) yang hanya tersebar di kalangan elit: kaum aristokrat Quraisy. Diriwayatkan Hindun putri Nu’man bin Mundzir, seorang bangsawan jatuh cinta pada perempuan bernama Zarqa’ al-Yamamah dan mereka terlibat hubungan seksual di istana.

Ada pula yang berusaha menafsirkan ayat al-Quran “dan mereka di antara perempuan-perempuan yang melakukan kekejian (al-fâhisyah)...”(32) Al-fâhisyah dipahami sebagai hubungan seksual antara perempuan (lesbian) untuk menunjukkan bahwa praktik ini terjadi dalam periode Muhammad dan dijatuhkan sanksi. Namun pemahaman ini tidak mendapat kesaksian riwayat-riwayat lainnya. Disebutkan pula hubungan seksual “lesbian” ini terjadi dalam harem (budak dan selir perempuan para raja) kekhalifahan Islam, namun sayangnya hubungan antara “lesbian” dan harem lebih banyak ditonjolkan daripada diteliti secara cermat.(33) Sehingga pandangan ini menimbulkan kesan yang buruk terhadap “lesbian” dalam masyarakat Islam.

Saya sangat beruntung mendapatkan buku Nuzhatul Albâb Ma la Yûjad fil Kitâb karya Syihabuddin Ahmad al-Tifasyi, ulama kelahiran Tunisia 560 H/1184 M. Buku ini terdiri atas 12 bab tentang erotika dan praktik seksual yang tidak mungkin dibahas di buku-buku lain. Buku ini membahas tema-tema: “seks di luar nikah”, prostitusi, liwâth, mengupah perjaka remaja untuk hasrat seksual, gaya senggama, anal sex, lesbian, dan waria.

Buku al-Tifasyi ini sudah pasti ketinggalan jauh dari wacana lesbian zaman sekarang. Namun yang hendak saya tekankan di sini, buku tentang lesbian ini berasal dari abad ke-7 Hijriyah/12 Masehi, ditulis oleh seorang ulama muslim, dan tujuan penulisannya bukan untuk mengecam praktik-praktik seksual itu. Namun untuk mengenalkan praktik seksual yang beranekaragam dan meletakkannya pada konteks seni-erotika yang telah lahir dalam masyarakat Islam.

Al-Tifasyi mengutip beberapa pendapat yang terdengar di zamannya tentang lesbian (al-sihâq). Lesbian adalah fitrah, penyebabnya beragam: rahim yang sungsang atau ukurannya sangat kecil, dan ada pula faktor makanan. Selain sebab “natural” tadi ada sebab lain: kebiasaan sejak kecil, seorang perempuan yang memiliki hubungan intim dengan budak-budak perempuan. Terlepas dari apapun penyebabnya, kata al-Tifasyhi “lesbian merupakan hasrat seksual yang normal” (al-sahq syahwah thabî’iyah).

Al-Tifasyi juga melaporkan kesaksian seseorang, “pasangan lesbian saling mencintai seperti pasangan laki-laki dan perempuan, bahkan lebih. Salah seorang pasangan lesbian akan memberi nafkah pada pasangannya dengan harta-benda yang tumpah-ruah. Aku pernah menyaksikan seorang perempuan lesbian di Maroko yang memiliki harta melimpah dan rumah yang luas. Ia memberi nafkah pada pasangannya, barang-barang yang terbuat dari emas dan perak, ketika hubungan mereka putus karena jenuh akibat cacian-maki penduduk di sana, ia menyerahkan seluruh rumahnya pada pasangannya yang setara dengan 5000 dinar.”

Al-Tifasyi juga berhasil melakukan identifikasi masing-masing pasangan lesbian itu, yang dalam istilah “butch” dan “femme” .(34) “Butch”—dalam istilah al-Tifasyi: "al-‘âsyiqah" postur tubuhnya kurus dan rata, sedangkan yang “femme”—dalam istilah dia: "al-ma’syûqah" postur tubuhnya montok. Dalam kegiatan seksual, yang kurus posisinya di bawah, sementara yang montok berada di atas agar tekanan dan gesekan menjadi kuat.

Dalam karyanya tersebut, Al-Tifasyi juga menggambarkan bagaimana pasangan lesbian melakukan hubungan seksual, “salah seorang menindih pungguh pasangannya dengan merentangkan paha dan betisnya, sedangkan satu kakinya dilipat, salah satunya menjepit paha pasangannya dan keduanya saling menempelkan dan menggesek-gesekkan bibir vagina dan klitorisnya, atau bibir vagina dan klitorisnya dengan paha. Gesekan dilakukan terus-menerus, ditekan-tekan, turun-naik, dan untuk melumaskan gesekan dan gerakan mereka menggunakan minyak yang beraroma harum.”

Setelan menjelaskan lesbian dan bagaimana mereka melakukan hubungan seksual, al-Tifasyi mengakhiri pembahasannya dengan dua bab yang masing-masing memuat opini yang berimbang: baik yang memuja atau yang mencela lesbian.(35)

Nasib homoseksual di negeri Arab-Islam saat ini sangat buruk. Jangankan mendapat pengakuan hak-hak sosial, justru yang ada stigma sangat kuat yang bersumber dari masyarakat dan agama, serta hukuman dari negara. Di beberapa negara yang mengambil syariat Islam sebagai sumber hukum, homoseksual di masukkan dalam kategori al-fâhisyah (“perbuatan keji” termasuk perzinahan dan homoseksual) yang bisa dihukum berat.

Namun percakapan tentang homoseksual dalam masyarakat tidak bisa dibungkam, apalagi dengan adanya fasilitas internet. Kalangan homoseksual Arab mulai membuka diri dan proaktif dengan menjelaskan pilihan seksual mereka pada masyarakat melalui situs dan blog di internet, seperti yang dilakukan oleh seorang lesbian dari Mesir yang membuat blog: Yawmiyat Imra’ah Mitsliyah (Catatan Harian Seorang Lesbian) yang mengungkapkan suara-suara hatinya: harapan, kegelisahan dan ketakutan sebagai lesbian.(36) Demikian juga organisasi homoseksual Arab yang menamakan situsnya qawsu-quzah (pelangi) memberikan penjelasan dan aktivitas yang dilakukan oleh kalangan homoseksual Arab.(37)

Tahun 2007 lalu, di Saudi Arabia sempat geger dengan terbitnya sebuah novel al-Wâd wal ‘Amm karya jurnalis Saudi Mufid al-Nuwayfir yang mengisahkan kehidupan homoseksual di kampung-kampung dan cafe-cafe Saudi khususnya di kota Jeddah. Desember 2007 di Mesir telah beredar film Agamista yang dituding pro-homoseksual karena menampilkan ciuman hangat antara dua pemeran laki-lakinya.

Penutup

Melalui pemaparan di atas, saya menemukan bahwa seksulitas bukan tema yang tabu diperbincangkan dalam Islam. Ia menjadi tema percakapan yang terbuka sejak zaman Muhammad yang tidak terlalu peduli pada orietansi dan praktik seksualnya. Saya menemukan pula “seks sebagai rekreasi” lebih jamak ditemukan, dan “rekreasi seksual” ini hanya berpihak pada kaum laki-laki. Sedangkan masalah “heteroseksual” dan “homoseksual” dalam Islam saya condong pada pendapat Stephen O. Murray bahwa soal seksualitas Islam tidak terletak pada perbedaan antara “homoseksual” dan “heteroseksual” namun antara kenikmatan seksual seseorang dan bagaimana ia mendapatkannya.(38)

Di sini kita perlu berhati-hati untuk memperbincangkan antara homoseksual saat ini dengan “homoseksual” yang terjadi pada sejarah Islam. Saya mengamati ada pola hubungan seksual yang tidak setara, ada satu pihak yang lebih dominan, yang bisa terjadi pada pasangan “homoseksual” atau “heteroseksual”. Dalam heteroseksual klasik: praktik perseliran, nikah mut’ah, poligami menunjukkan laki-laki lebih dominan, sedangkan dalam “homoseksual” klasik: penggemblakan menunjukkan laki-laki yang senior lebih dominan daripada pasangannya laki-laki belia. Namun dalam relasi seksual “lesbian” masa lalu, kesenjangan antar-pasangan tidak saya dapatkan. Pola seksual “lesbian” ini sering dicitrakan negatif bukan karena pola seksualitasnya namun lebih dihubungkan dengan status sosial perempuan masa itu khususnya pola seksual yang terjadi di kalangan harem.

Relasi dan praktik seksualitas masa lalu berbeda dari konsep seksualitas yang berkembang saat ini, seksualitas yang tidak hanya sekadar orientasi birahi semata, namun lebih pada pilihan seksual seseorang untuk menentukan pasangannya yang berpijak pada prinsip-prinsip kesetaraan, keadilan, kebebasan dan cinta kasih. Seksualitas manusia seutuhnya.

Bandung-Jakarta, Maret 2008

Catataan akhir:

1. Khaled Abou El Fadl, Speaking in God’s Name, Islamic Law, Authority, and Women, (Oxford: Oneworld Publication, 2003), edisi bahasa Indonesia, Atas Nama Tuhan, (Jakarta: Serambi, 2004) saya telah mengkaji pemikiran Khaled Abou El Fadl ini melalui sebuah tulisan, “Membongkar Otoritarianisme Hukum Islam” tersedia di web: www.guntur.name

2. Nashr Hâmid Abu-Zayd, Mafhûm Al-Nash: Dirâsaf Fî ‘Ulum Al-Qur’ân, (Beirut: al-Markaz al-Tsaqâfî al-‘Arabî, cet. 4, th. 1998), hal. 24, bagi saya pewahyuan al-Quran baik proses dan sumber kreatifnya sangat kolektif, hal ini juga ditegaskan sendiri oleh al-Quran ketika berbicara tentang proses itu menggunakan kata “nahnu” (kami), “Kami telah menurunkan... Kami telah mewahyukan al-Quran...” Pewahyuan yang proses dan sumbernya plural ini—melalui kajian sejarah—amat melibatkan konteks masyarakat manakala al-Quran diturunkan. Konteks inilah yang sebenarnya “menulis” al-Quran. Lihat di tulisan saya: “Al-Quran Antara Iman dan Sejarah,” tersedia di web: www.guntur.name

3. Diskusi seksualitas antara fungsi ““prokreasi” dan “rekreasi” menjadi tema yang menarik dalam perdebatan seksualitas secara umum. Lihat juga M. Foucault, History of Sexuality Vol.1, an Introduction, 1978

4. Agama disebut “tali Allah” di QS Ali Imran ayat 103.

5. Turki Ali al-Rabi’u, al-‘Unf, al-Muqaddas wal Jins fi Mitsulujiya al-Islamiyah, (Beirut: al-Markaz al-Tsaqafi al-Arabi, cet II, 1995), hal. 112

6. Shalahuddin al-Mujid, al-Hayâh al-Jinsiyah Inda al-‘Arab, (Beirut: Darul Kitab al-Jadid, 1975), h. 16

7. QS al-Nisa’: 24

8. QS al-Baqarah: 144

9. QS al-Baqarah 223

10. Al-Suyuthi, al-Durrul Mantsur fi Tafsir bil Ma’tsur, (Cairo: Markaz Hajar, 2003, vol. II), h. 589-611

11. Turki Ali al-Rabi’u, op.cit, h. 118-119

12. Syihabuddin Ahmad al-Tifasyi, Nuzhatul Albâb Ma la Yûjad fil Kitâb, (London: Riad el-Rayyes Books, 1992), hal. 223 dalam bab ke-10, Fi Ityânil Inâts Kama fidz Dzukûr (“Mendatangi” Perempuan Seperti Laki-laki: sodomi istri)

13. Abd Salam al-Tirmanini, al-Zawâj ‘inda-l Arab: fil Jahiliyah wal Islam, (Kuwait: Alam al-Ma’rifah, 1984), hal. 213

14. QS al-Nisa’: 3

15. Shahla Haeri, al-Mut’ah: al-Zawâj al-Mu’aqqat ‘Ind Syî’ah (terj. Law of Desire), (Beirut: Syirkah al-Mathbu’ah, 1996) buku ini berasal dari disertasi penulisnya yang melakukan penelitian “nikah mut’ah” di Iran dengan membandingkan dua periode: sebelum dan sesudah Revolusi Islam Iran (1978-1982)

16. Hadis nomer 267, Sahîh al-Bukhâri bi Syarhi al-Karamâni, (Beirut: Darul Ihya’ al-Turats al-Arabi, 1981, Vol 3), hal. 129-130

17. Bassam Muhammad Hamami, Nisâ’ Hawla al-Rasûl, (Damaskus: Dar Daniyah, 1993)

18. Khalil Abdul Karim, Mujtama’ Yatsrib, (Cairo: Sina’ li Nasyr, 1997), hal. 38-40

19. QS al-Waqiah: 22, al-Dukhan: 54

20. QS al-Naba’: 33

21. QS al-Waqi’ah: 17

22. Bandingkan dengan fenomena warok-gemblak di Jawa Timur, yang juga diakui bukan homoseksual, Dede Oetomo, Homoseksulitas di Indonesia, (Prisma 7:84-96, 1991)

23. Khaled El-Rouayheb, Before Homosexuality in The Arab-Islamic World 1500-1800, (London: The University of Chicago, 2005), bandingkan juga dengan Stephen O. Murayy, Islamic Homosexualities: Culture, History, and Literature, (New York: New York University Press, 1997), hal 41, bagi Murray “homoseksualitas” termasuk stratifikasi umur, gender, dan prinsip kesetaraan antara pasangan homoseksual yang menjadi etika. Sedangkan prinsip-prinsip ini tidak ada pada pasangan pederasty, yang tua akan mendominasi yang muda, dan dipakai juga istilah al-fâil (subjek) dan al-maf’ûl (objek)—relasi seksual yang sangat patriarkis.

24. QS al-A’raf: 81 dan al-Naml: 55

25. QS al-Syu’ara’: 165

26. QS Ali Imran: 124-125 jumlah bantuan antara 3,000-5,000 malaikat

27. Muhammad Ahmad Khalafullah, al-Fann al-Qashashî fil Qurân, (Cairo: Sina’ lin Nasyr, 1999), hal. 67

28. QS al-A’raf ayat 82 disebutkan “tiada lain jawaban kaumnya, mereka berkata, “usirlah mereka (keluarga Luth) dari kota mu” dan di surat al-Ankabut ayat 29 disebutkan tiga sebab: “sesungguhnya kamu mendatangi laki-laki, menyamun di jalan raya, dan melakukan keonaran di tempat-tempat umummu?” dan bandingkan dengan sebab perang (qital) di zaman Muhammad, surat al-Hajj ayat 39, telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, surat al-Baqarah ayat 190, dan perangilah orang-orang yang memerangimu. Tentang perdebatan motif-motif peperangan yang terjadi zaman Muhammad yang lebih lengkap silakan rujuk buku saya, Dari Jihad Menuju Ijtihad, (Jakarta: LSIP, 2004)

29. Buku ini kontroversial di Mesir, pernah dibredel atas dasar keputusan Majma’ Buhuts al-Islamiyah (Lembaga Penelitian Islam) al-Azhar, namun akhirnya keputusan pembredelan itu dibatalkan Pengadilan Mesir. Letak kontroversi buku ini karena dipandang terlalu terbuka memperbincangkan seksualitas Islam untuk tujuan kenikmatan.

30. Muhammad Galal Kisyk, Khawâthir Muslim fi Mas’alah Jinsiyah, (Cairo: Maktabah al-Turats al-Islami, 1995), hal. 195-196

31. Everet K. Rowson 1991: 63 dalam Stephen O. Murray, op.cit. hal. 97

32 QS al-Nisa’: 15

33. Stephen O. Murray, op.cit. hal. 97

34. Istilah “butch” merujuk pada peran gender yang mengadopsi maskulinitas laki-laki dan “femme” merujuk pada peran gender yang mengadopsi feminitas betina. Di Indonesia dikenal dengan istilah “Sentul” (Butch) dan “Kantil”. Lihat juga: BJD. Gayatri, Sentul-Kantil, Not Just Antoher Term, (Makalah Tidak Diterbitkan, 1994).

35. Syihabuddin Ahmad al-Tifasyi, Nuzhatul Albâb Ma la Yûjad fil Kitâb, (London: Riad el-Rayyes Books, 1992), hal. 235-247

36. http://emraamethlya.blogspot.com/

37. http://www.alqaws.org

38. Stephen O. Murray, op.cit. hal. 41


Tulisan ini telah dimuat di Jurnal Perempuan edisi 58, Maret 2008, tentang "Seksualitas Lesbian"--tulisan ini tidak untuk disebarluaskan, dan saya muat di sini untuk memperingati Hari Internasional Melawan Homofobia/IDAHO (International Day Against Homophobia) setiap tanggal 17 Mei

Toyo
http://gerakan-gay.blogspot.com
ourvoice_ind-hHKSG33TihhbjbujkaE4pw@public.gmane.org

Nama baru untuk Anda!
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru ymail dan rocketmail.
Cepat sebelum diambil orang lain!

__._,_.___

Mailing list:
http://groups.yahoo.com/group/mediacare/

Blog:
http://mediacare.blogspot.com

http://www.mediacare.biz


http://permalink.gmane.org/gmane.culture.media.mediacare/54243



Dosa Besar Itu Bernama Homoseks
Oleh : Abu Ibrahim Abdullah al Jakarty
Sungguh sangat mengkhawatirkan ketika perbuatan maksiat tersebar di negeri ini, apalagi sebuah dosa besar yang bernama liwath (homoseks). Maka bisa hancur negeri ini. Hal ini diperparah dengan adanya orang-orang (baca: syaithan dari jenis manusia) yang notabene berlatar belakang mempunyai pendidikan Islam…!!! (iya… tapi belajar dari orang-orang sesat seperti di kampus IAIN atau belajar di Amerika) yang membolehkannya. Maka penjelasan di bawah ini diantara beberapa bahaya perbuatan liwath (homoseks) yang sudah seharusnya seorang muslim berhati-hati terhadap dosa besar ini.
Pertama : Liwath (homoseks) adalah sebuah dosa yang belum pernah dilakukan oleh sebuah kaum sebelum kaum Nabi Luth. Dan Allah subhanahu wa ta’ala menimpakan adzab kepada mereka dengan adzab yang belum pernah diturunkan kepada siapapun karena sangat jeleknya perbuatan mereka dan sangat berbahayanya perbuatan tersebut.
Allah ta’aala berfirman :
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ
إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu melampiaskan syahwatmu kepada sesama laki-laki, bukan kepada wanita, kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.’” (Al A’raaf : 80-81)
Sampai-sampai seorang khalifah Bani Ummayyah yang membangun Masjid Jami’ Damaskus mengatakan: “Jika seandainya Allah tidak menceritakan kepada kita tentang perbuatan yang dilakukan kaum Nabi Luth, aku tidak menyangka ada seorang laki-laki yang melampiaskan hawa nafsunya (berhubungan badan) kepada laki-laki lain.”(Tafsir Ibnu Katsir: 3/488, cet. Daarul hadits)
Lalu bagaimana sekiranya jika seorang khalifah Bani Ummayah tersebut mengetahui bahwa ada pada zaman ini orang yang membolehkan liwath (homoseks)…!!! Seperti syaithan laki-laki yang bernama Drs. Imam Nakhai (dosen Institute Agama Islam Ibrahimi/IAII) Situbondo, atau M. Khadafi (dosen sosiologi IAIN Sunan Ampel) dua orang ini menjadi pembicara di sebuah seminar yang bertema “Nikah Yes Gay Yes”. Atau seorang syaithan wanita yang bernama Prof. Dr. Siti Musdah Mulia yang membolehkan homoseks .
Mari kita simak perkataan Imam Adz Dzahabi, berkata al Imam Adz Dzahabi rahimahullah: “Sungguh Allah telah mengisahkan kepada kita kisah kaumnya Nabi Luth pada banyak tempat di dalam kitab-Nya (Al Qur’an) yang mulia. Bahwasanya Dia (Allah) telah membinasakan mereka dikarenakan perbuatan busuk mereka. Kaum muslimin dan selain mereka dari orang yang beragama sepakat bahwasanya perbuatan liwath (homoseks) termasuk perbuatan dosa besar.” (Kitab Al Kabaair : 59, cet. Daar Ibnu Hazm)
Adapun tentang adzab yang Allah timpakan kepada kaum Luth dikarenakan perbuatan liwath (homoseks) yang mereka lakukan adalah sebagaimana di dalam ayat-ayat berikut ini.
Allah ta’aala berfirman :
فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ
مُسَوَّمَةً عِنْدَ رَبِّكَ وَمَا هِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ بِبَعِيدٍ
“ Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkan negeri kaum Luth, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar. Yang diberi tanda oleh Rabbmu. Dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang yang dzalim.” (Qs. Hud : 82-83)
Kita berlindung kepada Allah dari Murka dan adzab-Nya. Masihkan ada orang yang termakan pemikiran sesat orang-orang yang membolehkan homoseks…!!!
Kedua : Liwath (homoseks) sebuah dosa besar yang Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam mengkhawatirkan akan menimpa umatnya.
Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku takuti dari umatku adalah perbuatan kaum Nabi Luth.” (HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan dishahihkan Syaikh al Albani)
Ketiga: Dosa liwath (homoseks) akan menumbuhkan keenggganan pemuda untuk menikah dan menjadi musnahnya generasi manusia disamping bahaya-bahaya lain seperti tersebarnya kemaksiatan, zina atau menjadi sebab tersebarnya penyakit yang sangat berbahaya, infeksi pada dubur, penyakit tifoid dan disentri, penyakit sifilis, penyakit gonore (kencing darah), herpes, AIDS, dan lainnya.
Keempat: Dosa Liwath adalah sebuah dosa yang pelakunya dilaknat (dijauhkan dari rahmat Allah subhaanahu wa ta’aala).
Sebagaimana dalam sebuah hadits Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“….. Terlaknat orang yang menggauli binatang, terlaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth (liwath/homoseks).” (HR. Ahmad dishahihkan oleh Syaikh al Albani)
Kelima : Liwath (homoseks) sebuah dosa besar yang pelakunya dihukum dengan dibunuh.
Dari Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu dia berkata, bahwa Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam bersabda:
”Barangsiapa yang kalian temui melakukan perbuatan kaum Luth (liwath/homoseks) maka bunuhlah pelaku dan orang yang menjadi objeknya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan dishahihkan oleh al Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahabi dan dishahihkan pula riwayat ini oleh al Albani).
Berkata Asy Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullaah : “ Sepakat mayoritas shahabat atau seluruh shahabat atas melakukan konsekuensi dari hadits ini. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullaah : ‘ Para shahabat Rasulullah shalallaahu ‘alahi wassalam tidak berselisih pendapat tentang hukum bunuh bagi orang yang melakukan liwath (homoseks) bagi pelakunya atau orang yang dijadikan objek, akan tetapi berselisih pendapat bagaimana tatacara memberlakukan hukum bunuhnya, sebagian mereka berkata dirajam pakai batu, sebagian lagi berkata dijatuhkan di tempat yang paling tinggi dari sebuah negeri, sebagian mereka berkata dihukum pelaku dan objeknya jika ia ridha (dihomoseks) keduanya dihukum mati dalam keadaan apapun, sama saja sudah pernah menikah ataupun belum pernah menikah, dikarenakan sangat besar dosa pelakunya dan berbahaya jika keduanya berada di komunitas manusia, dikarenakan keberadaan keduanya (pelaku dan objek tersebut) akan membunuh secara maknawi di komunitas manusia dan keutamaan (akhlaq). Dan tidak diragukan binasanya mereka berdua lebih baik dari pada binasanya manusia dan akhlaq mulia.”(Syarh Kitaab al Kabaair, Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, pada dosa besar yang ke 21, cet. Daar al Ghadd al Jadiid : 79)
Semoga penjelasan sederhana ini yaitu tentang bahayanya perbuatan liwath (homoseks) membuat kita lebih berhati-hati dari terjatuh kedalam dosa ini dengan menjauhi sebab-sebab yang mengantarkan kepada dosa ini seperti menunda menikah padahal pada kondisi dirinya sudah sampai wajib untuk menikah atau dengan memandang amrad (anak kecil yang tampan) dengan pandangan syahwat atau bergaul dengan kaum Gay atau dengan belajar atau menerima statement orang (baca: syaithan dari jenis manusia) yang membolehkan homoseks, karena kalau orang sudah tidak menganggap homoseks sebagai kelainan, penyakit dan perbuatan maksiat maka dengan sangat mudah dia akan terjerumus ke dalam dosa itu. Semoga Allahsubhaanahu wa ta’aala menjaga kita semua dan kaum muslimin. Amin
Sumber : http://tauhiddansyirik.wordpress.com/2011/04/09/dosa-besar-itu-bernama-homoseks/


http://kaahil.wordpress.com/2011/09/06/bantahan-untuk-drs-imam-nakhaim-khadafi-prof-dr-siti-musdah-mulia-yang-membolehkan-homoseks-5-alasan-mengapa-islam-mengharamkan-homoseks-maho-liwath-%E2%80%9C%E2%80%A6-terlaknat-oran/



Hukum Onani atau Masturbasi

Tanya:
Apa hkm onani bg bujang/blm mampu menikah utk melampiaskan nafsu sahwat.

Jawab:
Berikut jawaban dari tiga ulama besar di zaman ini:

1. Fatwa Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan -hafizhahullah-
Tanya : “Saya seorang pelajar muslim (selama ini) saya terjerat oleh kabiasaan onani/masturbasi. Saya diombang-ambingkan oleh dorongan hawa nafsu sampai berlebih-lebihan melakukannya. Akibatnya saya meninggalkan shalat dalam waktu yang lama. Saat ini, saya berusaha sekuat tenaga (untuk menghentikannya). Hanya saja, saya seringkali gagal.
Terkadang setelah melakukan shalat witir di malam hari, pada saat tidur saya melakukannya. Apakah shalat yang saya kerjakan itu diterima ? Haruskah saya mengqadha shalat ? Lantas, apa hukum onani ? Perlu diketahui, saya melakukan onani biasanya setelah menonton televisi atau video.”

Jawab :
Onani/Masturbasi hukumnya haram dikarenakan merupakan istimta’ (meraih kesenangan/ kenikmatan) dengan cara yang tidak Allah Subhanahu wa Ta’ala halalkan. Allah tidak membolehkan istimta’ dan penyaluran kenikmatan seksual kecuali pada istri atau budak wanita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” [QS. Al-Mu`minun: 5 - 6]

Jadi, istimta’ apapun yang dilakukan bukan pada istri atau budak perempuan, maka tergolong bentuk kezaliman yang haram. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi petunjuk kepada para pemuda agar menikah untuk menghilangkan keliaran dan pengaruh negative syahwat.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah, maka hendaklah dia menikah karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Sedang barangsiapa yang belum mampu maka hendaknya dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi tameng baginya”. (HR. Al-Bukhari 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas’ud]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kita petunjuk mematahkan (godaan) syahwat dan menjauhkan diri dari bahayanya dengan dua cara : berpuasa untuk yang tidak mampu menikah, dan menikah untuk yang mampu. Petunjuk beliau ini menunjukkan bahwa tidak ada cara ketiga yang para pemuda diperbolehkan menggunakannya untuk menghilangkan (godaan) syahwat. Dengan begitu, maka onani/masturbasi haram hukumnya sehingga tidak boleh dilakukan dalam kondisi apapun menurut jumhur ulama.
Wajib bagi anda untuk bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak mengulangi kembali perbuatan seperti itu. Begitu pula, anda harus menjauhi hal-hal yang dapat mengobarkan syahwat anda, sebagaimana yang anda sebutkan bahwa anda menonton televisi dan video serta melihat acara-acara yang membangkitkan syahwat. Wajib bagi anda menjauhi acara-acara itu. Jangan memutar video atau televisi yang menampilkan acara-acara yang membangkitkan syahwat karena semua itu termasuk sebab-sebab yang mendatangkan keburukan.

Seorang muslim seyogyanya (selalu) menutup pintu-pintu keburukan untuk dirinya dan membuka pintu-pintu kebaikan. Segala sesuatu yang mendatangkan keburukan dan fitnah pada diri anda, hendaknya anda jauhi. Di antara sarana fitnah yang terbesar adalah film dan drama seri yang menampilkan perempuan-perempuan penggoda dan adegan-adegan yang membakar syahwat. Jadi anda wajib menjauhi semua itu dan memutus jalannya kepada anda.

Adapun tentang mengulangi shalat witir atau nafilah, itu tidak wajib bagi anda. Perbuatan dosa yang anda lakukan itu tidak membatalkan witir yang telah anda kerjakan. Jika anda mengerjakan shalat witir atau nafilah atau tahajjud, kemudian setelah itu anda melakukan onani, maka onani itulah yang diharamkan –anda berdosa karena melakukannya-, sedangkan ibadah yang anda kerjakan tidaklah batal karenanya. Hal itu karena suatu ibadah jika ditunaikan dengan tata cara yang sesuai syari’at, maka tidak akan batal/gugur kecuali oleh syirik atau murtad –kita berlindung kepada Allah dari keduanya-. Adapun dosa-dosa selain keduanya, maka tidak membatalkan amal shalih yang terlah dikerjakan, namun pelakunya tetap berdosa. [Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilah Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan IV 273-274]

2. Fatwa Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin -rahimahullah-
Tanya :
“Apa hukum melakukan kebiasaan tersembunyi (onani) ?”

Jawab:
“Melakukan kebiasaan tersembunyi (onani), yaitu mengeluarkan mani dengan tangan atau lainnya hukumnya adalah haram berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Sunnah serta penelitian yang benar.

Dalam Al-Qur’an dinyatakan, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” [QS. Al-Mu'minun: 5 - 7]

Siapa saja mengikuti dorongan syahwatnya bukan pada istrinya atau budaknya, maka ia telah “mencari yang di balik itu”, dan berarti ia melanggar batas berdasarkan ayat di atas.

Rasulllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya.” (HR. Al-Bukhari: 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas’ud]

Pada hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang tidak mampu menikah agar berpuasa. Kalau sekiranya melakukan onani itu boleh, tentu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkannya. Oleh karena beliau tidak menganjurkannya, padahal mudah dilakukan, maka secara pasti dapat diketahui bahwa melakukan onani itu tidak boleh.
Penelitian yang benar pun telah membuktikan banyak bahaya yang timbul akibat kebiasaan tersembunyi itu, sebagaimana telah dijelaskan oleh para dokter. Ada bahayanya yang kembali kepada tubuh dan kepada system reproduksi, kepada fikiran dan juga kepada sikap. Bahkan dapat menghambat pernikahan yang sesungguhnya. Sebab apabila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan biologisnya dengan cara seperti itu, maka boleh jadi ia tidak menghiraukan pernikahan.

[As ilah muhimmah ajaba ‘alaiha Ibnu Utsaimin, hal. 9, disalin dari buku Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram]

3. Fatwa Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah-
Tanya:
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : “Ada seseorang yang berkata ; Apabila seorang lelaki perjaka melakukan onani, apakah hal itu bisa disebut zina dan apa hukumnya ?”

Jawab:
Ini yang disebut oleh sebagian orang “kebiasaan tersembunyi” dan disebut pula “jildu ‘umairah” dan ‘‘istimna” (onani). Jumhur ulama mengharamkannya, dan inilah yang benar, sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika menyebutkan orang-orang Mu’min dan sifat-sifatnya, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Mu’minun: 5 – 7]
Orang yang melampuai batas artinya orang yang zhalim yang melanggar aturan-aturan Allah.

Di dalam ayat di atas Allah memberitakan bahwa barangsiapa yang tidak bersetubuh dengan istrinya dan melakukan onani, maka berarti ia telah melampaui batas ; dan tidak syak lagi bahwa onani itu melanggar batasan Allah.

Maka dari itu, para ulama mengambil kesimpulan dari ayat di atas, bahwa kebiasaan tersembunyi (onani) itu haram hukumnya. Kebiasaan rahasia itu adalah mengeluarkan sperma dengan tangan di saat syahwat bergejolak. Perbuatan ini tidak boleh ia lakukan, karena mengandung banyak bahaya sebagaimana dijelaskan oleh para dokter kesehatan.

Bahkan ada sebagian ulama yang menulis kitab tentang masalah ini, di dalamnya dikumpulkan bahaya-bahaya kebiasan buruk tersebut. Kewajiban anda, wahai penanya, adalah mewaspadainya dan menjauhi kebiasaan buruk itu, karena sangat banyak mengandung bahaya yang sudah tidak diragukan lagi, dan juga betentangan dengan makna yang gamblang dari ayat Al-Qur’an dan menyalahi apa yang dihalalkan oleh Allah bagi hamba-hambaNya.

Maka ia wajib segera meninggalkan dan mewaspadainya. Dan bagi siapa saja yang dorongan syahwatnya terasa makin dahsyat dan merasa khawatir terhadap dirinya (perbuatan yang tercela) hendaknya segera menikah, dan jika belum mampu hendaknya berpuasa, sebagaimana arahan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendakanya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya.”

Di dalam hadits ini beliau tidak mengatakan : “Barangsiapa yang belum mampu, maka lakukanlah onani, atau hendaklah ia mengeluarkan spermanya”, akan tetapi beliau mengatakan : “Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya”

Pada hadits tadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dua hal, yaitu :
Pertama: Segera menikah bagi yang mampu.
Kedua: Meredam nafsu syahwat dengan melakukan puasa bagi orang yang belum mampu menikah, sebab puasa itu dapat melemahkan godaan dan bisikan syetan.

Maka hendaklah anda, wahai pemuda, beretika dengan etika agama dan bersungguh-sungguh di dalam berupaya memelihara kehormatan diri anda dengan nikah syar’i sekalipun harus dengan berhutang atau meminjam dana. Insya Allah, Dia akan memberimu kecukupan untuk melunasinya.

Menikah itu merupakan amal shalih dan orang yang menikah pasti mendapat pertolongan, sebagaimana Rasulullah tegaskan di dalam haditsnya, “Ada tiga orang yang pasti (berhak) mendapat pertolongan Allah Azza wa Jalla : Al-Mukatab (budak yang berupaya memerdekakan diri) yang hendak menunaikan tebusan darinya. Lelaki yang menikah karena ingin menjaga kesucian dan kehormatan dirinya, dan mujahid (pejuang) di jalan Allah.” (HR. At-Tirmizi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah)

(Dikutip dari terjemah Fatawa Syaikh Bin Baz, dimuat dalam Majalah Al-Buhuts, edisi 26 hal 129-130, disalin dari Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram)

Sumber: Salafy.or.id offline Judul: Fatwa ulama seputar onani atau masturbasi dengan sedikit perubahan

http://al-atsariyyah.com/hukum-onani-atau-masturbasi.html






Suka Sesama Jenis
Ditulis oleh Dewan Asatidz

Tanya:
Nama saya Deny, berdomisili di Jakarta. Saya seorang yang menyukai sesama jenis, saya tidak tahu mengapa saya begini. Saya pernah membaca di Hidayatullah bahwa keadaan ini terpengaruh oleh
lingkungan namun kondisi saya ini saya rasakan sejak kecil. Saya merasa jiwa/ruh saya terjebak dalam tubuh saya. Keadaan saya ini membuat saya tertekan sekali.

Bisakah saya menjadi seorang yang normal dan apa yang harus saya lakukan?

Sekian, dan terima kasih

Deny

Jawab:
Saudara Deny yang baik

Memang ada benarnya kondisi lingkungan mempengaruhi kejiwaan Anda selain itu pengalaman keluarga juga bisa mempengaruhi, itu semua termasuk pengaruh ekstern dalam psikis hingga masuk dalam alam bawah sadar Anda. Begitu juga kelainan itu disebabkan oleh unsur biologis yang dibawa semenjak masa pertumbuhan di mana dalam perkembangan Anda, hormon testoteron atau hormon kejantanan tidak berkembang sesuai jenis kelamin Anda. (Mungkin masalah ini Anda bisa konsultasikan pada psikiater atau klinik seksologi agar diagnosis penyebabnya bisa diketahui lebih detail.)

Dan secara manusiawi bahwa hal tersebut memang membuat kita merasa bersalah dan tertekan sebab sudah menjadi sunatullah bahwa makhluk hidup yang normal dilahirkan dengan identitas secara jelas dan berpasang-pasangan: ada laki-laki ada perempuan. Namun Anda tak perlu khawatir dengan masalah Anda, bukankah kita percaya bahwa Allah selalu memberi jalan keluar menuju jalan yang normal. Dan perasaan bersalah belum tentu berdosa.

Sebetulnya banyak terapi dari para ahli psikiatri namun di sini kita coba melewati terapi spiritual hingga Anda bisa lepas dari masalah tersebut dengan kehendak Allah:

Pertama: Anda mencoba memikirkan kembali ciptaan Allah yang berpasang-pasangan, demikian juga fungsinya seperti sepasang burung merpati (coba Anda renungi kehidupan sepasang makhluk tersebut). Sehingga kita tidak terjebak pada naluri rekreatif atau istilah agamanya naluri syahwati yang cenderung pada rasa kenikmatan fisis yang kemudian menempatkan posisi psikis Anda pada kecenderungan kejiwaan umum maupun hanya semacam romantisme namun malah melenceng dari kejiwaan yang normal. Akan tapi kita mencoba membina naluri prokreatif, yaitu naluri yang menekankan pada sebuah hasil. Hingga naluri rekreatif dan prokreatif bisa seimbang. (Dan iringi perenungan Anda dengan lafadz: "Subhanallah" yang memberikan "Maha suci Allah" yang telah menciptakan itu semua dengan valid dan seksama)

Kedua: Perjelas penampilan maskulin Anda, bahkan usahakan bahwa penampilan Anda seakan bisa merebut perhatian lawan jenis Anda. Namun tetap dalam batas kesopanan Anda sebagai laki-laki.

Ketiga: Bergaullah Anda dengan pergaulan yang normal, yaitu dengan berfikir positif terhadap sesama, baik berjenis kelamin berbeda. Tak usah terlalu melihat, memperhatikan gejala negatif terhadap wanita, dan hindari pada penilaian terhadap perilaku wanita yang tidak Anda sukai.

Keempat : Bila usia Anda sekiranya sudah mencukupi carilah pasangan wanita yang sekiranya bisa Anda ajak jalan seiring bersama, berdialog mengenai berbagai kehidupan, dengan cara kawin atau bertunangan. Toh, banyak cara menuju cinta, ada yang mencari sendiri, ada yang dijodohkan atau ada yang dicintai duluan. Dan Anda bisa berkonsultasi pada orang tua atau ustadz/kiai mengenai masalah perjodohan. (Untuk langkah terapi yang keempat inilah sebetulnya teori yang selalu ditonjolkan oleh semua agama baik Islam maupun kristen)

Begitulah jawaban saya, insya Allah bisa meringankan beban Anda.

Didik L. Hariri
Tutor Bidang Studi Psikologi
Dewan Asaatidz Pesantren Virtual

http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=510&Itemid=30


Alasan Seseorang Menyukai Sesama Jenis
Jika seseorang merasa bukan dari kaumnya, dan justru lebih menyukai sesama jenis, istilah umumnya gay atau Homoseksual bagi lelaki dan Lebian bagi wanita. Maka keadaan tersebut bisa dikatakan Kelainan Psikologis ada juga yang menyebutkan Penyakit Mental. Oriemtasi Seksualnya menyimpang biasanya diakibatkan berbagai macam alasan. Bisa trauma masa lalu, Merasa nyaman dengan sejenis atau Kondisi Psikologis yang tercipta dari kecil memang seperti itu. Ada beberapa alasan seseorang menyukai sejenisnya :

1. Untuk merasakan sesuatu yang berbeda
Hal ini cenderung sulit dijelaskan karena sering kali bukan ketertarikan seksual yang dirasakan. Ketika melihat sesamanya yang cantik/ganteng, pintar, dan wangi, seperti apa ya rasanya berdekatan dengan dia? Mengapa lawan jenis begitu terobsesi dengan orang itu? Apa yang dirasakannya saat bersentuhan dengan titik sensitif orang tersebut? Pertanyaan seperti itu memang kerap muncul efek dari rasa penasaran.

2. Nyambung secara emosional dan verbal
Berangkat dari kemampuan saling memahami bahasa verbal dan perasaan masing-masing diantara mereka. Menjadi rasa saling ketergantungan dan senasib sepenanggungan, dan terakhir saling membutuhkan selanjutnyamerindukan dan lahirlah perasaan sayang dan cinta.

3. Mengobati sakit hati
Ketika baru berpisah dengan pasangannya, perempuan tentu tetap merasakan saat-saat horny.
Selain sedang tak punya pasangan (pria), perempuan mungkin juga sedang tak ingin terlibat dengan pria. Maka, ia pun akan mencoba melakukannya bersama sesama perempuan, entah itu teman lama atau teman yang baru dikenal.
Bagaimanapun juga, dalam seks juga ada unsur kehangatan yang didapatkan sehingga pasangan sejenis merasa didampingi seseorang yang berpihak kepadanya. Dan ini tidak hanya terjadi pada perempuan.

4. Sesama jenis lebih tahu titik sensitif masing-masing
Pria sering kali tidak tahu mana bagian yang menyenangkan untuk disentuh, terutama di area vagina. Begitu juga sebaliknya bagi Perempuan, Dengan pasangan sejenis mererka telah tahu titik rangsangan kaumnya masing-masing sehingga kenikmatan hubungan intim bisa di dapatkan.

5. Tidak jorok
Perempuan senang melakukannya di tempat yang bersih, dengan seprai yang baru diganti.
Ketika ingin buang angin, perempuan tentu akan keluar dari kamar atau setidaknya menyingkir.
Pria justru sebaliknya, cenderung buang angin sembarangan dan menganggapnya lucu.

http://www.google.co.id/tanya/thread?tid=3b591d3d09584422&pli=1



Terapi Penyakit Suka Sesama Jenis
Kategori: Akhlaq dan Nasehat, Fiqh dan Muamalah32 Komentar // 10 May 2010
Maha Suci Allah Yang telah setiap makhluk-Nya dengan berpasang-pasangan. Ketentuan ini berlaku pada seluruh makhluq-Nya, tidak terkecuali berbagai penyakit yang menimpa manusia. Tidaklah Allah Ta’ala menciptakan suatu penyakit, melainkan telah menurunkan pula obatnya.

Sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,

(لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. )

“Setiap penyakit ada obatnya, dan bila telah ditemukan dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan izin Allah Azza wa Jalla.” (HR. Muslim)

Dalam setiap proses pengobatan, langkah pertama yang akan ditempuh oleh dokter atau tenaga medis adalah mengadakan diagnotis. Diagnotis bertujuan mengetahui penyebab penyakit yang sedang diderita. Dalam dunia medis moderen, diagnotis dapat ditempuh dengan berbagai cara, dimulai dari wawancara dengan pasient, hingga dengan test laboratoris dengan menggunakan tekhnologi canggih.

Dan dalam ilmu pengobatan yang diajarkan dalam syari’at, Islam telah memudahkan proses pengobatan dengan cara mengajarkan kepada umatnya hasil diagnotis yang benar-benar aktual. Allah Ta’ala yang menurunkan penyakit, telah mengabarkan kepada kita bahwa di antara penyebab datangnya penyakit adalah perbuatan dosa kita sendiri.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ

“Dan musibah apapun yang menimpamu, maka itu adalah akibat dari ulah tanganmu sendiri.” (QS. As Syura 30).

Abu Bilaad yang terlahir dalam keadaan buta bertanya kepada Al ‘Alaa’ bin Bader, bagaimana penerapan ayat ini pada dirinya, padahal ia menderita buta mata sejak dalam kandungan ibunya?

Jawaban Al ‘Ala’ bin bader sangat mengejutkan, ia berkata: “Itu adalah akibat dari dosa kedua orang tuamu.”([1])

Singkat kata, penyakit yang menimpa kita, tidak terkecuali penyakit suka sesama jenis sangat dimungkinkan adalah akibat dari perbuatan dosa, baik dosa yang kita lakukan atau yang dilakukan oleh orang-orang yang ada disekitar kita.

Diagnosa:

Berikut beberapa perbuatan dosa atau kesalahan yang mungkin pernah dialami oleh orang yang dihinggapi penyakit suka sesama jenis:

1. Nama yang tidak menunjukkan akan identitas.

Di antara kewajiban pertama yang harus dilakukan oleh kedua orang tua ialah memilihkan nama yang bagus untuk anaknya. Bukan sekedar bagus ketika didengar atau diucapkan. Akan tetapi bagus dari segala pertimbangan, dari makna, nilai sejarahnya. Di antara pertimbangan nama yang baik adalah dapat menunjukkan akan identitas, baik identitas agama ataupun jenis kelamin. Oleh karena itu banyak ulama’ yang mencela penggunaan nama-nama yang terkesan lembut bagi anak lelaki.

Ibnu Qayyim berkata, “Ada hubungan keserasian antara nama dan pemiliknya. Sangat jarang terjadi ketidak serasian antara nama dan pemiliknya. Yang demikian itu karena setiap kata adalah pertanda akan makna yang terkandung di dalamnya, dan nama adalah petunjuk akan kepribadian pemiliknya. Bila engkau merenungkan julukan seseorang, niscaya makna dari julukan tersebut ada padanya. Sehingga nama yang buruk adalah pertanda bahwa jiwa pemiliknya adalah buruk. Sebagaimana wajah yang buruk, pertanda bagi buruknya jiwa seseorang.”([2])

Oleh karena itu, bila orang yang ditimpa penyakit suka sesama jenis memiliki nama yang kurang menunjukkan akan jati dirinya, hendaknya segera merubah namanya, sehingga lebih menunjukkan akan jati dirinya sebagai seorang lelaki atau wanita.

2. Peranan pakaian dan perhiasan.

Islam melarang kaum lelaki untuk menyerupai kaum wanita, baik dalam pakaian, perhiasan, perilaku atau lainnya, dan demikian juga sebaliknya.

لَعَنَ النبي e الْمُخَنَّثِينَ من الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ من النِّسَاءِ وقال: (أَخْرِجُوهُمْ من بُيُوتِكُمْ). متفق عليه

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknati lelaki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai lelaki, dan beliau bersabda: Usirlah mereka dari rumah-rumah kalian.” (Muttafaqun’alaih)

Berdasarkan hadits ini, kaum lelaki dilarang untuk mengenakan pakaian dan perhiasan yang merupakan ciri khas kaum wanita, dan demikian juga sebaliknya. Sebagaimana kaum lelaki juga dilarang untuk menyerupai suara, cara berjalan, dan seluruh gerak-gerik kaum wanita, demikian juga sebaliknya.([3])

Oleh karena itu diharamkan atas kaum lelaki untuk mengenakan perhiasan emas dan pakaian yang terbuat dari sutra. Ini semua karena kedua hal itu merupakan perhiasan yang dikhususkan untuk kaum wanita.

(حرم لباس الحرير والذهب على ذكور أمتي وأحل لأناثهم) رواه الترمذي والنسائي وصححه الألباني

“Diharamkan pakaian sutra dan perhiasan emas atas kaum lelaki dari umatku dan dihalalkan atas kaum wanita mereka” (HR. At Tirmizy, An Nasa’i dan dishohihkan oleh Al Albani)

Para ulama’ menjelaskan hikmah dari larangan ini, bahwa perhiasan emas dan pakaian sutra dapat mempengarui kepribadian lelaki yang mengenakannya. Bahkan Ibnul Qayyim menyatakan bahwa biasanya orang yang mengenakan perhiasan emas atau pakaian sutra memiliki perilaku yang menyerupai perilaku kaum wanita. Kedua hal ini akan terus menerus melunturkan kejantanan lelaki yang mengenakannya, hingga pada akhirnya akan menjadi sirna, dan berubah menjadi kebancian. Oleh karena itu, pendapat yang lebih benar adalah: diharamkan atas orang tua untuk mengenakan kepada anak lelakinya perhiasan emas atau pakaian sutra, agar kejantanan anak tersebut tidak terkikis.([4])

Bukan hanya sebatas dalam penampilan belaka, bahkan ketika sedang sholat pun kaum lelaki dilarang untuk menyerupai wanita.

(يا أَيُّهَا الناس ما لَكُمْ حين نَابَكُمْ شَيْءٌ في الصَّلَاةِ أَخَذْتُمْ في التَّصْفِيقِ إنما التَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ من نَابَهُ شَيْءٌ في صَلاتِهِ فَلْيَقُلْ سُبْحَانَ اللَّهِ) متفق عليه

“Wahai sahabatku, mengapa ketika mendapatkan sesuatu ketika sedang sholat kalian bertepuk tangan. Sesungguhnya tepuk tangan hanya dibolehkan bagi kaum wanita. Barang siapa (dari kaum lelaki) mendapatkan sesuatu ketika sedang sholat, hendaknya ia mengucapkan : “Subhanallah”.” (Muttafaqun ‘alaih)

Syari’at untuk membedakan diri dari lawan jenis ini juga ditekankan kepada kaum wanita, sehingga mereka dilarang melakukan hal-hal yang menyerupai kaum lelaki dan dianjurkan untuk melakukan hal-hal yang selaras dengan kewanitaannya. Di antara hal yang dapat menunjukkan identitas kewanitaan seseorang ialah dengan cara merubah warna kuku jari jemarinya dengan hinna’.

عن عَائِشَةَ رضي الله عنها قالت: مَدَّتِ امْرَأَةٌ من وَرَاءِ السِّتْرِ بِيَدِهَا كِتَاباً إلى رسول اللَّهِ e، فَقَبَضَ النبي e يَدَهُ، وقال: (ما أَدْرِى أَيَدُ رَجُلٍ أو أيد امْرَأَةٍ) فقالت: بَلِ امْرَأَةٌ . فقال: (لو كُنْتِ امْرَأَةً، غَيَّرْتِ أَظْفَارَكِ بِالْحِنَّاءِ).

Sahabat ‘Aisyah radhiallahu ‘anha mengisahkan: ada seorang wanita yang dari balik tabir menyodorkan secarik surat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Nabi pun memegang tangannya, dan beliau bersabda: “Aku tidak tahu, apakah ini tangan seorang lelaki atau wanita?” Wanita itu pun berkata: Ini adalah tangan wanita. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Andai engkau adalah benar-benar wanita, niscaya engkau telah mewarnai kukumu dengan hinna’.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An Nasa’i dan dihasankan oleh Al Albani)

3. Peranan Makanan Haram.

Tidak dapat dipungkiri bahwa perangai dan kepribadian setiap manusia terpengaruh dengan jenis makanan yang ia konsumsi. Oleh karena itu, tidak heran bila orang yang memakan daging onta disyari’atkan untuk berwudlu, guna menghilangkan pengaruh buruk daging yang ia makan.

عن جَابِرِ بن سَمُرَةَ t أَنَّ رَجُلا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ e، أَأَتَوَضَّأُ من لُحُومِ الْغَنَمِ؟ قال: (إن شِئْتَ فَتَوَضَّأْ، وَإِنْ شِئْتَ فلا تَوَضَّأْ) قال: أَتَوَضَّأُ من لُحُومِ الإِبِلِ؟ قال: (نعم، فَتَوَضَّأْ من لُحُومِ الإِبِلِ). رواه مسلم

“Diriwayatkan dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, ia mengisahkan: Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Apakah kita diwajibkan berwudlu karena memakan daging kambing? Beliau menjawab: Engkau boleh berwudlu, dan juga boleh untuk tidak berwudlu”. Lelaki itu kembali bertanya: Apakah kita wajib berwudlu karena memakan daging onta? Beliau menjawab: “Ya, berwudlulah engkau karena memakan daging onta.” Riwayat Muslim.

Ibnu Taimiyyah berkata: “Orang yang berwudlu seusai memakan daging onta akan terhindar dari pengaruh sifat hasad dan berjiwa kaku yang biasa menimpa orang yang hobi memakannya, sebagaimana yang dialami oleh orang-orang pedalaman. Ia akan terhindar dari perangai hasad dan berjiwa kaku yang disebutkan oleh Nabi shallallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits riwayat Imam Bukhary dan Muslim:

(إن الغلظة وقسوة القلوب فى الفدادين أصحاب الإبل وإن السكينة فى أهل الغنم)

“Sesungguhnya perangai kasar dan berjiwa kaku biasanya ada pada orang-orang pedalaman , para pemelihara onta, dan lemah-lembut biasanya ada pada para pemelihara kambing.”([5])

Bila demikian adanya, maka tidak diragukan lagi bahwa makanan yang nyata-nyata haram memiliki pengaruh buruk pada diri dan kepribadian pemakannya.

Dan di antara makanan haram yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, sehingga dijangkiti penyakit suka sesama jenis ialah daging babi dan keledai.

Ibnu Sirin berkata, “Tidaklah ada binatang yang melakukan perilaku kaum Nabi Luth selain babi dan keledai.” ([6])

Bila seseorang membiasakan dirinya dan juga keluarganya memakan daging babi atau keledai, lambat laun, berbagai perangai buruk kedua binatang ini dapat menular kepadanya.

4. Peranan pergaulan & pendidikan.

Setiap kita pasti memiliki pengalaman tersendiri tentang peranan pergaulan dalam pembentukan jati diri dan perangainya. Sedikit banyak, cara pikir dan kesukaan kita terpengaruh oleh keluarga, teman bergaul atau masyarakat sekitar. Oleh karena itu, jauh-jauh hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita agar memilihkan kawan yang baik untuk anak-anak kita, sehingga terpengaruh oleh kebaikan mereka dan terhindar dari pengaruh buruknya.

عن أبي هريرة رضي الله عنه أنه كان يقول: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : (ما من مولود إلا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه وينصرانه ويمجسانه، كما تنتج البهيمة بهيمة جمعاء، هل تحسون فيها من جدعاء) متفق عليه

“Dari sahabat Abu Hurairah rodiallahu’anhu, ia menuturkan: Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam bersabda: Tidaklah ada seorang yang dilahirkan melainkan dilahirkan dalam keadaan fitrah (muslim) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, atau nasrani, atau majusi. Perumpamaannya bagaikan seekor binatang yang dilahirkan dalam keadaan utuh anggota badannya, nah apakah kalian mendapatkan padanya hidung yang dipotong?” (Muttafaqun ‘alaih)

Sebagaimana Islam juga mengajarkan kita agar mulai memisahkan tempat tidur anak laki-laki dari tempat tidur anak wanita.

(مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عليها وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في الْمَضَاجِعِ)

“Perintahlah anak-anakmu untuk mendirikan sholat ketika mereka telah berumur tujuk tahun, dan pukullan bila enggan mendirikan sholat ketika telah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Abu Dawud dan dishohihkan oleh Al Albany)

Pemisahan tempat tidur anak laki-laki dari tempat tidur anak wanita dapat menumbuhkan kesadaran pada masing-masing mereka tentang jati dirinya. Sehingga anak laki-laki mulai menyadari bahwa dirinya berlawanan jenis dengan saudarinya, demikian juga halnya dengan anak wanita. Dan sejalan dengan perjalanan waktu yang disertai pendidikan yang baik, masing-masing dari mereka akan menjadi manusia yang berkepribadian lurus lagi luhur.

Di antara hal yang dapat memupuk subur jati diri anak-anak kita adalah dengan membedakan jenis permainan mereka. Melalui sarana permainan yang terarah dan mendidik, kita dapat menumbuhkan kesadaran pada masing-masing anak tentang jati dirinya. Di antara permainan yang dapat memupuk subur kepribadian anak wanita adalah boneka.

(كنت أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ في بَيْتِهِ وَهُنَّ اللُّعَبُ) متفق عليه

“Dahulu aku bermain boneka anak-anak di rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Muttafaqun ‘alaih)

Para ulama’ menyatakan bahwa izin membuatkan boneka untuk anak-anak wanita yang masih kecil ini merupakan keringanan atau pengecualian dari dalil-dalil umum yang melarang kita dari membuat patung. Melalui sarana permainan ini, diharapkan anak-anak wanita kita mulai memahami jati dirinya dan juga peranan yang harus mereka lakukan, kelak ketika telah dewasa dan berkeluarga([7]) .

Dengan demikian, pergaulan, dan pendidikan memiliki peranan besar dalam pembentukan karakter dan cara pandang anak-anak kita. Sehingga kesalahan dalam pendidikan dan pergaulan dapat mengakibatkan hal-hal yang kurang terpuji di kemudian hari.

Pengobatan:

Bila melalui diagnosa di atas, kita dapat menemukan penyebab datangnya penyakit yang kita derita, maka pengobatan pertama yang harus dilakukan ialah dengan membenahi kesalahan dan bertobat dari kekhilafan.

Langkah kedua: Berdoa kepada Allah.

Saudaraku, ketahuilah bahwa perbuatan dosa dan khilaf dapat terjadi karena kita menuruti bisikan kotor, baik bisikan yang datang dari iblis atau dari jiwa yang tidak suci. Oleh karena itu, dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa memohon agar dikaruniai hati yang suci dan dijauhkan dari perilaku yang buruk :

(اللهم آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أنت خَيْرُ من زَكَّاهَا) رواه مسلم

“Ya Allah, limpahkanlah ketaqwaan kepada jiwaku dan sucikanlah. Engkau adalah sebaik-baik Dzat Yang Mensucikan jiwaku.” (HR. Muslim). Dan pada kesempatan lain, beliau berdoa:

(اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الْأَخْلاَقِ وَالْأَعْمَالِ وَالْأَهْوَاءِ). رواه الترمذي والحاكم والطبراني

“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari akhlaq, amalan, dan hawa nafsu yang buruk.” (HR. At Tirmizy, Al Hakim, dan At Thabrani)

Mungkin ini salah satu hikmah mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memohonkan kesucian batin (hati) untuk seorang pemuda yang datang kepada beliau guna memohon izin untuk berzina:

“Sahabat Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia mengisahkan: “Ada seorang pemuda yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ia berkata: Ya Rasulullah! “Izinkanlah aku berzina.” Spontan seluruh sahabat yang hadir, menoleh dan menghardiknya, sambil berkata kepadanya: Apa-apaan ini! Mendengar ucapan sahabatnya itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mendekatlah”. Pemuda itu pun mendekat kepada beliau, lalu ia duduk. Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda kepadanya: “Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa ibumu? Pemuda itu menjawab: Tidak, sungguh demi Allah. Semoga aku menjadi tebusanmu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Demikian juga orang lain tidak suka bila itu menimpa ibu-ibu mereka…… Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya di dada pemuda tersebut, lalu berdoa: “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan lindungilah kemaluannya.” Sejak hari itu, pemuda tersebut tidak pernah menoleh ke sesuatu hal (tidak pernah memiliki keinginan untuk berbuat serong). ” (HR. Ahmad, At Thabrani, Al Baihaqy dan dishahihkan oleh Al Albany)

Saudaraku, mohonlah kepada Allah agar jiwa anda disucikan, dan perangai anda diluruskan. Yakinlah bahwa bila anda bersungguh-sungguh dalam berdoa, terlebih-lebih ketika sedang sujud dan pada sepertiga akhir malam, pasti Allah akan mengabulkan.

(يُسْتَجَابُ لأَحَدِكُمْ ما لم يَعْجَل، يقول: دَعَوْتُ فلم يُسْتَجَبْ لي). متفق عليه

“Doa kalian pasti akan dikabulkan, selama ia tidak terburu-buru, yaitu dengan berkata: aku telah berdoa, akan tetapi tidak kunjung dikabulkan.” Muttafaqun ‘alaih

Langkah ketiga: Melakukan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan jenis kelamin kita.

Di antara cara yang dapat kita tempuh untuk memupuk subur jati diri kita ialah dengan melakukan kegiatan yang selaras dengan diri kita. Misalnya dengan mengasuh anak kecil (keponakan, adik, atau lainnya), memasak, berdandan, menjahit, membuat karangan bunga, bagi kaum wanita. Atau mencangkul, olah raga angkat besi, bela diri, bertukang kayu, berenang, bagi kaum lelaki.

Dan hendaknya kita menjauhi segala perbuatan dan perilaku yang biasa dilakukan oleh lawan jenis.

Langkah keempat: Terapi hormon.

Salah satu metode pengobatan yang sekarang dikenal masyarakat adalah dengan terapi hormon. Oleh karena itu, tidak ada salahnya bila orang yang menderita penyakit suka sesama jenis mencoba pengobatan dengan cara ini.

Akan tetapi sebelum ia mencoba terapi ini, seyogyanya ia terlebih dahulu berkonsultasi kepada tenaga medis yang berkompeten dalam hal ini, guna mengetahui sejauh mana kegunaannya dan juga meyakinkan bahwa pada seluruh prosesnya tidak terdapat hal-hal yang diharamkan atau melanggar syari’at.

Langkah Kelima: Besarkan Harapan dan kobarkan semangat.

Sebagaimana telah diisyaratkan di atas, bahwa masing-masing kita terlahir ke dunia dalam keadaan normal dan berjiwa suci, hanya karena pengaruh dunia luarlah kita mengalami perubahan.

(وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمْ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عن دِينِهِمْ) رواه مسلم

“Allah Ta’ala berfirman dalam hadits qudsi: Sesungguhnya Aku telah menciptakan seluruh hamba-Ku dalam keadaan lurus lagi suci, kemudian mereka didatangi oleh syetan dan kemudian syetanlah yang menyesatkan mereka dari agamanya.” (HR. Muslim).

Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa membesarkan harapan dan optimis bahwa segala penyakit yang kita derita dapat disembuhkan. Yakinlah bahwa penyakit yang kita derita adalah salah satu akibat dari ulah dan godaan syetan. Syetanlah yang telah menodai kesucian jiwa kita. Oleh karena itu, besarkan harapan, bulatkanlah tekad dan kobarkanlah semangat untuk merebut kembali kesucian jiwa kita dari belenggu syetan.

Saudaraku, ketahuilah, bahwa membaca Al Qur’an dengan khusyu’ dan penuh penghayatan adalah senjata yang paling ampuh untuk menghancurkan perangkap syetan.

Dan di antara metode untuk menghindari perangkap syetan ialah dengan senantiasa menghadiri majlis-majlis ilmu, dan berusaha untuk senantiasa berada bersama-sama dengan sahabat yang baik.

(إن الشيطان مع الواحد ، و هو من الاثنين أبعد) رواه أحمد وابن ماجة وصححه الألباني

“Sesungguhnya syetan itu bersama orang yang menyendiri, sedangkan ia akan menjauh dari dua orang.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani)

Semoga pemaparan singkat ini, dapat bermanfaat bagi kita semua, dan semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan kesucian jiwa dan keluhuran budi pekerti kepada kita. Sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Wallahu a’alam bisshowab.

Penulis: Ustadz Muhammad Arifin Baderi, MA

Artikel www.muslim.or.id

[1] ) Tafsir Ibnu Abi Hatim 10/3279 & Tafsir Al Baghowi 7/355.
[2] ) Tuhfatul Maudud oleh Ibnul Qayyim 51.

[3] ) Fathul Bari oleh Ibnu Hajar 10/334, & Faidhul Qadir oleh Al Munawi 5/271.

[4] ) Zaadul Ma’aad oleh Ibnul Qayyim 4/80.

[5] ) Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 21/11.

[6] ) Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad Dunya dalam kitab Zammul Malaahy.

[7] ) Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Al Asqalaany 10/527.

http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/terapi-penyakit-suka-sesama-jenis.html


Ciri-Ciri Penyuka Sesama Jenis

Mungkin kamu punya teman yang letoy? atau suka menyendiri? wah perlu curiga nih, jangan-jangan dia penyuka sesama jenis, nah lo….. Biar gak salah coba intip ciri-ciri di bawah ini kawan,
PAKAIAN
Biasanya para cowok yang suka memakai baju ketat, cincin di jari tengah dan berselop putih itu ciri cowok penyuka sesama jenis. Sedangkan cewek yang suka sesama jenis umumnya ada yang agak toboy dan ada yang feminin banget.
PENYENDIRI
Ciri lain dari penyuka sesama biasanya suka menyendiri dan jarang mau bergaul dengan orang lain. Selain itu bakal ngerasa lebih nyaman bergaul dengan teman sejenis, karena merasa adanya kesamaan presepsi, minat dan kesamaan-kesamaan yang lainnya. Hati-hati kawan, siap-siap ditembak yah,,,
CARA MEMANDANG
Ciri yang ini biasanya mudah diketahui. Jika ada teman kamu yang diam-diam ciri-curi pandang ngelihatin kamu wah patut dicurigai nih, Kadang jika kamu ada di samping dia, dia bakal elus-elus kaki kamu…
TINGKAH LAKU
Nah mungkin yang ini bisa langsung di uji kawan. Jika ada teman cowok kamu yang pas memegang cangkir jari kelingkingnya lentik, wah bisa jadi dia seorang gay yang jadi ceweknya. Trus ciri lain dari gay biasanya bertindik ditelinga kanan saja ,

http://gayamuda.com/ciri-ciri-penyuka-sesama-jenis.html



Apakah Pecinta Sesama Jenis Dapat Disembuhkan?
Mari Berkawand - Pecinta Sesama Jenis atau Homoseksual dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, faktor biologik, berupa gangguan pada pusat seks di otak atau di kromosom. Kedua, faktor psikodinamik, yaitu gangguan perkembangan psikoseksual pada masa kecil. Ketiga, faktor sosiokultur, yaitu kebiasaan yang berakar pada budaya setempat. Keempat, faktor lingkungan, yaitu akibat pengaruh pergaulan atau pengalaman pertama yang homoseksual.

Sesuai penyebabnya, maka homoseksual yang disebabkan oleh faktor lingkungan mungkin dapat diubah walaupun tidak selalu mudah. Homoseksual karena faktor sosiokultur mungkin dapat diubah kalau yang bersangkutan segera keluar atau meninggalkan kultur itu.

Tetapi, tentu ini tidak mudah dilakukan karena faktor sosiokultur pada umumnya sudah melekat sejak masa kecil. Homoseksual karena faktor biologik tidak mungkin dapat diubah menjadi heteroseksual. Sedang homoseksual karena faktor psikodinamik juga hampir pasti tidak dapat diubah, kecuali didukung oleh kesadaran dan kemauan yang luar biasa.

Apakah Anda dapat hidup "normal" sebagai pria heteroseksual, tentu tergantung pada apa penyebab Anda menjadi seorang homoseksual. Tetapi kalau Anda mampu tidak melakukan hubungan homoseksual sejak menikah, itu sudah merupakan suatu upaya yang luar biasa.

http://mari-berkawand.blogspot.com/2011/10/apakah-pecinta-sesama-jenis-dapat.html


BUKTI SEJARAH : " BENCANA AKIBAT PECINTA SESAMA JENIS."
Kandungan garam danau luth sangat tinggi, Laut Mati memiliki kadar garam 31,5%, kira-kira 8,6 kali lebih tinggi daripada laut yang lain. Oleh karena itu, tidak ada organisme hidup, semacam ikan atau lumut, yang dapat hidup di dalam danau ini. Hal inilah yang menyebabkan Danau Luth sering disebut sebagai "Laut Mati".
Kejadian yang menimpa kaum Luth yang disebutkan dalam Alquran berdasarkan perkiraan terjadi sekitar 1.800 SM. Berdasarkan pada penelitian arkeologis dan geologis, peneliti Jerman, Werner Keller, mencatat bahwa Kota Sodom dan Gomorah benar-benar berada di Lembah Siddim yang merupakan daerah terjauh dan terendah dari Danau Luth, dan bahwa pernah terdapat situs yang besar dan dihuni di daerah itu.
Konon, jika seseorang mendayung melintasi Danau Luth ke titik paling utara dan matahari sedang bersinar pada arah yang tepat, ia akan melihat sesuatu yang sangat menakjubkan. Pada jarak tertentu dari pantai dan jelas terlihat di bawah permukaan air, maka akan tampaklah gambaran bentuk hutan yang diawetkan oleh kandungan garam Laut Mati yang sangat tinggi. Batang dan akar di bawah air yang berwarna hijau berkilauan tampak sangat kuno. Lembah Siddim, di mana pepohonan ini dahulu kala bermekaran daunnya menutupi batang dan ranting, merupakan salah satu tempat terindah di daerah ini. Keindahan Laut Mati ini dilukiskan seperti ''like the garden of God.''
Pompei,

Ditimpa azab serupa
Kisah-kisah umat terdahulu hendaknya menjadi pelajaran bagi seluruh umat manusia. Namun banyak yang tidak peduli dengan peringatan tersebut. Kehancuran umat Nabi Luth yang melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis, rupanya tak cukup menjadi pelajaran dan peringatan.
Itulah yang dilakukan masyarakat di Kota Pompei yang terletak di sebelah timur Gunung Vesuvius, Kota Naples, Italia. Pompei merupakan sebuah simbol kemerosotan dari Kekaisaran Romawi yang juga melakukan perilaku seksual menyimpang sebagaimana umat Luth, dan akhirnya mereka pun mengalami nasib serupa. Kehancuran Pompei disebabkan oleh letusan Gunung Vesuvius.
Gunung Vesuvius adalah simbol bagi Italia, terutama Kota Naples. Karena berdiam diri selama dua ribu tahun terakhir, Vesuvius dinamai 'Gunung Peringatan.' Dinamakan demikian, karena bencana yang menimpa Sodom dan Gomorah sangat mirip dengan bencana yang menghancurkan Pompei.

FINISH..Mudah2 an nanti akan ada lagi tulisan berkaitan dg hal ini yang jelas kudu insap !!!.

http://bellaferta.multiply.com/journal/item/223/BUKTI_SEJARAH_BENCANA_AKIBAT_PECINTA_SESAMA_JENIS.?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem



Apakah Pecinta Sesama Jenis Dapat Disembuhkan?

Mari Berkawand – Pecinta Sesama Jenis atau Homoseksual dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, faktor biologik, berupa gangguan pada pusat seks di otak atau di kromosom. Kedua, faktor psikodinamik, yaitu gangguan perkembangan psikoseksual pada masa kecil. Ketiga, faktor sosiokultur, yaitu kebiasaan yang berakar pada budaya setempat. Keempat, faktor lingkungan, yaitu akibat pengaruh pergaulan atau pengalaman pertama yang homoseksual.


Sesuai penyebabnya, maka homoseksual yang disebabkan oleh faktor lingkungan mungkin dapat diubah walaupun tidak selalu mudah. Homoseksual karena faktor sosiokultur mungkin dapat diubah kalau yang bersangkutan segera keluar atau meninggalkan kultur itu.

Tetapi, tentu ini tidak mudah dilakukan karena faktor sosiokultur pada umumnya sudah melekat sejak masa kecil. Homoseksual karena faktor biologik tidak mungkin dapat diubah menjadi heteroseksual. Sedang homoseksual karena faktor psikodinamik juga hampir pasti tidak dapat diubah, kecuali didukung oleh kesadaran dan kemauan yang luar biasa.


Apakah Anda dapat hidup “normal” sebagai pria heteroseksual, tentu tergantung pada apa penyebab Anda menjadi seorang homoseksual. Tetapi kalau Anda mampu tidak melakukan hubungan homoseksual sejak menikah, itu sudah merupakan suatu upaya yang luar biasa.

Wallahu a'lam