Rabu, 18 Mei 2011

MANGENAI RISALAT ISLAM, UNIVERSIL SERTA TUJUANNYA



MANGENAI RISALAT ISLAM, UNIVERSIL SERTA TUJUANNYA
Allah swt mengutus Nabi Muhammad saw membawa agama yang suci lagi penuh kelapangan serta syari'at yang lengkap dan meliputi yang menjamin bagi manusia kehidupan bersih lagi mulia dan menyampaikan mereka ke puncak ketinggian dan kesempurnaan.
Dan dalam tempo lebih kurang 23 tahun yang dilalui Rasulullah saw dalam menyeru manusia kepada Allah, tercapailah olehnya tujuan yang dimaksud, yaitu menyebarkan agama dan menghimpun manusia untuk menganutnya.
UNIVERSILNYA RISALAT
Risalat Islam bukanlah merupakan risalat setempat yang terbatas, yang khusus bagi suatu generasi atau suku-bangsa sebagai halnya risalat-risalat yang sebelumnya, tetapi ia adalah risalat yang universil yang mencakup seluruh umat manusia sampai akhirnya bumi dan segala isinya ini diambil kembali oleh Allah ta'ala.
Tiadalah ia tertentu bagi suatu kota, tidak bagi lainnya atau bagi suatu masa bukan bagi lainnya! Berfirman Allah swt:
"Maha berkah Allah yang telah menurunkan Kitab Al-Furqan kepada hamba-Nya, agar ia menjadi juru nasihat bagi seluruh dunia." (Al-Furqan: 1)
Dan firman-Nya:
"Tiadalah Kami mengurusmu, kecuali buat seluruh manusia menyampaikan berita gembira maupun siksa." (Saba':28)
Dan firman-Nya pula:
"Katakan: Hai manusia! Saya adalah utusan Allah kepada kamu semua, yaitu Tuhan yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Tiada Tuhan melainkan Dia, Yang menghidupkan dan mematikan. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, yakni seorang Nabi yang ummi, yang beriman kepada Allah dan kalimat-Nya. Dan ikutlah dia agar kamu beroleh petunjuk." (Al-A'raf: 158)
Dan di dalam sebuah hadits shahih tercantum:
Artinya:
"Setiap Nabi dikirim khusus kepada bangsanya, tetapi saya dikirim baik kepada bangsa berkulit merah maupun hitam."
Di antara alasan-alasan yang membuktikan universil dan meliputinya risalat ini, ialah sebagai berikut:
1. Tidak dijumpai didalamnya hal-hal yang sulit buat dipercaya, atau sukar melaksanakannya:
Firman Allah ta'ala
Artinya:
"Allah tiada memberati diri kecuali sekedar kemampuannya." (Al-Baqarah: 286)
Dan firman-Nya:
"Allah menghendaki untukmu kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran." (Al-Baqarah: 185)
Dan firman-Nya pula:
"Tidakkah Allah mengadakan dalam agama itu suatu kesulitanpun." (Al-Hajj:78)
Dan menurut riwayat Bukhari dan Abu Sa'ad al Maqburi bahwa Rasulullah bersabda:
"Agama ini mudah, dan tidak seorangpun yang mempersulit-sulit agama, kecuali tentu akan dikalahkan oleh agama.”
Dan menurut riwayat Muslim yang berasal dari Nabi:
"Agama yang lebih disukai oleh Allah, ialah yang murni dan tidak sulit."
2. Bahwa hal-hal yang tidak terpengaruh oleh perubahan tempat dan waktu, seperti soal-soal aqidah dan ibadah, diterangkan dengan sempurna dan secara terperinci dan dijelaskan dengan keterangan-keterangan lengkap hingga tak usah ditambah atau dikurangi lagi.
Sementara hal-hal yang mengalami perubahan disebabkan perbedaan situasi atau kondisi, misalnya hal-hal yang menyangkut soal peradaban, urusan-urusan politik dan peperangan, datang secara global atau garis besarnya, agar dapat mengikuti kepentingan manusia di segala masa, dan dapat menjadi pedoman bagi para pemimpin dalam menegakkan kebenaran dan keadilan.
3. Semua ajaran yang terdapat di dalamnya, maksudnya tiada lain hanyalah buat menjaga agama menjaga jiwa, akal, keturunan, maupun harta.
Dan tentu saja ini cocok dengan fitrah dan sesuai dengan akal, mengikuti perkembangan serta layak buat segala tempat dan waktu.
Firman Allah ta'ala:
"Katakan siapa berani mengharamkan perhiasan Allah yang disediakan-Nya untuk hamba-hamba-Nya, begitupun rezki yang baik-baik! Katakanlah: Itu adalah bagi orang-orang beriman sewaktu hidup di dunia, dan khusus bagi mereka di akhirat nanti. Demikianlah Kami terangkan ayat-ayat bagi golongan yang mau mengetahui.
Katakanlah: yang diharamkan oleh Tuhanku hanyalah hal yang keji, baik lahir maupun batin, perbuatan dosa serta aniaya tanpa kebenaran, dan bila kamu mempersekutuhkan Allah dengan sesuatu yang tiada diberi-Nya kekuasaan, begitupun bila kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui." (Al-A'raf: 32-33)
Dan firman-Nya pula:
"Dan rahmat-Ku meliputi segala apa juga, maka akan Kuberikan kepada orang yang takwa dan membayar zakat dan kepada orang-orang yang beriman keapda ayat-ayat Kami. Yakni orang-orang yang mengikuti Rasul dan Nabi yang ummi yang dijumpainya tercantum dalam Kitab Taurat dan Injil, yang menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan mungkar, menghalalkan segala yang baik dan mengharamkan segala yang jelek, serta membebaskan mereka dari beban dan belenggu yang mengungkung mereka.
Mereka orang-orang yang beriman kepada-Nya, menyokong serta membelanya, dan mengikuti cahaya yang diturunkan bersamanya, merekalah orang yang berbahagia." (Al-A'raf: 156-157)
TUJUANNYA:
Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh risalat Islam, malah membersihkan dan mensucikan jiwa, dengan jalan mengenal Allah serta beribadat kepada-Nya, dan mengokohkan hubungan antara manusia serta menegakkannya di atas dasar kasih-sayang, persamaan dan keadilan, hingga dengan demikian tercapailah kebahagiaan manusia baik di dunia maupun di akhirat.
Firman Allah swt:
"Dialah yang telah membangkitkan di kalangan bangsa butahuruf seorang Rasul dari golongan mereka, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya dan mendidik mereka, serta mengajarkan Kitab dan ilmu hikmah, walau sebelum itu mereka dalam kesesatan yang nyata." (Al-Jumu'ah:2)
Dan firman-Nya lagi
"Tiadalah Kami utus engkau hai Muhammad, hanyalah untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam." (Al-Anbiya':107)
Juga tersebut dalam sebuah hadits
"Aku merupakan rahmat yang dianugerahkan."
PERUNDANGAN ISLAM ATAU FIKIH
Perundangan Islam merupakan salah satu dari segi-segi terpenting yang dikandung oleh risalat Islam dan mewakili bidang praktis dari risalat ini.
Perundangan mengenai agama semata, seperti hukum-hukum ibadat tiadalah terbit kecuali dari wahyu Allah kepada Nabi saw, baik berupa Kitab atau Sunnah, atau hasil ijtihad yang disetujuinya.
Sedang tugas Rasul tiada keluar dari lingkaran tabliqh dan penerangan.
"Tiadalah ia bicara dari kemauan nafsunya, Al-Qur'an itu tiada lain dari wahyu yang disampaikan kepadanya." (An-Najm: 3-4)
Adapun perundangan yang menyangkut urusan-urusan keduniaan, baik berupa pengadilan, politik dan peperangan, maka Rasul disuruh untuk merundingkannya. Kadang-kadang ia mempunyai suatu pendapat, tapi menariknya kembali dan menerima pendapat para sahabat, sebagaimana terjadi di waktu perang Badar dan Uhud. Demikian pula para sahabat itu, mereka mendatangi Nabi saw. menanyakan padanya hal-hal yang tidak mereka ketahui, dan meminta penjelasan mengenai makna kata-kata yang tidak jelas, sambil mengemukakan pengertiannya menurut faham mereka sendiri.
Maka kadang-kadang Nabi menyetujui pengertian itu, dan kadang-kadang ditunjukkannya letak kesalahan pendapat itu.
Dan patokan-patokan umum yang telah diletakkan Islam guna menjadi pedoman bagi kaum Muslimin ialah:
1. Melarang membahas peristiwa yang belum terjadi sampai ia terjadi
Firman Allah ta'ala:
"Hai orang-orang beriman! Janganlah kamu menanyakan semua perkara, karana bila diterangkan padamu, nanti kamu akan jadi kecewa!"
"Tetapi bila kamu menanyakan itu ketika turunnya Al-Qur'an, tentulah kamu akan diberi penjelasan kesalahanmu itu telah diampuni oleh Allah, dan Allah maha pengampun lagi penyayang." (Al-Maidah: 101)
Dan dalam sebuah hadits ada tersebut bahwa Nabi saw telah melarang hal yang bukan-bukan yakni masalah-masalah yang belum lagi terjadi.
2. Menjauhi banyak tanya dalam masalah-masalah pelik.
Di dalam sebuah hadits dikatakan:
"Sesungguhnya Allah membenci banyak debat, banyak tanya dan menyia-nyiakan harta."
Juga diterima dari Nabi saw:
"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka janganlah disia-siakan, dan telah menggariskan undang-undang, maka jangan dilampaui, mengharamkan beberapa larangan maka jangan dilanggar, serta mendiamkan beberapa perkara bukan karena lupa untuk menjadi rahmat bagimu, maka janganlah dibangkit-bangkitkan."
Dan diterima lagi daripadanya:
"Orang yang paling besar dosanya ialah orang yang menanyakan suatu hal yang mulanya tidak haram, kemudian diharamkan dengan sebab pertanyaan itu."
3. Menghindarkan Pertikaian dan Perpecahan di dalam Agama
Firman Allah ta'ala:
"Dan bahwa ini adalah umatmu yang merupakan umat yang satu." (Al-Mukminun: 52)
Dan firman-Nya pula:
"Hendaklah kamu sekalian berpegang teguh pada tali Allah dan jangan berpecah-belah!" (Ali-Imran: 103)
"Janganlah kamu berbantah-bantah dan jangan saling rebutan nanti kamu gagal dan hilang pengaruh!" (Al-Anfal:46)
"Orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan hidup bergolongan-golongan, sekali-kali tiadalah engkau termasuk dalam golongan mereka." (Al-An'am: 159)
Dan firman-Nya pula:
"Dan adalah mereka berpecah-belah." (Ar-Rum:32)
"Dan janganlah kamu seperti halnya orang-orang yang berpecah-belah dan bersilang-sengketa demi setelah mereka menerima keterangan-keterangan! Dan bagi mereka itu disediakan siksa yang dahsyat!" (Ali 'Imran: 105)
4. Mengembalikan masalah-masalah yang dipertikaikan itu kepada Kitab dan Sunnah
Berdasarkan firman Allah :
"Maka jika kamu berselisih tentang sesuatu perkara, kembalikanlah kepada Allah dan Rasul." (An-Nisa':59)
Dan firman-Nya
"Dan apa-apa yang kamu perselisihkan tentang sesuatu, maka hukumnya kepada Allah." (Asy-Syura:10)
Demikian itu ialah karena soal-soal keagamaan telah dibentangkan oleh kitab suci Al-Qur'an sebagai firman Allah ta'ala.
"Dan kami turunkan Kitab suci Al-Qur'an untuk menerangkan segala sesuatu." (An-Nahl:89)
"Tidak satupun yang Kami lewatkan dalam Kitab." (Al-An'am: 38)
Disamping Kitab, sunnah 'amaliyah - yakni yang berupa perbuatan - menjelaskannya pula.
"Dan kami turunkan padamu Al-Qur'an aga kamu dapat menerangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka." (An-Nahl: 44)
"Sungguh, telah Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an membawa kebenaran, agar kau dapat menggariskan hukum bagi manusia dengan petunjuk yang telah diberikan Allah." (An-Nisa':105)
Dengan demikian selesailah urusannya dan nyata tujuannya.
"Pada hari ini telah Kusempurnakan bagimu agamamu, telah Kucukupkan ni'mat; kurnia-Ku, dan telah Kuridhai Islam sebagai agamamu." (Al-Maidah:3)
Dan masalah-masalah keagamaan telah dinyatakan menurut patokan ini, dan selama masalah-masalah pokok yang akan digunakan sebagai pedoman atau hakim jelas diketahui, maka tak ada alasan buat berselisih dan tak ada faedahnya sama sekali.
Firman Allah swt:
"Dan orang-orang yang berselisih dengan adanyaa Kitab, sungguh, mereka berada dalam kesesatan yang jauh!" (Al-Baqarah:176)
"Tidak, demi Tuhan! Mereka belum lagi beriman, sampai bertahkim padamu tentang soal-soal yang mereka perbantahkan, kemudian tidak merasa keberatan di dalam hati, menerima putusanmu, hanya mereka serahkan bulat-bulat kepadamu." (An-Nisa' : 66)
Maka berpedoman pada patokan-patokan tersebut, majulah ke muka para sahabat dan generasi di belakang mereka. Selama beberapa abad yang menghasilkan kebaikan yang telah sama-sama disaksikan, dan tiadalah dijumpai di antara mereka pertikaian, kecuali mengenai beberapa masalah yang dapat dihitung, yang sebab-musababnya ialah karena kemampuan yang berlebih-berkurang dalan memahami alasan, dan karena sebagian di antara mereka mengetahui apa yang tersembunyi bagi yang lain.
Dan ketika datang imam-imam yang berempat, mereka ikutilah tradisi generasi yang sebelum mereka, hanya sebagian diantara mereka lebih dekat kepada Sunnah, seperti penduduk Hejaz yang di kalangan mereka banyak terdapat pendukung-pendukung Sunnah dan perawi-perawi Hadits, sementara sebagian lagi lebih dekat kepada ratio atau pikiran seperti orang-orang Irak yang tidak banyak dijumpai di kalangan mereka penghafal-penghafal hadits disebabkan jauhnya kampung halaman mereka dari tempat diturunkannya wahyu.
Imam-imam tersebut telah mencurahkan segala kemampuan yang ada pada mereka buat memperkenalkan agama ini dan membimbing manusia dengannya, dan mereka larang orang-orang bertaklid - artinya mengikut secara membabi-buta tanpa mengetahui dalil atau alasannya kepada mereka dengan mengatakan.
"Tidak seorangpun boleh mengikuti pendapat kami tanpa mengetahui alasan mereka."
Mereka tegaskan bahwa madzhab mereka adalah hadits yang sah, karena mereka tidak ingin akan diikuti begitu saja sebagai halnya yang ma'shum, artinya Nabi saw, yang terpelihara dari kesalahan, bahkan maksud mereka tidak lain hanyalah untuk menolong manusia untuk memahami hukum-hukum Allah.
Tetapi orang-orang yang muncul sesudah mereka, kemauan mereka jadi kendor, semangat jadi patah, sebaliknya bangkit naluri meniru dan bertaklid, hingga setiap golongan di antara mereka merasa cukup dengan hanya sebuah madzhab tertentu yang akan diselidiki, diandalkan dan dipegang secara fanatik.
Mereka curahkan segala tenaga untuk membela dan mempertahankan, sedang perkataan Imam itu dianggap sebagai firman Tuhan sendiri, dan mereka tiada berani mengeluarkan fatwa tentang suatu masalah bila bertentangan dengan kesimpulan yang telah ditarik oleh Imam mereka.
Bahkan kepercayaan terhadap Imam-imam itu demikian menyolok dan berlebihan, sampai-sampai Karkhi mengatakan:
"Setiap ayat atau hadits yang menyalahi pendapat sahabat-sahabat kita hendaklah ditakwilkan atau dihapus!"
Dan dengan bertaklid dan ta'assub kepada madzhab-madzhab ini, hilanglah kesempatan umat untuk beroleh petunjuk dari Kitab dan Sunnah, timbul pula pendapat bahwa pintu ijtihad telah tertutup, dan jadilah syari'at itu merupakan pendapat-pendapat fukaha dan pendapat-pendapat fukaha itulah yang dikatakan syari'at, sedang orang yang menyalahi ucapan-ucapan fukaha itu dipadangan ahli bid'ah hingga ucapannya itu tak dapat dipercaya dan fatwanya tidak boleh diterima.
Di antara faktor-faktor yang membantu tersebarnya semangat kolot ialah usaha yang dilakukan oleh para hartawan dan pihak menguasa dalam mendirikan sekolah-sekolah di mana pengajaran terbatas pada suatu atau beberapa madzhab tertentu. Hal ini adalah suatu sebab tertujunya perhatian terhadap madzhab-madzhab tersebut, dan berpalingnya minat dan berijtihad, yakni karena mempertahankan gaji yang jadi nafkah hidup mereka.
Pada suatu kali Abu Zar'ah bertanya pada gurunya, Al-Baiqini:
"Apa halangannya bagi Syekh Taqiyuddin as-Subki buat berijtihad padahal sudah cukup syarat-syaratnya?"
Al-Balqini tidak menyahut, lalu Abu Zar'ah berkata:
"Menurut pendapatku, bahwa enggannya melakukan itu ialah karena soal jabatan yang telah ditetapkan bagi para fukaha agar mereka mengikuti madzhab yang empat, sedang orang yang keluar daripadanya tidak berhak menjabat itu dan dilarang menjadi kadhi atau hakim, dan orang-orang tidak hendak mendengar fatwanya bahkan ia akan dituduh sebagai ahli bid'ah."
Mendengar itu Al-Balqini pun tersenyum dan menyetujui pendapatnya.
Dan dengan tenggelam di dalam taklid, serta tiadak diperolehnya hidayah dan Kitab dan Sunnah, disamping munculnya pendapat telah tertutupnya pintu ijtihad, umat pun terjatuh ke dalam bala-bencana dan terosok ke liang dhub yang telah diperingatkan Nabi saw, agar waspada dan berlaku hati-hati terhadapnya.
Sebagai akibatnya, umat Islam terpecah-pecah bergolongan-golongan hingga mereka berselisih faham tentang hukum nikahnya seorang wanita bermadzhab Hanafi dengan pria dari madzhab Syafi'i.
Berkatalah sebagian mereka: "Tidak sah, karena wanita itu bersikpa ragu-ragu dalam keimanannya" (Karena pengikut-pengikut madzhab Hanafi membolehkan seseoang Muslim itu mengatakan: Saya beriman, Insya Allah). Sedang lainnya mengatakan itu boleh, dengan alasan meng-qiyaskannya kepada wanita golongan Ahli Zimmah.
Sebagaimana akibatnya pula tersebarnya bid'ah dan terpendamnya panji-panji sunnah, melempemnya gerakan akal dan terhentinya kegiatan berpikir serta hilangnya kebebasan berilmu suatu hal menyebabkan lemahnya kepribadian umat dan lenyapnya kehidupan berkarya, serta menghambat kemajuan dan perkembangan hingga orang-orang pihak luar pun melihat celah dan lobang untuk dapat tembus memasuki jantung Islam.
Demikianlah tahun-tahun telah berlalu dan abad-abad silih-berganti, dan secara berkala Allah membangkitkan bagi umat ini orang yang akan membaru-barui agama dan membangunkannya dari tidurnya serta memalingkan ke arah yang benar.
Hanya biasanya baru saja bangkit, ia pun kembali kepada keadaan semula, bahkan kadang-kadang labih parah dari itu lagi.
Dan akibatnya perundangan Islam, dengan apa Allah mengatur seluruh kehidupan manusia umumnya, dan yang dijadikannya sebagai senjata untuk menghadapi kehidupan dunia maupun akhirat, mengalami kebobrokan yang belum ada taranya, dan terpelanting ke dalam jurang dalam hingga melayaninya hanya akan merusak hati dan akal serta membuang-bunga waktu belaka, dan tidak akan bermanfaat bagi agama Allah serta tidak pula akan mengatur kehidupan manusia.
Di bawah ini adalah suatu contoh mengenai apa yang telah ditulis oleh ahli-ahli fikih masa belakangan: "Ibnu 'Irfah memberi batasan tentang 'ijarah' artinya menyewakan sebagai berikut: menjual manfaat dan apa yang tidak dapat dipindahkan, tidak berupa kapal atau hewan, tidak dapat diganti dengan imbalan yang tidak terbit daripadanya, sebagian daripadanya menjadi sebagian pula menurut perbandingannya.
Salah seorang dan murid-muridnya menyanggah batasan tersebut karena kata-kata "sebagian" itu menyebabkan bertele-tele hingga tak berguna disebutkan.
Guru itu minta tempo selama dua hari, lalu memberi jawaban "yang tidak karuan".
Demikianlah perundangan ini terhenti sampai di sini, sementara para ulamanya hanya menghafalnya kata-kata belaka, dan tidak mengenal kecuali embel-embel atau catatan lampiran bersama pendapat-pendapat yang dikemukakan, serta sanggahan yang diajukan berikut ketetapan-ketetapan yang diambil, hingga akhirnya Eropah pun menerkam Timur, menjotosnya dengan tangan dan menerjangnya dengan kaki.
Akibatnya, iapun terbang disebabkan pukulan-pukulan itu dan menoleh kiri dan kanan. Kiranya dilihatnya dirinya telah tercecer dan perpacuan hidup yang sedang bergerak maju, tetap tinggal duduk sementara kafilah terus berjalan ke muka, hingga tiba-tiba ia telah berada di lingkungan dunia baru, semuanya berisikan gerak hidup, tenaga dan karya.
Maka terkejutlah ia melihat apa yang telah terjadi, Kagum akan apa yang disaksikannya.
Dan berteriaklah orang-orang yang tiada hendak mau tahu dengan sejarah, durhaka kepada orang tua, dan mengabaikan agama serta adat-istiadat mereka: Hai orang Timur! ini dia Eropah, turutlah jalan yang ditempunnya, contohlah ia dalam segala hal, dalam baik maupun buruk, iman maupun kafirnya, manis atau pahitnya!
Golongan ortodok pun mengambil sikap negatif, mereka sering berbalik surut dan undur ke belakang, mengasingkan diri dan tidak hendak tampil ke gelanggang ramai, hingga bagi orang-orang yang tidak mengerti, hal ini menjadi bukti bahwa syari'at Islam tiada mengikuti kemajuan dan tiada sesuai dengan zaman.
Kemudian sebagai akibat yang tak dapat dielakkan, perundingan asing yang dari luar, itulah yang menguasai kehidupan Timur, padahal bertentangan dengan agama, tradisi serta adat-istiadarnya.
Dan suasana di benua Eropah itulah yang merajalela di rumah-rumah, jalan-jalan, sekolah-sekolah, perguruan-perguruan dan tempat-tempat pertemuan, dimana arus dan gelombangnya semakin kuat dan menghempas ke seluruh pelosok, hingga Timur-pun hampir lupa kepada agama dan tradisinya dan hendak memutuskan hubungan di antara masa kini dengan zaman lampaunya.
Untunglah bumi ini tiada sunyi-lekangnya dari orang yang mempertahankan agama Allah.
Maka bangkitlah penganjur-penganjur perbaikan mengecam orang-orang yang terpukau dengan orang-orang Barat itu:
Awaslah kamu, hentikan propagandamu! Kebejatan moral yang dialami Barat dewasa ini, tak dapat tiada menyeret mereka ke dalam bencana, dan selama mereka tidak memperbaiki jiwa mereka dengan keimanan yang sesungguhnya, dan menggembleng mental dengan akhlak mulia, tak dapat tiada ilmu-pengetahuan mereka akan berbalik menjadi alat penghancur dan pemusnah, dan peradaban mereka akan berubah menjadi neraka yang akan menelan dan menghabiskan mereka.
Firman Allah:
"Tidakkah kau perhatikan bagaimana tindakan Tuhanmu terhadap kaum Ad? yaitu bangsa Iram yang memiliki bangunan-bangunan tinggi, yang belum ada taranya di seluruh negeri! Begitu pun kaum Tsamud yang membelah batu-batu keras di tengah lembah untuk dibuat dan dijadikan rumah, serta Fir'aun yang mempunyai piramida bagai pasak dunia! Mereka membuat kezaliman di muka bumi dan menimbulkan berbagai macam bencana keji. Maka Tuhan cambuk mereka dengan cemeti siksa! Sungguh Tuhanmu mengetahi segalanya!" (Al-Fajr: 6-14)
Dan kepada orang-orang kolot itu mereka serukan:
Carilah sumber yang murni dan petunjuk yang mulia, yakni sumber dari Kitab Suci dan petunjuk Sunnah! Ambillah dan keduanya agamamu dan sampaikan berita gembira ini kepada umum.
Di saat itu berulah dunia yang sedang kebingungan ini beroleh pegangan dan barulah umat manusia yang sedang menderita ini beroleh kebahagiaan.
Firman Allah:
"Sesungguhnya pada diri Rasululllah itu menjadi contoh utama bagi orang-orang yang mengharapkan keridhaan Allah dan Hari Akhirat serta banyak mengingat Allah." (Al-Ahzab:21)
Dan berkat karunia Ilahi, seruan ini mendapat sambutan dari orang-orang budiman dan diterima oleh hati-hati yang ikhlas, serta dianut oleh angkatan muda yang sedia menyerahkan untuknya barang yang paling berharga, baik harta maupun jiwa.
Maka berkenanlah kiranya Allah mengizinkan cahaya-Nya buat menyinari bumi kembali? Dan apakah manusia benar-benar mempunyai keinginan akan hidup bahagia, penuh dengan keimanan dan kecintaan, kebajikan dan keadilan? Inilah dia yang diramalkan dengan pasti oleh ayat-ayat berikut:
Firman Allah :
"Dialah yang telah mengirim Rasul-Nya membawa petunjuk dan agama yang hak, yang akan ditinggikan-Nya dan semua agama, dan cukuplah kiranya Allah itu menjadi saksi." (Al-Fath: 28)
"Akan Kami perlihatkan kepada mereka bukti-bukti Kami di seluruh pelosok bagitu pun pada diri mereka sendiri hingga nyata bagi mereka bahwa Islam itu agama yang hak. Tidaklah cukup sebagai bukti bahwa Tuhanmu itu menyaksikan segala sesuatu?" (Fushshilat: 53)

Tidak ada komentar: